Korea Selatan Genjot Adopsi Stablecoin, Hadapi Persaingan AS dan Jepang

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Jasa Keuangan Korea Selatan Lee Eok-won mengatakan, pemerintah Korea Selatan berupaya meluncurkan stablecoin yang dipatok KRW dan diharapkan tidak ada risiko. Upaya ini sebagai langkah mengejar Amerika Serikat dan Jepang yang juga mengembangkan aset digital.

Sementara itu, anggota parlemen tengah mempersiapkan putaran baru undang-undang kripto. "Kita tidak boleh tertinggal dari tren internasional. Seharusnya tidak ada risiko yang terlibat,” ujar Lee Eok-won, seperti dikutip dari Yahoo Finance, Kamis (13/11/2025).

Ia menambahkan, hal terpenting adalah menjaga konsistensi internasional. "Itu termasuk memahami perkembangan internasional, serta sistem dan standar kelembagaan yang digunakan oleh rekan-rekan internasional kita,” kata dia.

Ia mengatakan, jika pemerintah dapat meyakinkan bank sentral yang tertutup, anggota parlemen yakin dapat mengejar kemajuan stablecoin di Jepang dan Amerika Serikat.

Pada 2019, Pemerintah Korea Selatan melarang semua bentuk penerbitan token.

Namun, pemerintahan Lee Jae-myung ingin mengizinkan perusahaan teknologi dan bank swasta untuk menerbitkan koinnya dengan harapan akan muncul pesaing domestik seperti USDT dan USDC.

Komentar ini muncul ketika stablecoin telah melonjak sekitar 50% hingga mencapai USD 305 miliar atau Rp 5.104 triliun pada 2025, menurut data dari DeiLlama. Sekitar 99,6% dari stablecoin itu dipatok terhadap dolar AS oleh stablecoin seperti tether dan circle.

Meski demikian, upaya untuk meluncurkan stablecoin berbasis fiat lainnya mulai bermunculan di negara-negara seperti Eropa dan Jepang.

Lee Eon-won dan pemerintah Korea Selatan optimistis terhadap adopsi stablecoin sejak terpilihnya Lee Jae-myung pada Juni.

Salah satu janji Lee Jae-myung adalah pengenalan stablecoin yang dipatok pada KRW.

Namun, Bank of Korea sejauh ini masih menunda-nunda masalah ini, menyatakan kekhawatiran membiarkan perusahaan swasta menerbitkan koin mereka sendiri akan merusak keamanan finansial.

Kepada DL News, pemimpin riset di jaringan riset kripto Four Pillars Bok Jin-sol mengatakan stablecoin "tidak menawarkan manfaat praktis yang besar bagi Korea Selatan karena undang-undang valuta asing negara itu ketat, dan ekosistem fintech serta aplikasi super sudah mapan."

"Itulah sebabnya Bank of Korea tetap cukup berhati-hati terhadapnya," kata Bok.

Namun, kepala FSC mengatakan stablecoin dapat "memberikan Korea Selatan peluang untuk berinovasi."

Lee Eok-won menuturkan, stablecoin harus diintegrasikan dengan cara yang membuka peluang baru.

Namun, Lee Eok-won memperingatkan, regulator harus membangun sistem perlindungan ke dalam setiap sistem keuangan baru.

"Karena ini adalah terra incognita, kita harus mencermati potensi dampak stablecoin terhadap pasar keuangan. Kita harus membangun sistem perlindungan ke dalam sistem," ujar kepala FSC.

Bank of Korea baru-baru ini merilis laporan setebal 157 halaman yang memuat berbagai kekhawatirannya tentang adopsi stablecoin. Laporan itu menyatakan, koin yang dipatok pada KRW dapat memicu pelarian modal, melemahkan protokol perlindungan konsumen dan merusak kemampuan Bank of Korea untuk menciptakan kebijakan moneter yang efektif.

Awal pekan ini, anggota parlemen Min Byoung-dug, salah satu sekutu politik utama Lee Jae-myung, mengecam kekhawatiran Bank of Korea, menyebutnya sebagai "berita-berita menakutkan".

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.