Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah China telah turun tangan memperlambat rencana beberapa raksasa teknologi untuk menerbitkan stablecoin di Hong Kong.
Hal itu berdasarkan laporan terbaru dari Financial Times, mengutip sumber. Raksasa teknologi tersebut termasuk Ant Group, afiliasi dari raksasa e-commerce Alibaba, dan JD.com, di antara peritel terbesar China.
Kedua perusahaan tersebut sebelumnya mendesak Bank Sentral China (PBoC) untuk mengizinkan peluncuran stablecoin yang dipatok yuan di Hong Kong dalam pertemuan tertutup, sesaat sebelum rezim perizinan stablecoin baru Hong Kong berlaku. Demikian seperti dikutip dari the Block, Senin (20/10/2025).
Namun kini, kedua perusahaan tersebut menunda rencana penerbitan stablecoin setelah regulator dari PBoC dan dari Administrasi Ruang Siber Tiongkok (Cyberspace Administration of China) meminta mereka untuk tidak melanjutkan, Financial Times melaporkan pada Minggu.
Lima sumber mengatakan kepada publikasi tersebut pejabat PBoC memiliki kekhawatiran terhadap perusahaan swasta yang menerbitkan mata uang apa pun, dan satu sumber mengatakan stablecoin yang dikelola swasta dipandang sebagai tantangan potensial bagi mata uang digital bank sentral Tiongkok, e-CNY, yang telah kesulitan dalam adopsi.
Gubernur PBoC, Zhou Xiaochuan, menyuarakan kekhawatirannya atas stabilitas stablecoin dalam sebuah forum keuangan tertutup pada akhir Agustus.
Pengajuan Lisensi Stablecoin
"Bank-bank sentral saat ini memiliki setidaknya dua kekhawatiran. Pertama, penerbitan uang yang berlebihanyaitu, menerbitkan stablecoin tanpa persyaratan cadangan 100%, sebuah fenomena yang dikenal sebagai penerbitan berlebih. Kedua, leverage yang tinggi yaitu, efek pengganda derivatif moneter yang dihasilkan oleh operasi pasca-penerbitan," demikian bunyi terjemahan pernyataan Zhou.
"Baik Undang-Undang GENIUS AS maupun Peraturan Stablecoin Hong Kong telah mengatasi masalah ini, tetapi kontrolnya masih sangat kurang."
Ant Group dan JD.com termasuk di antara 77 perusahaan yang menyatakan minatnya untuk mengajukan lisensi stablecoin di Hong Kong, ungkap Otoritas Moneter Hong Kong pada September. Otoritas Hong Kong telah memposisikan wilayah tersebut sebagai ruang untuk pengembangan kripto, mirip dengan ruang uji regulasi, meskipun ada langkah-langkah yang lebih hati-hati dari Tiongkok daratan.
Regulator China juga baru-baru ini turun tangan untuk memperlambat proses tokenisasi aset dunia nyata di Hong Kong, menyarankan beberapa broker terkemuka untuk menunda rencana mereka. Regulator juga meminta broker-broker besar untuk berhenti menerbitkan riset yang mendukung stablecoin pada Agustus, lapor The Block sebelumnya.
Bank of America hingga Goldman Sachs Jajaki Stablecoin
Sebelumnya, sekelompok bank internasional menyatakan sedang bekerja sama untuk menjajaki penerbitan produk stablecoin.
Mengutip Yahoo Finance, Sabtu (11/10/2025), bank-bank itu antara lain Banco Santander, Bank of America, Barclays, BNP Paribas, Citi, Deutsche Bank, Goldman Sachs, MUFG Bank Ltd, TD Bank Group, dan UBS menyebutkan token digital itu akan dipatok dengan mata uang G7, berdasarkan pernyataan yang dirilis BNP Paribas.
G7 terdiri dari Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Inggris.
Meskipun pernyataan bank-bank tersebut tidak secara langsung menyebutkan stablecoin, pernyataan tersebut menyebutkan proyek tersebut akan mengkaji "bentuk uang digital yang didukung cadangan devisa 1:1" yang beroperasi di atas "blockchain publik."
"Tujuan dari inisiatif ini adalah untuk menjajaki apakah penawaran baru di seluruh industri dapat menghadirkan manfaat aset digital dan meningkatkan persaingan di pasar, sekaligus memastikan kepatuhan penuh terhadap persyaratan peraturan dan praktik terbaik manajemen risiko," demikian pernyataan tersebut.
Stablecoin adalah token digital yang didukung oleh mata uang fiat non-volatil antara lain dolar AS, euro, atau yen.
Digunakan untuk Transaksi Cepat
Sebelumnya, stablecoin hampir secara eksklusif digunakan oleh pedagang kripto untuk melakukan transaksi dengan cepat, seperti membeli Bitcoin dan aset digital lainnya, tanpa harus menggunakan jalur perbankan tradisional.
Namun, kini stablecoin telah menjadi arus utama. Perusahaan-perusahaan besar seperti Meta dan Amazon, serta bank-bank besar seperti Bank of America, telah menyatakan minatnya untuk menerbitkan token sendiri.
Presiden AS Donald Trump pada Juli menandatangani Undang-Undang GENIUS, yang menetapkan kerangka kerja untuk menerbitkan dan memperdagangkan stablecoin.
Para pendukung stablecoin berpendapat token tersebut berguna untuk pembayaran internasional karena sifatnya yang cepat dan berbiaya rendah.
Para analis di bank Inggris Standard Chartered bulan ini mengatakan dalam sebuah catatan stablecoin dapat menarik USD 1 triliun atau Rp 16.608 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.608) simpanan dari bank-bank di pasar negara berkembang selama tiga tahun ke depan.