Liputan6.com, Jakarta - Uni Eropa (UE) mengumumkan rencana besar: meluncurkan stablecoin resmi di atas blockchain Ethereum. Langkah ini menjadikan UE sebagai salah satu kekuatan ekonomi global pertama yang benar-benar mengintegrasikan teknologi blockchain ke dalam sistem keuangannya.
Dikutip dari coinmarketcap, Selasa (26/8/2025), berbeda dengan stablecoin swasta yang sering bersifat spekulatif, aset digital ini akan didukung dan diawasi langsung oleh otoritas Eropa. Dengan begitu, kehadirannya diyakini bisa menghadirkan stabilitas sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap penggunaan stablecoin.
Mengapa Ethereum yang Dipilih?
Keputusan memilih Ethereum bukan kebetulan. Ethereum adalah platform kontrak pintar terbesar di dunia dengan catatan keamanan, transparansi, dan skalabilitas yang sudah teruji. Dukungan dari berbagai solusi Layer 2 juga membuatnya semakin efisien untuk digunakan dalam skala besar.
Dengan meluncurkan stablecoin di Ethereum, Uni Eropa bisa langsung terkoneksi dengan ekosistem DeFi (decentralized finance), dompet digital, serta protokol pembayaran yang sudah ada. Artinya, stablecoin ini dapat dipakai mulai dari transaksi lintas negara hingga layanan publik secara real-time.
Lebih dari itu, pilihan ini menunjukkan kepercayaan institusional terhadap masa depan Ethereum — bukan hanya dari perusahaan swasta, tapi juga dari pemerintah.
Dampak bagi Kripto dan Keuangan Global
Peluncuran stablecoin resmi UE berpotensi menjadi titik balik dalam adopsi blockchain. Aset digital ini bisa mempermudah pengiriman uang antarnegara, mempercepat settlement lembaga keuangan, hingga menjembatani dunia keuangan tradisional dengan sistem keuangan terdesentralisasi.
Selain itu, regulasi yang diterapkan UE bisa menjadi model bagi negara lain yang sedang menimbang peluncuran mata uang digital mereka di blockchain publik.
Bagi Ethereum sendiri, kepercayaan sebesar ini menegaskan posisinya sebagai fondasi utama keuangan digital global di masa depan.
Ripple dan SBI Bakal Rilis Stablecoin RLSUD di Jepang
Sebelumnya, Ripple dan SBI Holdings sedang bersiap meluncurkan stablecoin RLUSD di Jepang pada awal 2026. Hal ini seiring undang-undang stablecoin yang baru disusun di negara tersebut sehingga membuka pasar bagi penerbit asing.
Kesepakatan bersama ini ditandatangani berdasarkan nota kesepahaman yang akan mendistribusikan stablecoin RLUSD Ripple di Jepang melalui SBI VC Trade, bursa kripto berlisensi milik grup tersebut, Ripple mengumumkan pada Kamis malam. Demikian seperti dikutip dari Yahoo Finance, Jumat (22/8/2025).
"Masuknya Ripple akan membantu meningkatkan "keandalan dan kenyamanan stablecoin di pasar Jepang," ujar CEO SBI VC Trade, Tomohiko Kondo, dalam sebuah pernyataan.
Hal ini terjadi seiring dengan berlakunya amandemen Undang-Undang Layanan Pembayaran Jepang pada Juni 2023, yang menetapkan rezim perizinan untuk instrumen pembayaran elektronik. Versi sebelumnya dari kerangka kerja stablecoin telah disahkan oleh parlemen Jepang pada 2022.
Kerangka kerja ini terus disempurnakan melalui amandemen baru yang akan diluncurkan pada 2026, termasuk pelonggaran persyaratan cadangan dan pembaruan tingkat perizinan, menurut laporan dari Asia Business Law Journal.
Aturan Baru
Berdasarkan aturan baru yang akan berlaku tahun depan, hanya entitas berlisensi seperti penyedia layanan transfer dana atau bank kepercayaan yang dapat menerbitkan atau mendistribusikan stablecoin yang dipatok dengan mata uang fiat. Kerangka kerja ini telah membuka pintu bagi peluncuran yang teregulasi seperti RLUSD.
SBI VC Trade adalah yang pertama di Jepang yang mendapatkan lisensi Penyedia Layanan Pertukaran Instrumen Pembayaran Elektronik, yang memungkinkannya menangani stablecoin yang diterbitkan di luar negeri.
“Jepang diam-diam memiliki rezim kripto yang sangat terstruktur dan ramah bank mengingat Undang-Undang Layanan Pembayarannya yang terus direvisi,” ujar Analis Presto Research yang berbasis di Tokyo, Rick Maeda kepada Decrypt.
“Ripple “memanfaatkan celah regulasi ini serta jangkauan ritel dan institusional SBI yang luas,” Maeda menambahkan.