Liputan6.com, Jakarta Penyakit Alzheimer merupakan bentuk demensia paling umum yang memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Kondisi ini ditandai dengan penumpukan protein di otak yang secara bertahap menyebabkan kematian sel-sel otak dan penyusutan organ vital tersebut. Meskipun belum ada obat yang pasti untuk Alzheimer, berbagai penelitian menunjukkan bahwa ada langkah-langkah preventif yang dapat diambil untuk meminimalkan risikonya.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) telah mengidentifikasi beberapa faktor risiko klinis yang terbukti meningkatkan kemungkinan seseorang mengembangkan Alzheimer dan bentuk demensia lainnya. Faktor-faktor ini mencakup gaya hidup dan kondisi kesehatan tertentu yang dapat memengaruhi fungsi kognitif seiring bertambahnya usia. Kesadaran akan faktor-faktor ini menjadi krusial dalam upaya pencegahan.
Baru-baru ini, Dr. Zayed Almadidy, seorang ahli bedah saraf terkemuka, menyoroti lima kebiasaan sehari-hari yang sering dianggap sepele namun berpotensi besar memicu Alzheimer di usia tua. Melalui unggahan di media sosial, beliau menekankan pentingnya menghindari kebiasaan-kebiasaan ini sebagai strategi efektif untuk menjaga kesehatan otak dan mengurangi risiko demensia. Berikut ini Liputan6 memberikan ulasannya untuk Anda, dikutip dari hindustantimes.com, Jumat (8/8/2025).
1. Penggunaan Tembakau dan Alkohol
Merokok dan konsumsi alkohol berlebihan merupakan dua kebiasaan yang sangat merugikan kesehatan otak. Data terbaru menunjukkan bahwa tidak ada jumlah alkohol yang benar-benar aman, dan konsumsi berlebihan dapat memicu peradangan serta merusak pembuluh darah. Kerusakan ini menjadi pemicu utama penurunan fungsi kognitif.
Merokok secara spesifik mengurangi pasokan oksigen ke otak dan meningkatkan stres oksidatif, yang mempercepat penuaan sel saraf. Nikotin dan radikal bebas dalam asap rokok juga menghambat pembentukan Nitric Oxide, mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke otak. Kondisi ini secara langsung berdampak pada penurunan fungsi kognitif.
Penyalahgunaan alkohol kronis dapat menyebabkan gangguan penggunaan alkohol, demensia, dan atrofi pada area otak yang bertanggung jawab untuk memori dan pembelajaran. Merokok jangka panjang juga dapat mengurangi volume otak dan secara signifikan meningkatkan risiko penyakit demensia Alzheimer. Menghindari kedua kebiasaan ini adalah langkah penting untuk menjaga kesehatan otak.
2. Kurangnya Aktivitas Fisik
Gaya hidup yang tidak banyak bergerak atau sedentary telah terbukti secara signifikan meningkatkan risiko demensia. Kurangnya aktivitas fisik dikaitkan dengan penurunan kognitif yang lebih cepat dan risiko demensia yang lebih tinggi. Otak membutuhkan aliran darah yang baik dan stimulasi untuk berfungsi optimal, yang semuanya didukung oleh aktivitas fisik.
Olahraga secara teratur meningkatkan aliran darah ke otak, memastikan pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Selain itu, aktivitas fisik mendorong pembentukan jalur saraf baru dan menghambat proses peradangan di otak, yang merupakan faktor penting dalam pencegahan demensia. Manfaat ini berkontribusi pada pemeliharaan fungsi kognitif.
Bahkan aktivitas fisik ringan seperti jalan cepat, berenang, atau menari selama 30 menit per hari dapat memberikan perbedaan besar. Penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik teratur dapat mengurangi risiko penyakit Alzheimer hingga 50 persen dan memperlambat kerusakan lebih lanjut pada mereka yang sudah mengalami gangguan kognitif. Menjadikan olahraga sebagai bagian dari rutinitas harian adalah investasi untuk kesehatan otak jangka panjang.
3. Tak Menjaga Kesehatan Pendengaran
Gangguan pendengaran, meskipun sering dianggap bagian alami dari proses penuaan, memiliki korelasi kuat dengan perkembangan demensia. Penelitian menunjukkan bahwa orang dewasa lanjut usia dengan gangguan pendengaran sedang hingga berat memiliki risiko demensia 61% lebih tinggi dibandingkan mereka yang pendengarannya normal. Hubungan ini menunjukkan pentingnya perhatian terhadap kesehatan pendengaran.
Para peneliti berhipotesis bahwa gangguan pendengaran memaksa otak bekerja lebih keras untuk memproses suara. Beban kognitif tambahan ini dapat mengorbankan fungsi berpikir dan memori, yang pada akhirnya mempercepat penurunan kognitif. Otak yang terus-menerus bekerja keras untuk mengompensasi kekurangan pendengaran dapat mengalami kelelahan.
Selain itu, gangguan pendengaran dapat menyebabkan seseorang menarik diri dari interaksi sosial, mengurangi stimulasi intelektual yang krusial untuk kesehatan otak. Mengobati gangguan pendengaran, misalnya dengan penggunaan alat bantu dengar, terbukti dapat mengurangi risiko demensia. Intervensi dini pada masalah pendengaran menjadi strategi pencegahan yang efektif.
4. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) Tidak Terkontrol
Hipertensi yang tidak terkontrol dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan masalah patologis dan vaskular serius di dalam otak. Kondisi ini secara signifikan meningkatkan risiko demensia, termasuk Alzheimer. Tekanan darah tinggi yang persisten merusak pembuluh darah dan membatasi aliran darah ke otak, menyebabkan kerusakan jaringan otak.
Penelitian menunjukkan bahwa hipertensi yang tidak diobati berkaitan dengan risiko Alzheimer 42 persen lebih tinggi. Kerusakan pembuluh darah akibat tekanan darah tinggi dapat mengganggu pasokan nutrisi dan oksigen ke sel-sel otak, memengaruhi fungsinya. Selain itu, hipertensi juga meningkatkan risiko stroke, yang merupakan penyebab umum kerusakan otak.
Mengelola tekanan darah melalui gaya hidup sehat dan obat-obatan yang diresepkan dokter adalah kunci untuk mencegah komplikasi ini. Mempertahankan berat badan ideal, diet seimbang, dan aktivitas fisik teratur dapat membantu menjaga tekanan darah dalam batas normal, sehingga melindungi otak dari potensi kerusakan.
5. Diabetes yang Tidak Terkontrol
Kadar gula darah yang tidak terkontrol pada penderita diabetes memiliki dampak sistemik yang luas, termasuk pada otak. Individu dengan kadar gula darah yang tidak stabil memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengembangkan demensia, termasuk penyakit Alzheimer. Fluktuasi gula darah yang ekstrem dapat merusak pembuluh darah di seluruh tubuh, termasuk jaringan otak yang sensitif.
Kadar gula darah tinggi juga dapat menyebabkan resistensi insulin di otak, yang mengganggu memori dan fungsi kognitif. Insulin berperan penting dalam komunikasi antar sel saraf, dan resistensi terhadapnya dapat menghambat proses tersebut. Diabetes yang tidak terkontrol dalam jangka panjang meningkatkan peradangan dan merusak pembuluh darah di otak, mempercepat risiko Alzheimer.
Penumpukan protein beta amiloid, yang dikenal mengganggu kerja otak dan memutus sinyal antar sel saraf, juga berkorelasi dengan tingginya kadar gula darah. Oleh karena itu, pengelolaan diabetes yang ketat melalui diet, olahraga, dan pengobatan sangat penting untuk melindungi kesehatan kognitif dan mencegah perkembangan demensia.
People Also Ask
1. Apa itu Alzheimer dan penyebabnya?
Jawaban: Alzheimer adalah bentuk demensia paling umum yang disebabkan oleh penumpukan protein di otak, mengakibatkan kematian sel otak dan penyusutan otak seiring waktu.
2. Bagaimana kebiasaan merokok dan minum alkohol memengaruhi risiko Alzheimer?
Jawaban: Merokok dan konsumsi alkohol berlebihan merusak pembuluh darah, menyebabkan peradangan, mengurangi oksigen ke otak, dan dapat menyebabkan atrofi otak, yang semuanya meningkatkan risiko Alzheimer.
3. Mengapa gangguan pendengaran bisa meningkatkan risiko demensia?
Jawaban: Gangguan pendengaran memaksa otak bekerja lebih keras, mengorbankan fungsi berpikir dan memori, serta dapat menyebabkan isolasi sosial yang mengurangi stimulasi intelektual.
4. Apa hubungan antara tekanan darah tinggi dan diabetes dengan Alzheimer?
Jawaban: Tekanan darah tinggi dan gula darah tidak terkontrol merusak pembuluh darah di otak, membatasi aliran darah, dan menyebabkan resistensi insulin, yang semuanya meningkatkan risiko Alzheimer.
5. Seberapa penting aktivitas fisik dalam mencegah Alzheimer?
Jawaban: Aktivitas fisik meningkatkan aliran darah ke otak, mendorong pembentukan jalur saraf baru, menghambat peradangan, dan secara signifikan mengurangi risiko serta memperlambat perkembangan Alzheimer.