CEO Tether: Gelembung AI Bisa Tekan Harga Bitcoin pada 2026

Liputan6.com, Jakarta - CEO Tether Paolo Ardoino menilai potensi gelembung kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) bisa menjadi salah satu risiko terbesar pasar pada 2026 dan berpotensi memengaruhi pergerakan Bitcoin. Meski begitu, ia tetap optimistis terhadap prospek jangka panjang aset kripto terbesar di dunia tersebut.

Dalam wawancara di Bitcoin Capital Podcast yang dipandu Bitfinex Securities dan Blockstream, Ardoino menjelaskan bahwa Bitcoin masih memiliki keterkaitan yang cukup kuat dengan pasar keuangan tradisional, lebih besar dari yang diperkirakan sebagian investor.

Kondisi ini membuat Bitcoin rentan terdampak jika terjadi gejolak di pasar saham Amerika Serikat, terutama yang berkaitan dengan investasi AI.

“Itu yang disebut sebagai gelembung AI,” ujar Ardoino dikutip dari coinmarketcap, Sabtu (20/12/2025).

Ia menyoroti belanja agresif perusahaan AI, mulai dari pembangunan pusat data, pembangkit listrik, hingga pembelian unit pemrosesan grafis (GPU) dalam skala besar, sebagai indikasi penggunaan modal yang berpotensi tidak berkelanjutan.

Menurut Ardoino, jika sentimen terhadap AI berubah secara drastis, gejolak di pasar saham AS dapat menekan harga Bitcoin.

Meski kerap dipromosikan sebagai aset yang tidak berkorelasi, Bitcoin pada kenyataannya masih bergerak sejalan dengan selera risiko pasar saat terjadi tekanan global.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Ia memperkirakan, jika euforia AI mereda pada 2026, Bitcoin kemungkinan akan merasakan dampak tidak langsung dari volatilitas pasar saham. Namun, Ardoino menilai koreksi ekstrem seperti penurunan 80 persen yang terjadi pada 2018 atau 2022 kecil kemungkinan terulang.

“Saya membayangkan koreksi tajam 80 persen, seperti yang kita lihat pada 2022 atau awal 2018, mungkin tidak akan terjadi lagi,” kata Ardoino. Ia menilai meningkatnya partisipasi dana pensiun, pemerintah, dan investor jangka panjang telah mengubah struktur pasokan Bitcoin dan menekan potensi aksi jual panik.

Selain Bitcoin, Ardoino juga optimistis terhadap masa depan tokenisasi aset dunia nyata (real-world assets). Menurutnya, sekuritas dan komoditas yang ditokenisasi akan menjadi fase penting berikutnya dalam industri kripto, seiring meningkatnya minat lembaga keuangan tradisional terhadap penerbitan dan penyelesaian transaksi berbasis blockchain.

Meski demikian, ia mengingatkan agar Bitcoin tidak terlalu didominasi institusi.

“Bitcoin adalah untuk Bitcoin,” ujarnya, seraya menegaskan kekhawatirannya jika kepemilikan aset ini terkonsentrasi di tangan lembaga besar.

Ardoino juga melontarkan kritik terhadap peran Eropa dalam industri kripto. Ia menilai kawasan tersebut masih tertinggal akibat regulasi yang ketat dan minim inovasi. “Saya sangat pesimistis terhadap Eropa,” katanya, sambil menyinggung regulasi Markets in Crypto-Assets (MiCA) Uni Eropa yang dinilai membebani inovasi.

Tether sendiri memilih tidak menyesuaikan stablecoin andalannya dengan aturan MiCA, keputusan yang membuat sejumlah penyedia layanan kripto di Eropa menghentikan perdagangan token tersebut. Menurut Ardoino, hal ini menjadi contoh bagaimana regulasi berlebihan justru dapat mendorong inovasi keluar dari kawasan tersebut.

Ia juga mengkritisi tren perusahaan treasury kripto yang hanya berfokus menyimpan aset digital tanpa membangun bisnis operasional yang kuat.

“Saya pikir perusahaan treasury seharusnya memiliki bisnis operasional yang luar biasa,” ujar Ardoino.

Sebagai contoh, ia menyebut perusahaan Bitcoin Twenty One yang didukung Tether, dengan tujuan menjadi perusahaan layanan Bitcoin secara menyeluruh, bukan sekadar mengandalkan akumulasi aset kripto.