Konsorsium Bank di Eropa Bakal Buat Stablecoin Baru

8 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Konsorsium bank-bank di Eropa akan meluncurkan stablecoin pada 2026. Hal ini sebagai langkah menarik minat investor di kawasan Eropa dan berpotensi mempercepat upaya peluncuran versi digital euro.

Selain itu juga sebagai upaya hadapi Amerika Serikat (AS) yang mengembangkan aset digital. Mengutip CNBC, Jumat, (26/9/2025), konsorsium bank itu yakni UniCredit,ING, Banca Sella, KBC, Danske Bank, Dekabank, SEB, CaixaBank dan Raiffeisen mengatakan akan meluncurkan stablecoin baru berdenominasi euro pada semester kedua 2026.

Stablecoin adalah jenis kripto yang dirancang untuk memberikan stabilitas harga yang lebih baik kepada pengguna dengan mematoknya pada mata uang fiat yang ada, seperti dolar AS atau euro  atau komoditas. Hal ini berbeda dengan bitcoin atau ether, misalnya, yang sering mengalami pergerakan valuasi yang tajam.

Kepada CNBC, Digital Assets Lead ING, Floris Lugt menuturkan, stablecoin akan menyediakan solusi pembayaran berbasis peer-to-peer yang efisien dan terprogram bagi pengguna di dunia.

"Stablecoin dapat diselesaikan 24/7, di seluruh dunia secara instan, atau hampir seketika. Jadi, itu keuntungan besar untuk pembayaran internasional," kata Lugt.

"Biayanya lebih rendah, dan juga transparan,” ia menambahkan.

Stablecoin AS Mendominasi Pasar

Stablecoin AS saat ini mendominasi pasar global, menyumbang sekitar 99% dari total kapitalisasi pasar, atau USD 292 miliar atau sekitar Rp 4.896 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.768). Stablecoin berdenominasi Euro relatif kecil jika dibandingkan, dengan perkiraan kapitalisasi pasar sekitar 500 juta euro (USD 587 juta atau Rp 9,84 triliun).

Tether, stablecoin dolar terbesar di dunia, baru-baru ini mencatat kapitalisasi pasar mencapai USD 172 miliar atau Rp 2.884 triliun. Diikuti oleh stablecoin USDC dari Circle, yang memiliki kapitalisasi pasar sekitar USD 74 miliar atau Rp 1.241 triliun.

Stablecoin euro baru ini akan dikelola oleh perusahaan yang berbasis di Belanda yang dibentuk oleh konsorsium tersebut, dan akan dilisensikan serta diawasi oleh Bank Sentral Belanda, menurut pengumuman bersama tersebut.

Laporan Citi baru-baru ini menyatakan, dalam skenario dasar, total volume penerbitan stablecoin kemungkinan akan mencapai USD 1,9 triliun atau Rp 31.865 triliun secara global pada 2030. Skenario bullish-nya memperkirakan totalnya mencapai USD 4 triliun atau Rp 67.070 triliun.

Minat Ritel Masih Rendah

"Kepemimpinan stablecoin sudah siap untuk direbut pasar di luar USD,” ujar analis kripto, investor, dan salah satu pendiri platform The Coin Bureau, Nic Puckrin kepada CNBC melalui email.

"Meskipun telah ada upaya untuk meluncurkan stablecoin berdenominasi euro,  misalnya, Circle dengan EURC-nya — upaya ini belum mendapatkan minat yang sama seperti token berdenominasi USD.”

Hal ini menandakan minat ritel yang masih rendah terhadap stablecoin euro sejauh ini.

Namun, produk yang diregulasi lebih ketat, penawaran baru ini akan berada di bawah cakupan MiCAR (Markets in Crypto-Assets Regulation) Uni Eropa, dapat membantu meningkatkan permintaan di kawasan ini di kalangan investor dan institusi Eropa yang lebih menghindari risiko.

"Stablecoin yang diluncurkan oleh bank mungkin tampak kurang berisiko dan mendapatkan lebih banyak adopsi ritel," kata Puckrin.

Namun, ia mengakui, kepatuhan dan pengawasan yang lebih ketat dapat membuat para pendukung privasi dan penggemar berat kripto mundur. "Ini seperti pedang bermata dua," tambahnya.

Dorongan Pembayaran Digital Eropa

Pengumuman Kamis ini menyusul desakan yang semakin kuat untuk otonomi pembayaran digital yang lebih besar di Eropa, seiring dengan meningkatnya dominasi pasar AS di tengah dukungan dari pemerintahan Trump.

Bank Sentral Eropa sedang dalam proses mengembangkan versi digital euro, sementara Departemen Keuangan Inggris mengatakan akan mengajukan undang-undang tentang aset kripto, termasuk stablecoin, sebelum akhir tahun.

Penasihat infrastruktur pasar dan pembayaran di ECB, Jürgen Schaaf memperingatkan pada Juli, kendali bank sentral atas kondisi moneter di kawasan tersebut dapat melemah karena dominasi stablecoin dolar, dan menyerukan dukungan yang lebih besar untuk stablecoin euro yang diregulasi.

Percepat Peluncuran Digital Euro

Puckrin mengatakan, peluncuran yang dipimpin konsorsium ini juga dapat mempercepat peluncuran versi digital euro, yang saat ini diperkirakan baru akan diluncurkan paling cepat pada 2029, menurut perkiraan ECB.

"Itu terlalu lambat untuk bersaing dengan aset digital berdenominasi dolar, dan bank-bank sangat menyadari hal itu,” kata Puckrin.

“Pasar stablecoin berdenominasi dolar AS sedang meledak sekarang setelah disahkan melalui Undang-Undang GENIUS, dan banyak bank terkemuka AS sedang mengembangkan versi mereka sendiri. Wajar jika bank-bank Eropa menginginkan bagian dari kue ini, dan keuntungan yang bisa didapat.”

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |