Liputan6.com, Jakarta Fenomena "Rojali" dan "Rohana" kini tengah menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat Indonesia. Istilah ini merujuk pada perubahan signifikan dalam perilaku konsumen, khususnya di pusat perbelanjaan. Kondisi ini mencerminkan dinamika ekonomi dan sosial yang sedang terjadi.
Rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya nanya (Rohana) adalah akronim yang viral di media sosial. Akronim ini menggambarkan pengunjung mal yang datang tanpa melakukan transaksi pembelian. Mereka cenderung hanya berjalan-jalan, melihat-lihat, atau menikmati fasilitas yang tersedia. Fenomena ini menjadi sorotan utama bagi para pelaku usaha ritel.
Kemunculan Rojali dan Rohana ini tidak hanya sekadar tren sesaat, melainkan indikator penting dari melemahnya daya beli masyarakat serta pergeseran preferensi belanja. Kondisi ini menuntut berbagai pihak untuk memahami lebih dalam penyebab dan dampaknya. Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai fenomena yang ramai di masyarakat ini.
Lantas apa itu fenomena Rojali dan Rohana yang tengah ramai di masyarakat? Melansir dari berbagai sumber, Senin (28/7), simak ulasan informasinya berikut ini.
Pengertian Fenomena Rojali dan Rohana
Fenomena Rojali dan Rohana adalah istilah akronim yang kini populer untuk menggambarkan perilaku pengunjung di pusat perbelanjaan. Meskipun kedua istilah ini belum tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), popularitasnya telah menyebar luas dan menjadi perbincangan hangat di berbagai platform.
Rojali sendiri merupakan akronim dari "rombongan jarang beli". Sementara itu, Rohana adalah akronim dari "rombongan hanya nanya". Kedua akronim atau istilah ini secara spesifik merujuk pada sekelompok orang yang mengunjungi mal tanpa melakukan transaksi pembelian yang signifikan.
Menghimpun informasi yang ramai jadi perbincangan di media sosial, Rojali adalah singkatan dari "rombongan jarang beli", yang menggambarkan sekelompok orang yang datang ke pusat perbelanjaan dalam jumlah besar. Mereka cenderung hanya berjalan-jalan, melihat-lihat, berfoto, atau menikmati fasilitas yang ada tanpa melakukan transaksi. Untuk Rohana, meskipun belum ada makna resmi yang disepakati, beberapa penafsiran kreatif beredar di media sosial seperti "rombongan hanya nanya-nanya", "rombongan hanya narsis", atau "rombongan hanya nongkrong saja".
Ciri-ciri umum pengunjung yang tergolong dalam fenomena Rojali meliputi:
- Datang bersama teman atau keluarga dalam jumlah banyak.
- Menghabiskan waktu lama di area publik seperti food court, lorong mal, atau spot foto.
- Tidak melakukan pembelian, hanya bertanya-tanya atau melihat-lihat barang.
- Menggunakan fasilitas gratis seperti Wi-Fi, pendingin ruangan, atau tester produk.
- Sering merekam konten untuk media sosial tanpa berinteraksi dengan tenant.
Faktor Pemicu Kemunculan Rojali dan Rohana
Fenomena Rojali dan Rohana bukanlah hal yang sepenuhnya baru, namun intensitas kemunculannya meningkat signifikan dan menjadi viral belakangan ini. Peningkatan ini dipicu oleh beberapa faktor utama yang saling berkaitan erat dengan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
Salah satu penyebab utama adalah melemahnya daya beli masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah. Kondisi ekonomi global yang bergejolak turut memengaruhi Indonesia, menyebabkan masyarakat menjadi lebih selektif dan berhati-hati dalam setiap keputusan pembelian. Penurunan pendapatan rata-rata ini membuat banyak orang datang ke pusat perbelanjaan hanya untuk sekadar berjalan-jalan tanpa niat bertransaksi. Bahkan, fenomena serupa juga merambah ke platform belanja daring.
Selain itu, mal kini banyak dianggap sebagai ruang publik dan hiburan yang terjangkau. Dengan fasilitas yang nyaman, aman, dan sejuk, serta banyaknya spot foto Instagramable yang bisa diakses gratis, mal menjadi pilihan populer untuk bersantai atau melepas penat tanpa harus mengeluarkan uang. Perilaku ini juga didorong oleh keinginan masyarakat untuk berinteraksi secara sosial setelah pandemi COVID-19.
Perubahan perilaku konsumen juga turut berkontribusi pada fenomena ini. Masyarakat kini cenderung lebih tertarik berbelanja secara daring karena perbandingan harga yang lebih murah, kepraktisan, dan ketersediaan produk yang lebih beragam. Banyak konsumen yang melihat barang secara langsung di mal, kemudian memilih untuk membelinya secara daring karena selisih harga yang signifikan. Bahkan fenomena ini terlihat pula di pameran besar seperti GIIAS.
Implikasi Fenomena Rojali dan Rohana bagi Ekonomi
Fenomena Rojali dan Rohana, meskipun terkesan sepele, memiliki dampak signifikan yang terasa terutama bagi sektor ritel dan perekonomian secara keseluruhan. Kehadiran pengunjung yang tinggi di pusat perbelanjaan tidak selalu berbanding lurus dengan angka penjualan yang dicapai.
Bagi pelaku usaha ritel, dampak utamanya adalah omzet yang cenderung menurun meskipun jumlah pengunjung tampak ramai. Para pegawai ritel juga merasakan langsung penurunan penjualan, dengan persentase pelanggan yang benar-benar membeli menjadi lebih rendah. Kondisi ini menuntut para pelaku usaha untuk lebih kreatif dalam menyusun strategi agar dapat mengonversi kehadiran pengunjung menjadi transaksi pembelian.
Lebih jauh, fenomena ini merupakan sinyal kuat adanya penurunan daya beli masyarakat yang berpotensi menimbulkan dampak besar bagi ekonomi makro. Bank Indonesia (BI) bahkan menyoroti fenomena ini sebagai indikator penting bahwa masyarakat sedang menyesuaikan pola konsumsi mereka dengan kondisi ekonomi yang ada. Dampak yang mungkin terjadi meliputi:
- Turunnya Permintaan Barang dan Jasa: Konsumen menahan pengeluaran, menyebabkan permintaan menurun secara signifikan.
- Produksi Menurun dan PHK Meningkat: Ketika permintaan turun, perusahaan mengalami tekanan keuangan dan memangkas biaya dengan mengurangi tenaga kerja.
- Terganggunya Konsumsi dan Pendapatan UMKM: Penurunan daya beli berdampak langsung pada kelangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah.
- Peningkatan Pengangguran dan Penurunan Investasi: Peningkatan pengangguran memperburuk daya beli, dan ketidakpastian ekonomi membuat pelaku bisnis ragu menanamkan modal baru, berdampak pada pertumbuhan jangka panjang.
Tanggapan dan Strategi Menghadapi Rojali dan Rohana
Berbagai pihak telah memberikan tanggapan dan mulai mengupayakan solusi untuk menghadapi fenomena Rojali dan Rohana ini. Pemerintah dan regulator memiliki pandangan serta kebijakan tersendiri dalam menyikapi perubahan perilaku konsumen ini.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menganggap perilaku Rojali dan Rohana sebagai hal yang wajar dan telah ada sejak lama, di mana konsumen memiliki kebebasan memilih antara berbelanja daring atau luring. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) telah mengambil langkah dengan menurunkan BI Rate untuk menekan Cost of Fund (COF) dan bunga kredit, dengan harapan dapat mendorong kembali aktivitas belanja dan sektor produksi. Pemerintah juga didorong untuk membuat stimulus ekonomi yang menargetkan kelompok menengah, seperti diskon listrik atau kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), demi memulihkan daya beli.
Dari sisi pelaku usaha, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonsus Widjaja, menjelaskan bahwa Rojali bukanlah tren baru, melainkan fenomena lama yang intensitasnya meningkat akibat melemahnya daya beli. Meskipun demikian, Alphonsus menilai fenomena ini belum mengganggu kinerja pusat perbelanjaan secara signifikan, terutama di luar Pulau Jawa. Namun, jika daya beli masyarakat tidak segera pulih, efeknya dapat meluas ke berbagai sektor ekonomi.
Menyikapi kondisi ini, banyak mal mulai mengubah konsep dengan menghadirkan lebih banyak spot interaksi sosial alih-alih hanya menambah toko. Pengelola mal juga gencar mengadakan berbagai promosi, diskon, paket bundling, hingga strategi pemasaran digital untuk menarik konsumen. Pelaku usaha ritel dituntut untuk menyusun ulang strategi pemasaran dan pelayanan mereka agar lebih relevan dengan kebiasaan konsumen masa kini dan mampu mengonversi kunjungan menjadi penjualan.
Fenomena Rojali dan Rohana, meskipun seringkali disikapi dengan jenaka, sesungguhnya mencerminkan realitas sosial dan ekonomi yang kompleks di Indonesia. Ini adalah indikator penting dari perubahan perilaku konsumen yang patut dicermati secara serius oleh semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat.
People Also Ask
1. Apa itu fenomena Rojali dan Rohana?
Jawaban: Fenomena Rojali dan Rohana adalah istilah akronim viral yang menggambarkan perilaku pengunjung pusat perbelanjaan. Rojali (rombongan jarang beli) merujuk pada orang yang hanya melihat-lihat tanpa membeli, sedangkan Rohana (rombongan hanya nanya) adalah mereka yang hanya bertanya-tanya.
2. Apa penyebab utama munculnya fenomena Rojali dan Rohana?
Jawaban: Penyebab utamanya adalah melemahnya daya beli masyarakat, mal yang berfungsi sebagai ruang publik dan hiburan murah, serta pergeseran perilaku konsumen ke belanja daring.
3. Bagaimana dampak fenomena Rojali dan Rohana terhadap sektor ritel?
Jawaban: Dampaknya adalah omzet pelaku usaha ritel menurun meskipun jumlah pengunjung tinggi, serta menuntut strategi pemasaran yang lebih kreatif untuk mengonversi kunjungan menjadi pembelian.
4. Apa implikasi fenomena ini bagi ekonomi makro Indonesia?
Jawaban: Fenomena ini mengindikasikan penurunan daya beli masyarakat, berpotensi menurunkan permintaan barang dan jasa, produksi, serta meningkatkan pengangguran dan mengurangi investasi.