Bitcoin Terus Catat Rekor, Namun Keuntungan Pasca-Halving Kian Menyusut

2 weeks ago 10

Liputan6.com, Jakarta - Harga Bitcoin (BTC) kembali mencetak sejarah, namun tren jangka panjang menunjukkan pola menarik: setiap kali terjadi halving, harga memang melonjak ke level tertinggi baru, tetapi tingkat keuntungannya makin mengecil.

Penelitian terbaru bahkan menegaskan bahwa "laju keuntungan pasca-halving terus berkurang sejak halving kedua."

Dikutip dari coinmarketcap, Senin (6/10/2025), sejak 2012, imbalan blok Bitcoin telah dipangkas 87,5% — dari 25 BTC menjadi 3,125 BTC saat ini. Mekanisme ini menciptakan narasi kelangkaan yang menjadi dasar reli harga.

Dalam periode itu, nilai Bitcoin sudah melesat lebih dari 9.110 kali lipat, dari hanya beberapa dolar hingga mencapai USD 109.000 pada September 2025 dan menembus USD 120.000 sebulan kemudian.

Namun, data CoinGecko menunjukkan bahwa skala keuntungan makin terbatas. Pada 2017, siklus halving kedua mencatat lonjakan 29 kali lipat. Siklus 2021 turun jadi 6,7 kali, sementara siklus terbaru pada 2025 hanya sekitar 93,1%.

Menariknya, pola ini sempat terganggu ketika Bitcoin lebih dulu mencetak rekor USD 73.400 pada Maret 2024, beberapa bulan sebelum halving keempat.

Di sisi lain, pasar makin likuid: volume perdagangan harian yang hanya USD 20 juta di 2013, kini melonjak menjadi hampir USD 30 miliar pada 2025.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Institusi Makin Agresif Kumpulkan Bitcoin

Meski imbal hasil menurun, perusahaan publik justru kian gencar menambah kepemilikan. Hingga 3 Oktober 2025, hampir 200 perusahaan publik menguasai 1,04 juta BTC, setara dengan hampir 5% dari total pasokan. MicroStrategy tetap menjadi raksasa dengan 640.031 BTC, mencakup 63,2% dari total kepemilikan korporasi.

Pemain baru pun bermunculan. Twenty One, perusahaan yang didukung Tether, Bitfinex, Cantor Fitzgerald, dan SoftBank, sudah mengakumulasi 43.514 BTC sejak Mei 2025, menjadikannya pemegang terbesar ketiga.

Di AS, KindlyMD memperluas kepemilikan melalui merger dengan Nakamoto BTC Holdings, menambah 5.765 BTC, sekaligus menyiapkan rencana penggalangan dana senilai $5 miliar.

Di tingkat global, MetaPlanet di Jepang dan Treasury BV di Eropa juga agresif menambah pundi-pundi Bitcoin. Treasury BV bahkan mengalokasikan USD 147 juta untuk membeli lebih dari 1.000 BTC.

Infrastruktur Penambangan Kian Kuat

Selain kepemilikan institusional, jaringan Bitcoin juga makin kokoh. Dalam setahun terakhir, hash rate melonjak 88%, dari 670 juta TH/s menjadi 1,266 ZH/s, mencerminkan tingginya partisipasi penambang individu maupun korporasi.

Di Amerika Serikat, ekosistem penambangan berkembang pesat. Relokasi produsen perangkat keras asal Tiongkok seperti Bitmain, Canaan, dan MicroBT ke AS ikut memperkuat industri. Perusahaan domestik seperti HIVE, Hut 8, Marathon, dan CleanSpark juga fokus mengembangkan fasilitas dengan energi terbarukan.

Momentum ini makin kuat setelah Eric Trump ikut mendirikan American Bitcoin Corp, yang langsung melakukan debut di Nasdaq.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |