Harga Bitcoin Lesu, Sentimen Ini Perlu Dicermati Investor di Pasar Kripto

Liputan6.com, Jakarta - Harga bitcoin (BTC) anjlok selama sepekan terakhir. Koreksi kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar ini, menurut analis didorong kombinasi dari sejumlah sentimen antara lain gabungan krisis likuiditas, kondisi makro yang tidak mendukung hingga sinyal teknikal bearish.

Demikian disampaikan Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur kepada Liputan6.com, ditulis Sabtu, (22/11/2025).

"Tekanan pada harga Bitcoin terjadi karena gabungan krisis likuiditas, kondisi makro yang tidak mendukung, dan sinyal teknikal bearish,” ujar dia

Ia mengatakan, meskipun peluang rebound jangka pendek tetap ada karena kondisi oversold, pemulihan yang lebih kuat kemungkinan baru terjadi jika ada inflow baru ke ETF, sinyal dovish dari The Fed, atau perbaikan likuiditas di pasar.  

Adapun berdasarkan data Coinmarketcap, harga bitcoin turun 10,84% dalam sepekan terakhir. Selama 24 jam terakhir, koreksi harga bitcoin mulai berkurang. Harga BTC turun 2,5%. Pada Sabtu pagi pukul 08.49 WIB, harga bitcoin berada di posisi USD 84.997 atau Rp 1,4 miliar (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.666).

Seiring koreksi harga bitcoin yang masih terjadi, apa saja sentimen yang perlu diwaspadai hingga akhir 2025?

Fyqieh Fachrur menuturkan,  ke depan, ada beberapa sentimen penting yang perlu dicermati oleh pelaku pasar. Perubahan kebijakan moneter, terutama arah suku bunga The Federal Reserve (the Fed). Hal ini, menurut Fyqieh, menjadi faktor utama karena penurunan ekspektasi pemotongan suku bunga biasanya menekan minat terhadap aset berisiko seperti Bitcoin.

Selain itu, ia mengatakan, arus dana institusional melalui ETF Bitcoin juga perlu diperhatikan. Kemudian, masuknya dana baru dapat memperkuat harga, sementara arus keluar besar dapat menjadi tanda melemahnya kepercayaan pasar.

“Regulasi juga menjadi sentimen krusial, karena pengumuman kebijakan yang lebih ketat atau insiden keamanan seperti hack dapat memicu tekanan jual mendadak,” kata dia.

Fyqieh menuturkan, faktor lain yang patut diwaspadai adalah dinamika on-chain dan perilaku pelaku besar (whale), seperti meningkatnya aliran Bitcoin ke bursa atau mulai terjadinya aksi jual dalam skala besar. Sentimen publik juga berperan penting, terlihat dari indikator seperti Fear & Greed Index atau tren percakapan di media sosial yang sering memicu perubahan mood pasar.

"Mengawasi gabungan sentimen-sentimen ini dapat membantu investor memahami perubahan arah pasar lebih cepat dan mengambil keputusan yang lebih bijak,” ujar dia.

Saat ditanya mengenai dampak koreksi pasar kripto global terhadap investor Tokocrypto, Fyqieh menuturkan, penurunan pasar kripto global memang memicu kekhawatiran, tetapi pola perilaku investor biasanya tidak seragam.

"Di Tokocrypto, tren umum yang terlihat pada periode koreksi seperti ini justru menunjukkan bahwa tidak seluruh investor panik atau melakukan aksi jual besar-besaran,” ujar dia.

Ia mengatakan, sebagian pengguna ritel memang cenderung mengurangi eksposur akibat ketidakpastian, tetapi banyak juga investor yang mengambil pendekatan lebih rasional dengan menunggu, menahan aset (hold), atau memanfaatkan harga turun untuk akumulasi bertahap.

Fyqieh mengatakan, pengguna Tokocrypto terlihat mulai melepas sebagian posisi mereka di Bitcoin dan mengalihkan perhatian ke sejumlah altcoin yang sedang mengalami reli.

"Contohnya, hari ini (Jumat-red) token seperti Tensor (TNSR) melonjak lebih dari 100 persen dan menjadi incaran banyak pengguna untuk aksi beli cepat. Pergeseran ini menunjukkan bahwa sebagian investor ritel memilih memanfaatkan peluang jangka pendek di aset yang volatil ketika pasar utama seperti Bitcoin sedang tertekan,” kata dia.

Selain itu, ia menambahkan, fitur DCA dan staking di Tokocrypto juga mencatat lonjakan transaksi yang lebih tinggi dibandingkan aktivitas trading di market spot.

"Artinya, banyak pengguna justru mengambil pendekatan yang lebih defensif dan terencana,” ujar dia.

Fyqieh mengatakan, mereka memilih mengamankan aset melalui staking untuk mendapatkan imbal hasil pasif, atau menerapkan strategi DCA untuk mengakumulasi aset secara bertahap di tengah koreksi harga.

"Pola ini menunjukkan bahwa meski ada perpindahan dana ke altcoin tertentu, mayoritas pengguna tidak melakukan panic selling, melainkan menyesuaikan strategi agar tetap aman dan produktif dalam kondisi pasar yang menurun,” ujar dia.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.