Pendinginan Setelah Olahraga: Manfaat, Cara yang Benar, dan Fakta Ilmiah Terbaru

1 week ago 10

Liputan6.com, Jakarta Seringkali kita melihat pemandangan ini di gym atau lintasan lari: begitu sesi latihan keras selesai, orang-orang langsung duduk, mengecek ponsel, atau hanya berjalan gontai sambil mengobrol. Jika ditanya, mereka akan menjawab, "Sedang pendinginan."

Pendinginan atau cooling down sering dianggap sebagai "anak tiri" dalam latihan—dilakukan seadanya atau dilewatkan sama sekali. Artikel-artikel populer di Indonesia sudah banyak membahas dasarnya, tapi sayangnya, banyak informasi yang sudah usang atau kurang lengkap.

Artikel ini tidak akan mengulang tips standar yang membosankan. Kita akan membedah apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh Anda setelah berhenti bergerak, dan bagaimana cara melakukan pendinginan yang benar-benar berbasis sains untuk pemulihan maksimal.

Apa Kata "Tetangga Sebelah"? (Ringkasan Info Standar di Indonesia)

Jika Anda mencari "pendinginan setelah olahraga" di internet, hampir semua dari 20 artikel teratas di Indonesia (seperti dari Halodoc, Alodokter, atau Dinas Kesehatan) akan mengatakan hal yang sama.

Rangkuman nasihat standar mereka biasanya meliputi 3 hal ini:

  1. Tujuan Utama: Menormalkan detak jantung dan mencegah pusing/pingsan.
  2. Musuh Utama: Asam laktat (yang sering dituduh bikin pegal).
  3. Cara Melakukannya: Jalan santai atau peregangan statis (seperti cium lutut atau tarik tangan) selama 5-10 menit.

Apakah ini salah? Tidak sepenuhnya. Tapi di dunia fisiologi olahraga modern, nasihat ini ibarat memakai peta kertas di era GPS. Masih bisa dipakai, tapi tidak akurat dan kurang efisien. Mari kita upgrade pemahaman Anda dengan 5 fakta ilmiah yang jarang dibahas di sini.

5 Fakta Ilmiah yang Mengubah Cara Anda Pendinginan

1. "Jalan Santai" Saja Tidak Membuang Asam Laktat Secara Maksimal

Nasihat umum menyarankan "jalan santai" untuk membuang asam laktat. Faktanya, "santai" itu terlalu pelan.

Asam laktat bukanlah racun; itu adalah sisa bahan bakar yang bisa didaur ulang oleh tubuh menjadi energi. Agar proses daur ulang ini cepat, aliran darah harus tetap deras. Riset menunjukkan bahwa pemulihan aktif pada intensitas 80% dari ambang laktat (kira-kira setara dengan 40-60% VO2max) jauh lebih efektif membersihkan laktat dibanding istirahat pasif atau jalan yang terlalu pelan.

Artinya: Jika Anda habis lari cepat, jangan langsung jalan pelan. Lakukan jogging ringan dulu. Intensitasnya harus cukup membuat Anda bernapas sedikit berat, tapi masih bisa bicara lancar (Skala RPE 3-4 dari 10). Ini bisa membersihkan laktat hingga 68% lebih cepat dibanding diam saja. 

Baca juga : Mitos Asam Laktat dan Penyebab Kaki Pegal Sebenarnya

2. Bahaya Tersembunyi: Venous Pooling (Darah Terjebak)

Pernah merasa berkunang-kunang saat berhenti lari mendadak? Itu bukan sekadar kelelahan, itu kegagalan hidrolik tubuh.

Saat berolahraga, otot kaki memompa darah kembali ke jantung melawan gravitasi. Jika Anda berhenti mendadak, "pompa" itu mati, tapi pembuluh darah masih lebar. Akibatnya, darah "terjebak" di kaki (venous pooling), membuat suplai darah ke otak turun drastis.

Bagi Anda yang punya varises atau masalah sirkulasi, ini kritis. Solusi sederhana dari riset medis adalah menjaga "pompa betis" tetap aktif. Gerakan sederhana seperti jinjit-jinjit (calf raises) atau menggerakkan pergelangan kaki (ankle pumps) saat pendinginan terbukti ampuh mencegah penumpukan darah ini dan menjaga tekanan darah tetap stabil.

3. Berhenti Berharap Pendinginan Mencegah Pegal (DOMS)

Ini mungkin fakta yang paling menyakitkan: Pendinginan lari atau peregangan tidak mencegah rasa sakit di esok hari.

Rasa nyeri yang muncul 24-48 jam setelah olahraga disebut DOMS (Delayed Onset Muscle Soreness). Tinjauan sistematis dari Cochrane (lembaga standar emas bukti medis) menegaskan bahwa pendinginan aktif tidak memberikan efek signifikan dalam mengurangi DOMS dibanding istirahat biasa.

Jadi, jika tujuan Anda pendinginan hanya agar "besok tidak sakit jalan", Anda akan kecewa. DOMS terjadi karena kerusakan mikro pada serat otot, bukan karena sisa laktat. Untuk mengurangi nyeri ini, riset lebih menyarankan terapi suhu (seperti mandi air dingin/es) atau pijat, bukan sekadar jogging tambahan.

4. Rahasia Pemulihan Atlet Elit: Reset Sistem Saraf (HRV)

Di sinilah letak perbedaan atlet pro dan amatir. Pendinginan bukan cuma soal otot, tapi soal otak dan saraf.

Latihan keras mengaktifkan sistem saraf simpatis (mode "tarung atau lari"). Pemulihan sejati baru dimulai saat tubuh pindah ke mode parasimpatis (mode "istirahat dan cerna"). Indikatornya adalah Heart Rate Variability (HRV).

Riset membuktikan bahwa teknik pernapasan khusus, seperti Box Breathing (Tarik 4 detik - Tahan 4 detik - Buang 4 detik - Tahan 4 detik), dapat mempercepat reaktivasi saraf parasimpatis jauh lebih cepat daripada sekadar duduk diam. Mengatur napas secara sadar memberi sinyal ke otak bahwa "perang sudah selesai", menurunkan hormon stres kortisol secara instan.

5. Tinggalkan Peregangan Statis, Mulai Foam Rolling

Peregangan statis (menahan posisi lama) memang enak, tapi efeknya terhadap pemulihan otot seringkali dibesar-besarkan. Tren terbaru dalam sains olahraga adalah Self-Myofascial Release menggunakan foam roller.

Studi menunjukkan bahwa foam rolling selama 30-90 detik per otot lebih unggul daripada peregangan statis dalam mengurangi persepsi nyeri otot dan kelelahan. Tekanan dari roller bekerja pada reseptor saraf di selaput otot, memberikan efek analgesik (pereda nyeri) alami yang membuat tubuh terasa lebih ringan.

Panduan Praktis: Protokol Pendinginan "The Pro Way"

Lupakan rutinitas lama. Coba protokol 15 menit ini setelah sesi olahraga berat Anda berikutnya untuk merasakan bedanya.

Tahap 1: Transisi Metabolik (5-7 Menit)

  • Aktivitas: Jogging ringan atau gowes santai.
  • Intensitas: Skala 3-4/10 (masih bisa ngobrol, tapi tidak terlalu santai).
  • Tujuan: Membilas sisa metabolisme, mencegah darah terjebak di kaki.

Tahap 2: Perawatan Jaringan Lunak (5 Menit)

  1. Alat: Foam Roller.
  2. Gerakan: Fokus pada otot besar yang lelah (paha depan, betis, punggung).
  3. Durasi: Giling perlahan, tahan di titik nyeri selama 30-60 detik.
  4. Tujuan: Menurunkan ketegangan otot dan sinyal nyeri ke otak.

Tahap 3: Reset Saraf & Pernapasan (3 Menit)

  • Posisi: Duduk atau berbaring telentang dengan nyaman.
  • Teknik: Box Breathing (Napas Kotak). Tarik 4 detik, Tahan 4, Buang 4, Tahan 4.
  • Tujuan: Menurunkan detak jantung, mengaktifkan mode pemulihan tubuh.

Pendinginan bukan sekadar formalitas agar tidak dimarahi pelatih. Ini adalah jembatan fisiologis antara stres latihan dan adaptasi tubuh. Dengan memahami bahwa kita perlu menjaga intensitas gerak sedikit lebih tinggi untuk membuang laktat, menggunakan foam roller untuk kenyamanan otot, dan teknik pernapasan untuk menenangkan sistem saraf, Anda berlatih lebih cerdas, bukan cuma lebih keras.

Baca Juga: Urutan Olahraga yang Benar dari Pemanasan hingga Pendinginan

Ingat: Latihan Anda belum selesai sampai Anda menenangkan detak jantung Anda dengan benar.

Works cited

  1. Taylor & Francis Online. Comparison of active and passive recovery using local heat in .... Diakses pada 19 November 2025, dari https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/19357397.2022.2043108
  2. PubMed. Blood lactate clearance after maximal exercise depends on active recovery intensity. Diakses pada 19 November 2025, dari https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24739289/
  3. Frontiers. Active Recovery After High-Intensity Interval-Training Does Not Attenuate Training Adaptation. Diakses pada 19 November 2025, dari https://www.frontiersin.org/journals/physiology/articles/10.3389/fphys.2018.00415/full
  4. NIH. Effect of Active Versus Passive Recovery on Performance During Intrameet Swimming Competition. Diakses pada 19 November 2025, dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3931336/
  5. PMC. Postexercise Hypotension: Central Mechanisms. Diakses pada 19 November 2025, dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2936915/
  6. PMC - NIH. The influence of thermoregulatory mechanisms on post-exercise hypotension in humans. Diakses pada 19 November 2025, dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC1143915/
  7. The Times of India. Calf muscles are your body's 'second heart': Check simple exercises to improve circulation, strength, and stamina. Diakses pada 19 November 2025, dari https://timesofindia.indiatimes.com/life-style/health-fitness/health-news/calf-muscles-are-your-bodys-second-heart-check-simple-exercises-to-improve-circulation-strength-and-stamina/articleshow/123611396.cms
  8. PMC - NIH. The impact of exercise training on calf pump function, muscle strength, ankle range of motion, and health-related quality of life in patients with chronic venous insufficiency at different stages of severity: a systematic review. Diakses pada 19 November 2025, dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8147883/
  9. PMC - PubMed Central. Do We Need a Cool-Down After Exercise? A Narrative Review of the Psychophysiological Effects and the Effects on Performance, Injuries and the Long-Term Adaptive Response. Diakses pada 19 November 2025, dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5999142/
  10. PubMed Central. Effects of cold water immersion after exercise on fatigue recovery and exercise performance--meta analysis. Diakses pada 19 November 2025, dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9896520/
  11. Cochrane. Whole-body cryotherapy for preventing and treating muscle soreness after exercise. Diakses pada 19 November 2025, dari https://www.cochrane.org/evidence/CD010789_whole-body-cryotherapy-preventing-and-treating-muscle-soreness-after-exercise
  12. PMC - NIH. The effects of relaxation techniques following acute, high intensity football training on parasympathetic reactivation. Diakses pada 19 November 2025, dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10713749/PMC -
  13. PubMed Central. Brief structured respiration practices enhance mood and reduce physiological arousal. Diakses pada 19 November 2025, dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9873947/
  14. MDPI. Acute Effects of Foam Rolling and Stretching on Physical Performance and Self-Perceived Fatigue in Young Football Players. Diakses pada 19 November 2025, dari https://www.mdpi.com/2411-5142/10/1/36
  15. PMC. A Meta-Analysis of the Effects of Foam Rolling on Performance and Recovery. Diakses pada 19 November 2025, dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6465761/
  16. PMC - NIH. Foam Rolling for Delayed-Onset Muscle Soreness and Recovery of Dynamic Performance Measures. Diakses pada 19 November 2025, dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4299735/
  17. Trifocus Fitness Academy. How Long Should I Foam Roll For?. Diakses pada 19 November 2025, dari https://trifocusfitnessacademy.co.za/personal-fitness-training-blog/how-long-should-i-foam-roll-for/
  18. NASM. Foam Rolling: Applying the Technique of Myofascial Release. Diakses pada 19 November 2025, dari https://blog.nasm.org/foam-rolling-and-self-myofascial-release
  19. Healthline. Box Breathing: How to, Benefits, and Tips. Diakses pada 19 November 2025, dari https://www.healthline.com/health/box-breathing
  20. Cleveland Clinic. How Box Breathing Can Help You Destress. Diakses pada 19 November 2025, dari https://health.clevelandclinic.org/box-breathing-benefits
  21. NIH. Active Recovery between Interval Bouts Reduces Blood Lactate While Improving Subsequent Exercise Performance in Trained Men. Diakses pada 19 November 2025, dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5968977/
  22. American Physiological Society. Parasympathetic reactivation after repeated sprint exercise. Diakses pada 19 November 2025, dari https://journals.physiology.org/doi/abs/10.1152/ajpheart.00062.2007
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |