Liputan6.com, Jakarta - Komisi Jasa Keuangan Korea Selatan berencana mengajukan rancangan undang-undang (RUU) terkait regulasi stablecoin pada Oktober mendatang. Rencana ini berjalan seiring dengan pembahasan Presiden Circle, Heath Tarbert, mengenai peluang kerja sama stablecoin dengan sejumlah bank besar di Korea Selatan.
Melansir Coinmarketcap, Senin (18/8/2025), langkah tersebut dinilai bisa mempercepat pemanfaatan stablecoin di kawasan Asia, menarik minat institusi keuangan, dan memperkuat infrastruktur keuangan digital. Korea Selatan bersama Jepang dipandang sebagai negara yang berada di garis depan dalam penerapan aset digital ini.
Circle Temui Bank-Bank Besar Korea Selatan
Heath Tarbert dijadwalkan bertemu dengan bank-bank utama Korea Selatan, termasuk KB Kookmin dan Hana, untuk membicarakan peluang kolaborasi stablecoin. Menurut riset Coincu, pertemuan ini menindaklanjuti rencana pemerintah Korea Selatan yang akan merilis aturan terkait penerbitan stablecoin, manajemen agunan, serta pengendalian risiko.
RUU tersebut diharapkan bisa memberi kepastian hukum soal penerbitan stablecoin, termasuk kemungkinan peluncuran stablecoin berbasis won selain USDC.
Tingkatkan Integrasi Stablecoin
"Circle berdedikasi untuk bekerja sama dengan regulator dan lembaga keuangan global guna menyediakan layanan mata uang digital yang patuh dan transparan," ujar Heath Tarbert, Presiden Circle.
Pelaku pasar optimistis, regulasi yang lebih jelas akan meningkatkan integrasi stablecoin di Asia dan membuka peluang lebih besar bagi penggunaan USDC maupun aset digital serupa.
Regulasi Jepang dan Korea Dorong Adopsi Stablecoin
Di sisi lain, Jepang juga berencana meresmikan stablecoin berbasis yen pada musim gugur ini. Sejalan dengan langkah Korea Selatan, hal ini dipandang sebagai sinyal kuat bahwa kawasan Asia mulai bergerak ke arah penerimaan stablecoin secara lebih luas.
Kapitalisasi Pasar USDC
Saat ini, USDC yang diterbitkan Circle memiliki kapitalisasi pasar sekitar USD 68,16 miliar dengan volume perdagangan harian mencapai USD 14,44 miliar. Menurut CoinMarketCap, angka itu mencatat perubahan 56,39%, meski harga USDC turun tipis 0,01% dalam 24 jam terakhir.
Riset Coincu menambahkan, kejelasan regulasi dapat mempercepat adopsi kripto institusional di Asia. Jika melihat pengalaman Hong Kong dan Singapura, langkah serupa terbukti mampu meningkatkan likuiditas pasar dan memperkuat sistem pembayaran lintas batas.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Tether Bidik Ekspansi di AS Usai Rilis UU Stablecoin
Sebelumnya, Tether, penerbit stablecoin terbesar di dunia sedang bersiap untuk memperluas kehadirannya di Amerika Serikat (AS). Hal ini setelah penandatanganan undang-undang (UU) kripto oleh Presiden AS Donald Trump.
CEO Tether (USDT) Paolo Ardoino menuturkan kepada Bloomberg, pihaknya sedang bersiap memperluas bisnisnya di AS menyusul pengesahan undang-undang stablecoin AS baru-baru ini. Perseroan bertujuan menyediakan produk stablecoin teregulasi yang dirancang khusus untuk pemakaian institusional, termasuk pembayaran, penyelesaian antarbank dan infrastruktur perdagangan.
"Kami sedang dalam proses membangun strategi domestik AS,” kata Ardoino," seperti dikutip dari Crypto News, Kamis (24/7/2025).
Ia menambahkan, strategi ini akan fokus pada pasar institusional AS, menyediakan stablecoin yang efisien untuk pembayaran, tetapi juga untuk penyelesaian dan perdagangan antarbank.
Perusahaan lebih memilih beroperasi secara privat karena membangun kemitraan yang teregulasi. Token utamanya USDT merupakan aset digital yang paling banyak diperdagangkan, berdasarkan volume secara global, dengan sirkulasi sebesar USD 163 miliar per Juli 2025.