Bos Coinbase Sebut Sistem Keuangan Tradisional Rusak, Anak Muda Beralih ke Kripto

Liputan6.com, Jakarta - CEO sekaligus pendiri Coinbase, Brian Armstrong, menyebut sistem keuangan tradisional saat ini berada dalam kondisi “rusak”. Pernyataan tersebut ia sampaikan melalui unggahan di platform X, yang kembali menguatkan narasi lama di kalangan komunitas kripto.

Dikutip dari coinmarketcap, Rabu (17/12/2025), dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah pelaku industri kripto menilai teknologi blockchain berpotensi menggantikan sistem keuangan konvensional sepenuhnya. Mereka menyoroti berbagai kelemahan sistem lama dan membandingkannya dengan keunggulan blockchain yang dinilai lebih efisien dan transparan.

Pandangan serupa juga datang dari CEO Fidelity, Abigael Johnson, yang menyebut teknologi di balik sistem keuangan tradisional sebagai sesuatu yang “menakutkan” dan masih sangat primitif. Menurutnya, blockchain pada akhirnya akan menggantikan fondasi sistem keuangan yang ada saat ini.

Armstrong menilai masalah pada sistem keuangan tradisional tidak hanya berdampak pada efisiensi, tetapi juga merusak ekosistem investasi, khususnya bagi generasi muda. Ia menyebut terjadi pergeseran besar dalam cara anak muda memandang investasi dan pembangunan kekayaan.

“Kami tahu cara kerja sistem keuangan tradisional saat ini sudah rusak. Sistem tersebut juga merusak ekosistem investasi, dan kini terjadi pergeseran generasi—kaum muda merasa terpinggirkan dari jalur lama pembentukan kekayaan, sehingga semakin banyak yang melirik aset alternatif seperti kripto,” tulis Armstrong dalam unggahannya di X.

Pernyataan tersebut mendapat respons luas dari komunitas kripto dan pelaku pasar global.

Armstrong menjelaskan bahwa generasi muda merasa terkunci dari jalur akumulasi kekayaan tradisional, sehingga mulai melirik aset alternatif seperti kripto. Pandangan ini diamini oleh sejumlah pengguna X, salah satunya Karol Kozicki.

“Tangga kekayaan tradisional sudah rusak, dan kripto menjadi salah satu jalan keluar nyata bagi generasi kami untuk membangun kekayaan yang signifikan,” tulis Kozicki.

Sebelumnya, Armstrong juga mengungkap bahwa Gen Z dan milenial kini melihat kripto sebagai bagian fundamental dari rencana ekonomi mereka. Berdasarkan data internal Coinbase, generasi muda mengalokasikan dana ke aset alternatif hingga tiga kali lebih besar dibandingkan investor yang lebih tua.

Data tersebut menunjukkan sekitar 73 persen anak muda merasa semakin sulit membangun kekayaan melalui jalur investasi tradisional. Selain itu, 45 persen investor muda tercatat memiliki aset kripto, jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok investor senior yang hanya 18 persen.

Tak hanya itu, sekitar 30 persen investor muda berencana membeli ETF kripto, sementara minat investor yang lebih tua berada di kisaran 18 persen.

Armstrong juga menyoroti karakter investor muda yang lebih berani mengambil risiko demi peluang imbal hasil lebih tinggi. Mereka tercatat menggunakan margin hampir dua kali lebih sering dibandingkan investor senior dan memiliki ekspektasi keuntungan yang lebih agresif.

Optimisme terhadap masa depan kripto juga terlihat jelas. Sekitar 80 persen investor muda meyakini peran kripto akan menjadi semakin penting di masa depan, sementara pada kelompok usia lebih tua angkanya berada di kisaran 60 persen.

Sementara itu, Abigael Johnson menilai transisi menuju blockchain tidak akan terjadi secara instan. Menurutnya, perubahan akan didorong oleh kompetisi pasar dan penyesuaian regulasi. Ia menegaskan, institusi yang gagal beradaptasi berisiko kehilangan pangsa pasar.

Sejumlah bank besar Wall Street kini mulai menguji inisiatif kripto, seiring derasnya aliran dana ke ETF Bitcoin dan Ethereum. Fidelity sendiri telah berada di garis depan adopsi blockchain. Hingga awal Desember, ETF Bitcoin milik Fidelity tercatat mengelola sekitar US$20 miliar, terbesar kedua setelah BlackRock.

Perusahaan tersebut juga meluncurkan produk pasar uang berbasis token dan ETF Solana, menandai semakin kuatnya integrasi kripto dalam sistem keuangan global.