Liputan6.com, Jakarta - Citigroup sedikit memangkas prediksinya terhadap bitcoin tetapi menaikkan prospek ether hingga akhir tahun. Hal ini seiring pergeseran arus investor dan pertentangan ekonomi makro.
Mengutip Channel News Asia, Sabtu (4/10/2025), Citigroup mengaretkan bitcoin di posisi USD 133.000 atau Rp 2,20 miliar (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.587), sedangkan ether USD 4.500 atau Rp 74,63 juta.
Sedangkan pada 2026, Citigroup prediksi harga bitcoin tembus USD 181.000 atau Rp 3 miliar.
Citi prediksi harga bitcoin direvisi sedikit lebih rendah pada akhir tahun 2025 seiring faktor makro yang mengimbangi termasuk dolar AS lebih kuat dan harga emas lebih lemah.
Selain itu, bitcoin meski terus diperdagangkan di atas estimasi model adopsi, Citi menuturkan, narasi emas digital tetap utuh dan kemungkinan akan menarik aliran dana tambahan lebih besar.
Citi juga mengasumsi aliran dana akhir tahun yang kuat sebesar USD 7,5 miliar atau Rp 124,43 triliun dengan skenario bullish didasarkan pada saham yang lebih kuat dan permintaan lebih tinggi.
Adapun skenario bearish atau tren menurun untuk harga bitcoin prediksi harga akan turun menjadi USD 83.000 atau Rp 1,37 miliar jika kondisi resesi terjadi. Citi menekan kalau permintaan investor yang berkelanjutan akan menjadi kunci untuk mendukun harga hingga akhir tahun dan 2026.
Citi Ramal Kripto Menghijau di 2025, Ini 2 Pendorongnya
Sebelumnya, analis di Citi mengidentifikasi beberapa faktor penting yang dapat memengaruhi pasar mata uang kripto pada tahun 2025 mendatang Hal ini menyusul tahun yang memecahkan rekor yang dipicu oleh kemenangan pemilihan Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat.
Sikap Trump yang pro-kripto dan penunjukan tokoh-tokoh seperti Paul Atkins sebagai ketua Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) berkontribusi pada kenaikan Bitcoin yang melampaui USD 100.000 untuk pertama kalinya.
Analis Citi, yang dipimpin oleh Alex Saunders, menggambarkan tahun 2024 sebagai tahun pertumbuhan yang kuat.
"Tahun ini merupakan tahun yang kuat untuk kripto, mencatat peningkatan kapitalisasi pasar total lebih dari 90%," ungkap para analis Citi, dikutip dari News.bitcoin.com, Minggu (29/12/2024).
Faktor utama yang dikutip oleh Citi adalah masuknya dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) Bitcoin dan Ethereum ke dalam spot, yang mulai diperdagangkan pada tahun 2024.
Risiko Volatilitas
ETF ini, yang disetujui oleh SEC setelah bertahun-tahun diperdebatkan, telah menyederhanakan akses ke kripto bagi investor tradisional.
"Arus ini telah menjadi pendorong paling signifikan dari pengembalian kripto, dan kami memperkirakan hal ini akan terus berlanjut pada tahun 2025," beber para analis Citi.
Mereka menekankan peran alokasi portofolio, mengakui bahwa meskipun Bitcoin dapat menambah nilai, volatilitasnya menghadirkan risiko.
"Untuk alokasi 5%, kinerja harus lebih tinggi, dua digit menggunakan trade-off risiko-imbalan jangka panjang S&P, atau 21% menggunakan pengembalian terkini di mana imbalan/risiko yang tinggi menyiratkan investor perlu diberi kompensasi yang baik untuk mengambil risiko tambahan," jelas mereka.
Prospek Stablecoin
Para analis Citi juga memprediksi pertumbuhan dan persaingan yang berkelanjutan di pasar Stablecoin, didorong oleh inovasi, kemitraan, dan pendatang baru yang dapat menantang dominasi Tether.
Mereka memandang diversifikasi pasar sebagai hal yang positif, mengurangi risiko sistemik dari ketergantungan pada satu penerbit.
Para analis Citi menyarankan adopsi Stablecoin di luar perdagangan kripto dapat meningkatkan keuangan terdesentralisasi (defi) dan mendorong keterlibatan yang lebih luas di sektor ini.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.