Liputan6.com, Jakarta - Ethereum (ETH) diperdagangkan di kisaran USD 4.300–USD 4.400 atau sekitar Rp 69,66 juta-Rp 71,28 juta (dengan kurs estimasi Rp16.200/USD). Harga ethereum ini mendekati rekor tertinggi sepanjang masa (ATH) sebesar USD 4.878 (Rp 79,02 juta) yang dicapai pada November 2021.
Sejumlah analis menilai kondisi pasar saat ini mendukung potensi uji ulang level tersebut, bahkan bisa terjadi secepat hari ini, didorong oleh momentum teknikal yang kuat dan meningkatnya pembelian dari institusi. Aktivitas investor institusional semakin memperkuat sentimen bullish (kenaikan). Demikian mengutip dari Yahoo Finance, Rabu (13/8/2025).
Pengamat pasar kripto terkemuka, VirtualBacon, mengungkapkan pada 8 Agustus tercatat aliran dana sekitar USD 460 juta (Rp 7,45 triliun), masuk ke exchange-traded fund (ETF) ETH. Angka ini lebih besar dibandingkan aliran likuiditas Bitcoin yang hanya mencapai USD 400 juta (Rp 6,48 triliun).
Ia juga mencatat nilai kepemilikan Ethereum (ETH) oleh ETF dan institusi telah meningkat dari USD 24 miliar (Rp 388,8 triliun) pada Juli menjadi USD 33 miliar atau (Rp 534,6 triliun). Lonjakan ini menekan pasokan ETH di bursa kripto ke level terendah sejak 2016.
Pada 12 Agustus, BlackRock tercatat membeli ETH senilai lebih dari USD 12 miliar (Rp 194,4 triliun). Selain itu, Bitmine Immersion mengajukan permohonan pendanaan sebesar USD 20 miliar atau (Rp 324 triliun) untuk membeli ETH tambahan, sebagaimana tercantum dalam dokumen yang diajukan ke SEC (otoritas pasa modal AS).
Kenaikan harga Ethereum di atas level USD 4.000 (Rp 64,8 juta) menjadi titik balik penting, mengingat aset ini secara historis sulit menembus batas harga tersebut, ujar analis kripto AlejandroBTC.
Diprediksi Alami Koreksi Dulu
Sementara itu, analis Benjamin Cowen menilai meski ETH berpotensi kembali menyentuh rekor tertinggi sebelumnya. Namun, untuk mencapai rekor tertinggi, ethereum kemungkinan alami koreksi pada September.
Berdasarkan data TradingView, harga ETH terus mengalami tren naik sepanjang Agustus. Indikator Moving Average Convergence Divergence (MACD), salah satu indikator momentum yang populer, menunjukkan terjadinya bullish crossover (sinyal positif tren naik menguat).
Kondisi ini terjadi ketika garis biru (MACD line) melintas ke atas garis oranye (signal line), disertai histogram yang bergerak ke area positif, menandakan momentum kenaikan harga.
Hingga berita ini dilansir pada Rabu, (13/8/2025), ETH diperdagangkan di kisaran USD 4.501,43 (Rp 72,92 juta) atau naik 5,4 persen dalam 24 jam terakhir, dengan volume perdagangan harian mencapai USD 51,53 miliar (Rp 834,79 triliun). Kendati demikian, harga ETH masih tertinggal sekitar 8 persen dari rekor tertingginya sebesar USD 4.891,70 (Rp 79,25 juta).
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Ethereum Bisa Jadi Senjata India Hadapi Tarif 50% dari Trump
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memicu ketegangan perdagangan global dengan menaikkan tarif impor India menjadi 50% pada 6 Agustus 2025. Kebijakan ini diterapkan sebagai sanksi atas keputusan India membeli minyak dari Rusia, meski konflik di Ukraina masih berlangsung.
Langkah tersebut memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar kripto global. Namun, reaksi paling tajam datang dari komunitas kripto India sendiri.
Dikutip dari Yahoo Finance, Jumat (8/8/2025), analis dan pakar kripto terkemuka di India Kashif Raza, melontarkan ide mengejutkan: menggunakan Ethereum sebagai senjata ekonomi untuk melawan kebijakan Trump.
Menurutnya, perusahaan-perusahaan teknologi informasi (TI) India akan menjadi korban terbesar dari kenaikan tarif ini. Ia menyebut dua perusahaan TI raksasa India memiliki total pendapatan sekitar USD 26 miliar per tahun dari pasar AS.
"India bisa mempertimbangkan staking Ethereum untuk menutupi potensi kerugian akibat tarif ini," kata Raza.
Taruhan pada Ethereum
Staking adalah proses mengunci aset kripto, seperti ETH, untuk mendukung jaringan blockchain berbasis proof-of-stake (PoS), dan sebagai imbalannya, pemilik aset mendapatkan bunga atau imbal hasil. Raza memperkirakan, dengan imbal hasil staking ETH sebesar 4% hingga 4,5% per tahun, India bisa mendapatkan USD 26 miliar jika memiliki ETH senilai sekitar USD 577 miliar.
Raza menyarankan pemerintah India untuk memanfaatkan cadangan emas negara yang saat ini mencapai USD 84,5 miliar. Jika dikonversikan ke Ethereum dengan harga saat ini sekitar USD 3.650 per koin, maka India bisa memperoleh lebih dari 23 juta ETH untuk di-staking.
Hanya Bitcoin?
Sementara sebagian pihak, seperti tokoh kripto Aditya Singh, mengklaim bahwa hanya Bitcoin yang layak menjadi cadangan strategis nasional, Raza berpendapat sebaliknya.
Ia menekankan bahwa AS kini mendorong mekanisme staking likuid, dan banyak perusahaan di sana berhasil meraup miliaran dolar dari praktik ini.
“Jika perusahaan AS bisa mendapat keuntungan besar dari staking ETH, India tidak boleh hanya jadi penonton,” ujar Raza.