Liputan6.com, Jakarta - Seorang wanita asal Arizona Amerika Serikat (AS), Christina Marie Chapman, dijatuhi hukuman 8 tahun 6 bulan penjara oleh pengadilan federal setelah terbukti membantu agen Korea Utara menyusup ke ratusan perusahaan teknologi dan kripto di Amerika Serikat.
Dikutip dari coinmarketcap, Minggu (26/7/2025), Chapman dinyatakan bersalah atas beberapa pelanggaran serius, termasuk:
- Konspirasi penipuan siber (wire fraud)
- Pencurian identitas dengan pemberatan
- Konspirasi pencucian uang
Total hukuman penjara yang dijatuhkan adalah 102 bulan, disertai kewajiban membayar restitusi sebesar USD 177.000, menyita aset senilai USD 284.000, serta menjalani 3 tahun masa pembebasan bersyarat setelah masa tahanan.
Menurut jaksa, Chapman bekerja sama dengan individu yang terkait dengan pemerintah Korea Utara (DPRK). Ia membantu mereka menyamar sebagai warga negara Amerika untuk mendapatkan pekerjaan jarak jauh sebagai tenaga ahli teknologi informasi (TI) di perusahaan-perusahaan di AS.
Melalui cara ini, para peretas berhasil memperoleh penghasilan ilegal lebih dari USD 17 juta, menyusup ke 309 perusahaan di AS dan dua perusahaan internasional.
Dalam prosesnya, identitas 68 warga AS dicuri dan disalahgunakan.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Pola Serangan Korea Utara Makin Canggih
Kasus Chapman merupakan salah satu infiltrasi terbesar oleh operator TI Korea Utara yang berhasil diungkap dan ditindak oleh Departemen Kehakiman AS.
Serangan semacam ini kini menjadi tren, di mana agen Korea Utara menggunakan identitas palsu atau curian untuk masuk ke perusahaan teknologi dan kripto di berbagai negara Barat.
Beberapa contoh terbaru termasuk:
- Perusahaan token virtual asal Serbia
- Proyek kripto yang berbasis di Inggris
Dalam kasus-kasus ini, kerugian bisa mencapai ratusan ribu dolar dalam bentuk aset digital.
Pemerintah AS menyatakan bahwa skema ini tidak hanya soal pencurian digital, tetapi juga mendanai program senjata pemusnah massal milik Korea Utara.
Departemen Keuangan AS pun telah memberikan sanksi kepada dua individu dan empat organisasi yang terlibat dalam jaringan ini.
Risiko Hukum bagi Perusahaan yang Tidak Waspada
Para pakar hukum memperingatkan bahwa perusahaan AS yang tanpa sadar mempekerjakan pekerja TI dari Korea Utara bisa tetap dikenai sanksi hukum, meskipun mereka tidak tahu asal usul sebenarnya dari pekerja tersebut.
Bahkan jika pembayaran dilakukan kepada individu yang menyamar atau menggunakan identitas curian, perusahaan bisa terkena:
- Sanksi pidana atau perdata
- Denda
- Kerusakan reputasi
- Pelanggaran sanksi internasional
Mereka menekankan pentingnya proses verifikasi identitas yang ketat, terutama untuk posisi sensitif di bidang teknologi dan keuangan.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi perusahaan teknologi dan kripto di seluruh dunia agar lebih waspada terhadap penyusupan digital.