Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan penambang bitcoin TeraWulf sedang mencari pinjaman USD 3 miliar atau Rp 50,23 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran Rp 16.745). Pendanaan ini akan didukung oleh Google yang memegang saham minoritas di perusahaan itu.
Mengutip the Block, Minggu, (28/9/2025), CFO Terawulf Patrick Fleury menuturkan kepada Bloomberg, struktur pembiayaan ini akan didukung oleh Google dan diatur oleh Morgan Stanley.
Hal ini dimaksudkan untuk mendukung pengembangan lebih lanjut Kampus Lake Mariner milik perusahaan di New York. Bloomberg melaporkan ketentuan kesepakatan ini masih dalam tahap negosiasi dan dapat diluncurkan paling cepat pada Oktober.
Keikutsertaan Google dalam kesepakatan ini dapat menghasilkan peringkat utang perusahaan penambang bitcoin ini yang lebih baik, dan hal ini terjadi di tengah pendanaan infrastruktur AI yang lebih luas, seperti penawaran utang sebesar USD 1,5 miliar atau Rp 25,08 triliun dari perusahaan komputasi pesaingnya, CoreWeave, pada Juli.
Google mengamankan 8% saham di perusahaan tersebut setelah kesepakatan senilai USD 3,7 miliar atau Rp 61,87 triliun berdurasi 10 tahun antara TeraWulf dan FluidStack bulan lalu, yang akan menyewakan kapasitas komputasi AI.
Empat hari kemudian, opsi perluasan 160 MW menghasilkan backstop tambahan sebesar USD 1,4 miliar atau Rp 23,14 triliun, sehingga backstop Google menjadi sekitar USD 3,2 miliar atau Rp 53,51 triliun dan kepemilikan pro formanya menjadi sekitar 14% di TeraWulf.
Serupa Chiper
Penambang Bitcoin Cipher menandatangani kesepakatan serupa dengan FluidStack, yang didukung oleh Google, minggu ini. Kesepakatan tersebut, senilai USD 3 miliar selama jangka waktu awal dan hingga USD 7 miliar setelah perpanjangan opsional, akan menyebabkan Google mengambil saham sekitar 5,4% di Cipher.
Cipher secara bersamaan mengusulkan penawaran privat senilai USD 1,1 miliar dalam bentuk obligasi senior konvertibel yang jatuh tempo pada 2031.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Chainalysis: Kawasan Asia Pasifik Pimpin Adopsi Kripto di Dunia
Sebelumnya, berdasarkan riset blockchain Chainalysis, Asia Pasifik menjadi kawasan dengan pertumbuhan adopsi kripto tercepat.
Mengutip Yahoo Finance, Kamis (25/9/2025), dalam indeks adopsi global 2025 tahunannya, Chainalysis menyatakan, India, Pakistan dan Vietnam memimpin aktivitas kripto global. Volume transaksi di kawasan Asia Pasifik (APAC) tumbuh dari USD 1,4 triliun atau Rp 23.448 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.748) menjadi USD 2,36 triliun atau Rp 39.506 triliun.
Laporan itu menyebutkan telah mengambil data dari 12 bulan terakhir yang berakhir pada Juni 2025.
“Pada 2025, APAC memperkuat statusnya sebagai pusat global aktivitas kripto akar rumput, dipimpin oleh India, Pakistan dan Vietnam yang populasinya mendorong adopsi yang meluas di seluruh layanan terpusat dan terdesentralisasi,” kata laporan itu.
Volume Transaksi
Chainalysis menambahkan, Amerika Latin berada tepat di belakang kawasan APAC, dengan volume transaksi melonjak 63% dalam kurun waktu satu tahun.
Amerika Utara dan Eropa masing-masing menerima lebih dari USD 2,2 triliun atau Rp 36.848 triliun dan USD 2,6 triliun atau R[ 43.534 triliun, kata laporan itu, tetapi tidak ada kawasan yang mengalami lonjakan aktivitas setajam APAC dan Amerika Latin.
Aktivitas di Amerika Utara
Laporan itu lebih lanjut mengatakan kejelasan regulasi di Amerika Serikat (AS) menyebabkan pertumbuhan 49% di Amerika Utara.
Tahun lalu, Komisi Sekuritas dan Bursa AS akhirnya menyetujui dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) Bitcoin dan Ethereum, yang memberikan investor kesempatan untuk membeli mata uang kripto melalui instrumen investasi teregulasi yang diperdagangkan di bursa saham.