Reli Harga Emas Bikin Bitcoin Makin Tertinggal, Bagaimana Prospeknya?

9 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Reli harga emas dengan cepat mendekati level rekor tertinggi sepanjang masa, membuat bitcoin semakin tertekan dan tertinggal. Meskipun begitu, situasi ini diramal bisa berbalik di masa depan.  

Mengutip laman Yahoo Finance, ditulis Sabtu (15/3/2205), harga emas di pasar spot melampaui USD 3.000 per ons untuk pertama kalinya, sebelum turun ke USD 2.990. Harga emas berjangka untuk pengiriman April juga menembus angka USD 3.000 pada Kamis.

Harga logam mulia tersebut kini naik lebih dari 15 persen tahun ini. Didorong oleh arus masuk ETF yang kuat, ketidakpastian geopolitik, dan kekhawatiran yang terus berlanjut atas ekuitas AS di tengah diskusi tarif yang sedang berlangsung oleh Presiden Donald Trump.

Sementara itu, harga emas dalam poundsterling Inggris belum mencapai titik tertinggi sepanjang masa di level £2.363, saat ini berada sekitar £300 di bawah level tersebut.

Kendati begitu, pendiri ByTree dan manajer BOLD ETF, Charlie Morris, telah mengamati perbedaan antara emas dan ETF bitcoin. Seraya memperkirakan tren ini akan segera berbalik.

"Dalam 30 hari terakhir, ETF emas telah melihat arus masuk sebesar USD 10 miliar, sementara ETF bitcoin telah mengalami arus keluar sebesar USD 5 miliar," catat Morris. 

"Namun cepat atau lambat, arusnya akan berbalik lag, seperti yang selalu terjadi," ungkap dia.

Harapan pelaku pasar pun sempat terumbar pada akhir 2024 silam, ketika pelemahan harga kripto terus terjadi di saat bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed terus memangkas tingkat suku bunga acuan. 

COO bursa kripto BTSE Jeff Mei menilai, dalam jangka menengah panjang, pelaku industri kripto percaya stimulus kebijakan moneter dan fiskal di Amerika Serikat dan negara lain pada akhirnya bakal memperluas likuiditas. 

"Ini akan mendorong pasar kripto, khususnya bitcoin karena menjadi aset yang lebih aman seperti emas," kata Mei.

Promosi 1

Usul Trump Jual Emas demi Bitcoin

Di sisi lain, Kepala riset aset digital di Standard Chartered, Geoff Kendrick mengusulkan strategi untuk mendanai Cadangan Bitcoin Strategis AS tanpa harus menambah anggaran negara.

Dia menuturkan, salah satu cara efektif adalah dengan menjual sebagian dari cadangan emas AS, yang saat ini bernilai sekitar USD 760 miliar, untuk membeli Bitcoin. "Ide ini bisa menjadi strategi yang tidak membebani anggaran negara,” ujar Kendrick, dikutip dari Coinmarketcap.

Usulannya muncul setelah Presiden Donald Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang membentuk SBR dan Cadangan Aset Digital. Perintah tersebut menetapkan setiap pembelian Bitcoin untuk cadangan tidak boleh menambah beban keuangan pada pembayar pajak, serta semua Bitcoin yang dimiliki pemerintah harus disimpan dalam SBR tanpa ada opsi untuk menjualnya.

Sumber Alternatif Pendanaan SBR

Selain menjual emas, Kendrick juga menyarankan beberapa opsi lain untuk mendanai SBR. Salah satunya adalah memanfaatkan Exchange Stabilization Fund (ESF), dana yang biasanya digunakan untuk menstabilkan pasar keuangan dan memiliki aset senilai USD 39 miliar.

Menurut Kendrick, ESF bisa digunakan untuk membeli Bitcoin tanpa menambah beban anggaran negara. Alternatif lain adalah mengadopsi Bitcoin Act of 2024 yang diusulkan oleh Senator Cynthia Lummis. RUU ini bertujuan untuk mengalokasikan 200.000 BTC setiap tahun selama lima tahun, yang menurut Kendrick dapat dikelola dengan baik tanpa mengganggu keuangan negara.

Otoritas AS Sita 749 Bitcoin dalam Kasus Silk Road, Segini Nilainya

Sebelumnya, pada 12 Maret 2025, Forbes melaporkan otoritas Amerika Serikat telah menyita sekitar 749 Bitcoin dengan nilai sekitar USD 62,5 juta atau sekitar Rp 1 triliun (asumsi kurs Rp 16.430 per dola AS). 

Dilansir dari Bitcoin.com, Jumat (14/3/2025), aset digital ini dikaitkan dengan aktivitas ilegal di Silk Road, sebuah pasar gelap online yang beroperasi hingga 2013 dan dikenal sebagai pusat perdagangan narkoba serta pencucian uang.

Penyitaan ini dilakukan atas perintah Jaksa AS untuk Distrik Barat Texas. Aset tersebut diduga berasal dari dua individu yang tidak disebutkan namanya, seorang mantan penjual narkoba di Silk Road dan seorang kaki tangan yang bertanggung jawab mencuci hasil kejahatan melalui bursa kripto. 

Selain Bitcoin, pihak berwenang juga berhasil menyita sejumlah besar mata uang asing, koin emas, dan batangan emas.

Jejak Transaksi Ilegal di Silk Road

Silk Road yang ditutup lebih dari satu dekade lalu ternyata masih meninggalkan jejak transaksi yang dapat dilacak. Pemerintah AS telah beberapa kali melakukan penyitaan terkait dengan marketplace ini, termasuk penyitaan Bitcoin senilai miliaran dolar AS pada 2021.

Dalam kasus terbaru ini, penyidik menemukan para tersangka mencoba mencairkan Bitcoin hasil transaksi ilegal melalui beberapa akun sebelum mengonversinya menjadi uang tunai di platform peer-to-peer LocalBitcoins, yang kini telah ditutup. 

Aktivitas mencurigakan mereka pertama kali terdeteksi oleh Gemini, sebuah bursa kripto berbasis di AS. Laporan dari Gemini kepada pihak berwenang memungkinkan tindakan hukum berupa penyitaan aset digital tersebut.

Analisis BlockChain yang Mendalam

Penyelidikan ini menunjukkan betapa canggihnya metode yang kini digunakan oleh penegak hukum dalam melacak transaksi mata uang kripto, meskipun transaksi tersebut sudah bertahun-tahun berlalu. 

"Analisis blockchain yang mendalam serta kerja sama dengan bursa kripto yang memiliki sistem anti pencucian uang telah membantu kami mengungkap transaksi ilegal ini," ujar seorang pakar forensik digital.

Silk Road sendiri pernah menjadi pusat perdagangan anonim dengan Bitcoin sebagai mata uang utama. Sebelum ditutup, platform ini menghasilkan sekitar 9,5 juta Bitcoin dari berbagai transaksi ilegal. 

Ross Ulbricht, pendiri Silk Road, sebelumnya telah menerima pengampunan penuh, tetapi otoritas tetap berkomitmen untuk melacak aset yang masih beredar dari hasil aktivitas di marketplace tersebut.

Jumlah Bitcoin Disita dari Silk Road

Sejak 2013, total nilai Bitcoin terkait Silk Road yang telah disita mencapai lebih dari USD 4 miliar. Dana hasil penyitaan sering digunakan untuk kompensasi korban atau dialokasikan ke berbagai program penegakan hukum. Para ahli mencatat bahwa kasus ini menggambarkan dua sisi mata uang kripto: di satu sisi menjanjikan anonimitas, tetapi di sisi lain tetap bisa dilacak dengan teknologi yang semakin maju.

Hingga saat ini, belum ada tuntutan pidana terhadap individu yang terlibat dalam kasus terbaru ini. Departemen Kehakiman AS juga belum memberikan pernyataan resmi mengenai potensi tindakan lebih lanjut terhadap mereka yang terlibat.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |