Changpeng Zhao Debat Panas Lawan Peter Schiff Soal Emas dan Bitcoin

Liputan6.com, Jakarta - Debat antara pendiri Binance, Changpeng Zhao (CZ), dan ekonom Peter Schiff menjadi sorotan publik setelah keduanya beradu argumen mengenai keunggulan Bitcoin dan emas dalam bentuk tokenisasi. Dalam ajang Binance Blockchain Week, Schiff dibuat kesulitan saat Changpeng Zhao menantangnya memverifikasi keaslian sebongkah emas secara langsung di atas panggung.

Changpeng Zhao terlebih dahulu menjelaskan bahwa Bitcoin dapat diverifikasi dengan cepat dan transparan melalui jaringan blockchain.

“Jika saya memberikan Anda Bitcoin sekarang, kita bisa langsung memastikan transaksinya. Semua tercatat on-chain,” ujar Changpeng Zhao dikutip dari coinmarketcap, Sabtu (6/12/2025).

Tak lama setelah itu, Changpeng Zhao menyerahkan sebongkah emas bertuliskan Kyrgyzstan, 1.000 gram, fine gold 999.9, lengkap dengan nomor seri.

“Apakah ini emas asli?” tanya Changpeng Zhao.

Schiff terdiam dan menjawab, “Saya tidak tahu.”

Momen tersebut memicu diskusi besar mengenai keandalan emas fisik dibanding aset digital. Schiff, yang dikenal sebagai kritikus Bitcoin, tetap menegaskan bahwa gold tokenization justru memperbaiki sifat moneter emas tanpa menghilangkan fungsi dasarnya.

Namun perdebatan itu makin menarik setelah Schiff gagal memastikan keaslian emas secara langsung.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Schiff kemudian membalas dengan menyoroti keunggulan emas yang ditokenisasi (tokenized gold). Menurutnya, bentuk digital emas tersebut mampu menghilangkan kendala logistik tanpa mengurangi nilai intrinsik komoditas tersebut.

“Token emas adalah bukti kepemilikan di dalam brankas, sementara emas fisiknya tetap menjadi penyimpan nilai yang kuat,” ujar Schiff.

Ia juga menegaskan bahwa emas memiliki nilai yang didukung oleh utilitas, kelangkaan, dan rekam jejak sejarah.

“Nilainya bukan karena bisa disentuh, tetapi karena emas memiliki kegunaan nyata sebagai logam,” tambahnya.

Namun Changpeng Zhao menanggapi dengan menyebut Bitcoin sebagai mata uang internet. Ia menilai tokenized gold tetap memiliki kelemahan mendasar karena investor tetap harus percaya bahwa penerbit benar-benar menyimpan emas yang diklaim.

Changpeng Zhao juga menolak anggapan bahwa uang harus berbasis aset fisik, dengan mencontohkan Google dan X yang jelas bernilai meski bersifat virtual.

Perdebatan keduanya semakin menarik ketika pembahasan masuk ke proses verifikasi emas. Saat Bitcoin dapat diverifikasi dalam hitungan detik, pengecekan emas justru membutuhkan proses teknis yang kompleks. Metode seperti X-Ray Fluorescent Spectroscopy, Ultrasound, dan Eddy Current testing memang ada, tetapi memerlukan alat khusus, tenaga ahli, serta tidak sepenuhnya akurat.

Menurut London Bullion Market Association (LBMA), tidak ada metode non-destruktif yang dapat memberikan kepastian 100 persen mengenai kandungan emas. Satu-satunya cara memastikan keaslian total adalah dengan melelehkan emas tersebut—sebuah proses yang tidak praktis.

Momen tarik ulur antara Changpeng Zhao dan Peter Schiff ini kembali menegaskan perbedaan fundamental antara emas fisik dan aset digital seperti Bitcoin.

Debat tersebut meninggalkan pertanyaan besar: manakah yang lebih unggul di era modern—emas, tokenized gold, atau Bitcoin?