Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jepang tengah menyiapkan aturan baru untuk melarang dan menghukum praktik perdagangan orang dalam (insider trading) di pasar kripto, sebagai langkah untuk menyelaraskan regulasi aset digital dengan aturan pasar saham konvensional.
Menurut laporan Nikkei Asia, Komisi Pengawasan Sekuritas dan Bursa Jepang (SESC) akan diberikan wewenang penuh untuk menyelidiki aktivitas perdagangan mencurigakan serta menjatuhkan denda berdasarkan keuntungan yang diperoleh dari transaksi ilegal tersebut. Untuk kasus yang lebih serius, pelanggar juga bisa dikenai sanksi pidana.
Dikutip dari coinmarketcap, Rabu (15/10/2025), selama ini, Undang-Undang Instrumen dan Bursa Keuangan (FIEA) belum mencakup aset kripto, sehingga tidak ada aturan resmi yang melarang insider trading di sektor tersebut.
Bahkan Asosiasi Bursa Aset Virtual dan Kripto Jepang (JVCEA) yang memiliki sistem regulasi mandiri, belum memiliki mekanisme pemantauan yang memadai untuk mendeteksi aktivitas perdagangan mencurigakan.
Kondisi ini membuat pemerintah Jepang berencana memperkuat pengawasan. Badan Layanan Keuangan (FSA) sebagai lembaga induk SESC, akan membentuk kelompok kerja khusus untuk merumuskan kerangka regulasi baru. Rencana tersebut ditargetkan selesai pada akhir 2025, sebelum diajukan sebagai amandemen resmi FIEA pada tahun 2026.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Kepemimpinan Baru dan Sikap Pro-Teknologi Jepang
Namun, regulator menghadapi tantangan teknis — banyak token kripto tidak memiliki penerbit yang jelas, sehingga sulit menentukan siapa yang dapat dikategorikan sebagai “orang dalam”.
Langkah ini dianggap penting, mengingat jumlah pengguna kripto di Jepang melonjak empat kali lipat dalam lima tahun terakhir, mencapai 7,88 juta pengguna, atau sekitar 6,3% dari total populasi.
Situasi ini juga terjadi di tengah harapan akan hadirnya pemimpin baru Jepang yang lebih pro-teknologi, yakni Sanae Takaichi, kandidat kuat perdana menteri berikutnya.
Takaichi dikenal mendukung pengembangan blockchain dan “kedaulatan teknologi”, serta mendorong inovasi digital nasional.
Kebijakannya yang berpihak pada suku bunga rendah, pemotongan pajak, dan pelonggaran moneter dinilai bisa mendorong arus modal masuk ke industri kripto Jepang, sekaligus memperkuat posisi negara tersebut sebagai pusat inovasi finansial Asia.
FSA Ingin Kripto Diatur Seperti Sekuritas
Pada awal September, FSA juga mengusulkan agar aset kripto diatur di bawah Undang-Undang FIEA, menggantikan kerangka hukum lama di bawah Undang-Undang Layanan Pembayaran.Langkah ini bertujuan memperkuat perlindungan investor, sekaligus menekan risiko seperti pengungkapan data tidak akurat, operasi bursa ilegal, penipuan, dan isu keamanan siber.
Dengan rencana reformasi ini, Jepang diharapkan menjadi negara dengan regulasi kripto paling komprehensif di Asia, menggabungkan perlindungan hukum yang kuat dan dukungan terhadap inovasi digital.