Liputan6.com, Jakarta Minat investor kelas atas terhadap cryptocurrency terus meningkat. Laporan HSBC Affluent Investor Snapshot 2025 menunjukkan alokasi rata-rata untuk aset digital ini bertambah tiga poin persentase dibandingkan tahun lalu.
Kenaikan alokasi kripto paling menonjol terjadi di Meksiko (+4 poin), Hong Kong (+3 poin), dan Indonesia (+2 poin). Sementara itu, Tiongkok mencatat sedikit penurunan alokasi (-2 poin), menandakan adanya perbedaan pendekatan antar pasar terhadap aset digital.
Lanny Hendra, International Wealth and Personal Banking Director HSBC Indonesia, menilai perkembangan kripto masih berada pada tahap awal namun menunjukkan potensi. Menurutnya, banyak generasi muda yang lebih berani mengambil risiko.
“Saya melihat perkembangan kripto cukup progressing. Banyak Gen Z, generasi yang lebih muda, yang lebih berani taking risk karena kripto adalah sesuatu yang baru. Saya percaya akan ada demand untuk pengen tahu, tapi ini masih early stage untuk perkembangan kripto,” ujarnya dalam acara Media Briefing: Survei HSBC Affluent Investor Snapshot 2025, dikutip Selasa (16/9/2025).
Investor Affluent
Selain crypto, laporan HSBC juga menyoroti tren alokasi lain yang berubah. Secara global, investor affluent memotong porsi kas mereka hampir 40%, sementara alokasi untuk emas naik +6 poin persentase dan alternatif seperti private equity serta hedge fund naik +3 poin.
Tren ini menunjukkan bahwa investor affluent, termasuk di Indonesia, sedang memperluas diversifikasi portofolio mereka dengan memasukkan lebih banyak aset non-tradisional.
Data HSBC mencatat 55% investor secara global berencana mempertahankan alokasi kas, 26% berencana meningkatkannya, dan 18% berencana menguranginya dalam 12 bulan mendatang. Indonesia termasuk pasar yang cenderung mempertahankan atau meningkatkan porsi kas, meski crypto mulai masuk radar sebagai alternatif diversifikasi.
Fakta Mengejutkan, Banyak Perusahaan Sisihkan Laba untuk Investasi Bitcoin
Sebelumnya, investasi aset kripto, khususnya Bitcoin, tak lagi hanya menjadi ranah investor perorangan. Laporan terbaru dari firma jasa keuangan River mengungkapkan, perusahaan swasta semakin gencar menginvestasikan laba mereka ke aset digital ini, dengan alasan utama untuk melindungi nilai aset dari gerusan inflasi.
Dilansir dari Yahoo Finance pada Selasa , (16/8/2025), berdasarkan survei yang dilakukan River pada Juli terhadap lebih dari 3.000 klien, bisnis swasta rata-rata menginvestasikan 22% dari laba bersih mereka ke Bitcoin, dengan nilai median 10%.
Angka ini menunjukkan minat yang sangat serius, bahkan lebih dari 10% responden mengaku mengalokasikan lebih dari separuh pendapatan mereka ke Bitcoin.
River mencatat, hampir 64% dari perusahaan ini melihat Bitcoin sebagai investasi jangka panjang dan mengakumulasinya tanpa rencana untuk menjual atau menyeimbangkan portofolio dalam waktu dekat.
Sementara itu, 25% sisanya berencana melakukan penyeimbangan kembali, 6,5% bertekad untuk mempertahankan posisi, dan 5,2% belum memiliki strategi yang jelas.
Melawan Inflasi dan Risiko Tradisional
River menjelaskan, perusahaan semakin beralih ke Bitcoin karena kemampuannya dalam menahan inflasi, menawarkan likuiditas, dan perlindungan terhadap risiko pihak ketiga. Aset kas tradisional seperti obligasi pemerintah dan reksa dana pasar uang dianggap gagal mempertahankan daya beli.
"Sejak 2020, perusahaan-perusahaan besar seperti Microsoft, Google, dan Apple telah kehilangan puluhan miliar daya beli akibat menyimpan instrumen tradisional ini. Seandainya mereka mengalokasikan bahkan 1% dari kas mereka ke Bitcoin pada 2020, kerugian tersebut akan sepenuhnya tertutupi," kata River.