Liputan6.com, Jakarta - Investasi aset kripto, khususnya Bitcoin, tak lagi hanya menjadi ranah investor perorangan. Laporan terbaru dari firma jasa keuangan River mengungkapkan, perusahaan swasta semakin gencar menginvestasikan laba mereka ke aset digital ini, dengan alasan utama untuk melindungi nilai aset dari gerusan inflasi.
Dilansir dari Yahoo Finance pada Selasa , (16/8/2025), berdasarkan survei yang dilakukan River pada Juli terhadap lebih dari 3.000 klien, bisnis swasta rata-rata menginvestasikan 22% dari laba bersih mereka ke Bitcoin, dengan nilai median 10%.
Angka ini menunjukkan minat yang sangat serius, bahkan lebih dari 10% responden mengaku mengalokasikan lebih dari separuh pendapatan mereka ke Bitcoin.
River mencatat, hampir 64% dari perusahaan ini melihat Bitcoin sebagai investasi jangka panjang dan mengakumulasinya tanpa rencana untuk menjual atau menyeimbangkan portofolio dalam waktu dekat.
Sementara itu, 25% sisanya berencana melakukan penyeimbangan kembali, 6,5% bertekad untuk mempertahankan posisi, dan 5,2% belum memiliki strategi yang jelas.
Melawan Inflasi dan Risiko Tradisional
River menjelaskan, perusahaan semakin beralih ke Bitcoin karena kemampuannya dalam menahan inflasi, menawarkan likuiditas, dan perlindungan terhadap risiko pihak ketiga. Aset kas tradisional seperti obligasi pemerintah dan reksa dana pasar uang dianggap gagal mempertahankan daya beli.
"Sejak 2020, perusahaan-perusahaan besar seperti Microsoft, Google, dan Apple telah kehilangan puluhan miliar daya beli akibat menyimpan instrumen tradisional ini. Seandainya mereka mengalokasikan bahkan 1% dari kas mereka ke Bitcoin pada 2020, kerugian tersebut akan sepenuhnya tertutupi," kata River.
Didominasi Perusahaan-Perusahaan Kecil
Namun, adopsi Bitcoin ini masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan kecil. River menyebut, 75% dari klien mereka memiliki kurang dari 50 karyawan.
Faktor pendorongnya adalah pengambilan keputusan yang lebih cepat dan kerentanan yang lebih besar terhadap gejolak ekonomi. Menariknya, bisnis-bisnis ini tersebar di berbagai industri, termasuk real estat, perhotelan, keuangan, bahkan agrikultur.
Secara total, bisnis-bisnis ini telah membeli Bitcoin senilai 84.000 BTC, yang pada tahun ini setara dengan USD 9,6 miliar, menurut data River.
River menyebut, saat ini tidak ada lagi "hambatan keras" yang mencegah perusahaan di AS mengadopsi Bitcoin, terutama dengan lingkungan regulasi yang lebih suportif di bawah pemerintahan Trump, perlakuan akuntansi yang lebih baik, peningkatan likuiditas, dan penurunan volatilitas.
Meskipun begitu, adopsi aset digital ini masih sangat minim, kurang dari 1% total perusahaan di AS. River mengaitkan hal ini dengan persepsi publik.
Persepsi Publik Mulai Berubah, Meski Masih Ada Hambatan
Mengutip dari beberapa studi, sebagian besar warga AS masih minim pengetahuan dan pemahaman tentang Bitcoin. Selain itu, banyak perusahaan yang enggan mengadopsi Bitcoin karena takut dianggap keluar dari norma yang telah ditetapkan.
"Dalam lingkungan korporat tradisional, keputusan dibuat oleh komite, dewan, dan eksekutif yang sangat terdorong untuk mengikuti norma dan menghindari kontroversi. Bahkan jika seorang CEO atau CFO secara pribadi yakin dengan nilai jangka panjang Bitcoin, mereka cenderung tidak akan mengadvokasi adopsi kecuali perusahaan sejenis sudah melakukannya," jelas River.
Meski demikian, persepsi ini mulai bergeser. River mengutip studi dari Nakamoto Project yang menunjukkan bahwa jumlah orang dewasa di Amerika yang memiliki Bitcoin meningkat 11 juta antara awal 2024 hingga Maret. Selain itu, studi dari Harris Poll mencatat jumlah orang yang menganggap Bitcoin "dapat dipercaya" meningkat signifikan dari 5,3% menjadi 10,2% pada tahun 2024.