Liputan6.com, Jakarta - Berinvestasi dalam aset kripto ibarat menanam modal pada perusahaan rintisan tahap awal (early-stage startups). Demikian pandangan Chief Investment Officer di Bitwise, Matt Hougan, dalam memo kepada investor pada tanggal 29 September.
“Anda sedang berburu black swans — peluang langka dengan potensi keuntungan luar biasa,” tulis Hougan dikutip dari Yahoo Finance, Rabu (8/10/2025).
“Namun, Anda juga harus siap bahwa sebagian besar investasi Anda akan gagal, bahkan yang besar sekalipun,” tambah dia.
Hougan mencontohkan sejumlah proyek besar seperti Ethereum, Solana, Ripple, Aave, Hyperliquid, dan Chainlink, yang menurutnya tetap memiliki potensi untuk gagal.
“Hampir semua proyek kripto yang ada saat ini bisa gagal. Bahkan, saya menduga jumlah kegagalan proyek bernilai miliaran dolar di industri kripto akan lebih banyak daripada di industri manapun sepanjang sejarah,” ujarnya.
Menurut Hougan, tingginya potensi kegagalan di industri kripto tak lepas dari sifat ambisius proyek-proyek yang ada.
“Proyek kripto tengah membidik pasar dengan potensi terbesar di dunia,” jelasnya.
Bidik Sistem Keuangan Global
Ia menilai bahwa hal inilah yang membuat Bitcoin berpeluang memiliki valuasi sebanding dengan Amazon (NASDAQ: AMZN), yakni sekitar USD 2,3 triliun. Bitcoin, kata Hougan, sedang menargetkan pasar emas yang nilainya mencapai USD 25 triliun.
Sementara itu, blockchain seperti Ethereum dan Solana membidik sistem keuangan global, mulai dari pembayaran hingga perdagangan aset. Hougan mengutip laporan McKinsey tahun 2023 yang mencatat industri pembayaran global memfasilitasi 3,4 triliun transaksi dengan nilai mencapai USD 1,8 kuadriliun.
Adapun Securities and Financial Markets Association bersama Savills memperkirakan nilai gabungan pasar saham, obligasi, dan properti dunia mencapai USD 665 triliun.
“Pasar-pasar ini sangat besar hingga tidak ada satu perusahaan terpusat pun yang mampu menguasainya lebih dari sebagian kecil saja,” jelas Hougan.
“Namun Ethereum dan Solana berbeda. Sebagai supercomputer terdesentralisasi berskala global, mereka punya peluang nyata untuk menguasai pangsa besar. Itulah mengapa valuasi mereka kini sekitar USD 500 miliar dan USD 100 miliar.”
Tether Incar Valuasi Raksasa
Hougan juga menyoroti langkah Tether, penerbit stablecoin terbesar di dunia, yang disebut tengah berupaya menggalang dana dengan valuasi sekitar USD 500 miliar, menjadikannya salah satu startup paling bernilai tinggi sejajar dengan OpenAI dan SpaceX milik Elon Musk.
“Tether sedang membidik pasar yang sangat besar,” kata Hougan.
“Mereka memiliki hampir 100 persen pangsa pasar stablecoin di negara-negara non-Barat. Ada kemungkinan banyak negara berkembang akan beralih dari mata uang nasional mereka ke penggunaan USDT. Jika itu terjadi, Tether bisa mengelola triliunan dolar dan meraup seluruh bunga dari aset tersebut.”
Menurut dasbor metrik utama Tether, produk andalan mereka USDT saat ini digunakan oleh sekitar 489 juta pengguna di seluruh dunia. Tether juga mengklaim memegang lebih dari USD 127 miliar dalam bentuk surat utang pemerintah AS (U.S. Treasuries) per kuartal kedua tahun 2025 sebagai bagian dari cadangan USDT-nya.
Dalam skenario di mana Tether benar-benar mengelola aset hingga triliunan dolar, Hougan memperkirakan perusahaan itu dapat melampaui laba tahunan Saudi Aramco yang mencapai USD 120 miliar pada 2024, jadi rekor keuntungan tertinggi dalam sejarah korporasi global.
Sebagai perbandingan, Tether dilaporkan meraih laba sekitar USD 13 miliar pada 2024.