Liputan6.com, Jakarta - Data on-chain terbaru dari Glassnode menunjukkan bahwa Bitcoin mulai menunjukkan tanda-tanda stabilisasi setelah periode ambil untung yang intens mereda di tengah ketidakpastian pasar global.
Dikutip dari yahoo Finance, Kamis (7/8/2025), dalam laporannya, Glassnode menyebut lonjakan cepat harga Bitcoin hingga mencapai rekor tertinggi di USD 123.000 pada Juli 2025 telah menciptakan celah suplai yang tipis, terutama di kisaran USD 110.000 hingga USD 117.000.
Celah ini disebut sebagai “air gap,” atau wilayah harga dengan sedikit aktivitas historis, yang rawan volatilitas. Namun, permintaan dari investor oportunistik tampaknya mampu menahan laju penurunan lebih lanjut.
Glassnode mencatat bahwa volume keuntungan yang direalisasikan telah turun tajam dari USD 2 miliar pada Desember 2024 menjadi hanya USD 1 miliar pada tahun 2025.
Tingkat pengambilan keuntungan oleh pemegang jangka pendek juga menurun hingga 45%, jauh di bawah ambang batas netral historis sebesar 50%. Ini menandakan bahwa pasar berada dalam kondisi yang relatif seimbang.
“Jika Bitcoin mampu menembus $116.000—yang merupakan rata-rata biaya pembelian investor bulan lalu—hal ini bisa menjadi sinyal bahwa sisi permintaan kembali menguat,” tulis Glassnode.
Risiko Koreksi Masih Mengintai
Meski demikian, tren ini belum sepenuhnya menegaskan kembalinya momentum bullish. Pasokan keuntungan bagi pemegang jangka pendek dilaporkan menurun dari 100% menjadi 70% selama koreksi terbaru.
Tanpa adanya peningkatan permintaan yang cepat, kepercayaan investor bisa melemah dan mendorong aksi jual hingga menyentuh USD 106.000—yang menjadi rata-rata harga beli kelompok pemegang jangka pendek.
“Penurunan ke kisaran USD 105.000 hingga USD 107.000 masih dapat dianggap sebagai koreksi sehat dalam tren naik Bitcoin yang lebih luas,” ujar Daniel Liu, CEO Republic Technologies, kepada Decrypt.
Tekanan Eksternal Masih Membayangi
Pasar aset berisiko secara global, termasuk kripto, juga tengah menghadapi tekanan dari revisi ke bawah atas data ketenagakerjaan AS bulan Mei dan Juni, serta potensi perubahan arah kebijakan suku bunga oleh The Fed.
Indikator skew Bitcoin 30 hari tercatat menurun ke wilayah negatif, mencerminkan bahwa opsi jual (put) kini lebih mahal dibandingkan opsi beli (call)—tanda bahwa investor mulai bersikap lebih defensif dan mengambil langkah hedging terhadap kemungkinan penurunan harga.
Meski begitu, Liu menegaskan pentingnya melihat gambaran besar. “Meskipun ada ketidakpastian jangka pendek, penting untuk melihat lebih luas,” katanya.
Liu mengacu pada imbal hasil Bitcoin sejak awal tahun yang hampir tiga kali lipat dibandingkan indeks S&P 500.