Ketegangan India-Pakistan Bakal Dongkrak Harga Bitcoin

7 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komite Pasar Keuangan di parlemen Rusia (Duma Negara), Anatoly Aksakov menyatakan meningkatnya konflik antara India dan Pakistan berpotensi mendorong harga Bitcoin (BTC) naik. Pernyataan ini ia sampaikan dalam wawancaranya dengan Russian Parliamentary Gazette pada 7 Mei 2025.

Melansir Cryptonews, Jumat (9/5/2025), Aksakov menjelaskan ketegangan geopolitik sering kali memicu peralihan dana investor global ke aset yang dianggap aman atau safe haven, seperti emas, logam mulia, dan kini termasuk mata uang kripto.

"Biasanya, situasi politik yang tegang seperti itu menguntungkan berbagai instrumen investasi. Ini termasuk Bitcoin dan emas. Terutama karena Bitcoin mulai digunakan untuk membayar berbagai program pasokan senjata,” kata Aksakov.

Ia menambahkan Bitcoin kini mulai digunakan oleh beberapa negara sebagai alat pembayaran dalam transaksi senjata lintas negara, dan kondisi ini turut mendorong peningkatan permintaan BTC.

Bitcoin Jadi Aset Aman Saat Krisis

Menurut Aksakov, Bitcoin semakin dianggap sebagai aset safe haven, terutama ketika dunia menghadapi ketidakpastian global. Ketegangan geopolitik seperti konflik India-Pakistan memperkuat daya tarik BTC sebagai tempat berlindung nilai di tengah ketidakpastian.

"Secara umum, (Bitcoin) adalah aset safe haven dan itu berarti permintaan BTC tumbuh selama periode ketidakstabilan geopolitik,” ujarnya.

Namun begitu, Aksakov tetap menekankan faktor paling dominan yang mempengaruhi harga Bitcoin saat ini adalah perkembangan di Amerika Serikat, karena sebagian besar pemilik Bitcoin berasal dari negara tersebut.

Ia juga menyatakan ketegangan India-Pakistan tidak akan berdampak langsung terhadap nilai tukar rubel Rusia, karena rubel lebih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dalam negeri.

Rusia Dorong Kripto dan Stablecoin untuk Transaksi Global

Aksakov merupakan tokoh penting dalam penyusunan kebijakan kripto di Rusia. Ia sebelumnya pernah menyatakan perusahaan Rusia telah menggunakan Bitcoin dan aset digital lainnya dalam perdagangan lintas batas, termasuk untuk barang-barang yang memiliki fungsi ganda baik sipil maupun militer.

Pada September 2024, pemerintah Rusia dilaporkan membentuk kelompok fokus untuk mengeksplorasi penggunaan kripto dalam pembelian barang-barang “dual-use”.

Sementara itu, bank-bank milik negara Rusia mulai melirik stablecoin sebagai alternatif pengganti sistem pembayaran berbasis mata uang fiat dalam transaksi internasional.

Contohnya, pada Oktober lalu, Promsvyazbank, bank milik negara Rusia, meluncurkan platform A7 untuk pembayaran lintas batas. Platform ini bertujuan memfasilitasi perdagangan internasional dan kini mulai mempromosikan stablecoin berbasis rubel (RUB).

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Perusahaan Global Diramal Suntik Rp5,4 Kuadriliun ke Bitcoin pada 2029

Sebelumnya, proyeksi baru oleh firma riset dan pialang Bernstein menunjukkan korporasi global dapat secara kolektif mengalokasikan sebanyak USD 330 miliar (Rp5,4 kuadriliun) ke Bitcoin pada 2029.

Mengutip Cryptonews, Kamis (8/5/2025) Matthew Sigel, Kepala Riset Aset Digital di VanEck mengungkapkan bahwa lonjakan ini terutama akan didorong oleh perusahaan publik yang meniru strategi perbendaharaan Bitcoin MicroStrategy.

Perusahaan-perusahaan ini, khususnya perusahaan berkapitalisasi kecil dan pertumbuhan rendah yang memiliki banyak uang tunai, mencari jalur pertumbuhan alternatif di tengah fundamental bisnis yang stagnan.

Bernstein memperkirakan bahwa perusahaan yang terdaftar akan menyuntikkan USD 205 miliar (Rp3,3 kuadriliun) dari modal potensial selama lima tahun ke depan, dari tahun kalender 2025 hingga 2029.

Skenario Menguntungkan

Dalam skenario yang menguntungkan, Bernstein memperkirakan tambahan USD 124 miliar dalam arus masuk dapat berasal dari Strategy sendiri, terutama setelah pengumuman perusahaan baru-baru ini bahwa mereka telah menggandakan rencana penggalangan modalnya dari USD 42 miliar menjadi USDN84 miliar hingga 2027, yang 32% di antaranya telah diselesaikan.

Motivasi untuk diversifikasi perbendaharaan yang agresif tersebut menunjukkan, banyak perusahaan dengan cadangan kas yang besar dan sedikit opsi investasi ulang yang layak melihat Bitcoin sebagai lindung nilai dan jalur menuju penciptaan nilai.

“Tidak ada jalan yang terlihat di depan bagi mereka untuk penciptaan nilai,” ungkap analis Bernstein.

Bahkan dengan perkiraan konservatif, menurut Bernstein, perusahaan kecil dengan pertumbuhan tinggi diperkirakan menyuntikkan USD 11 miliar untuk Bitcoin pada 2026, dan setidaknya USD 5 miliar dari 10 perusahaan besar pada tahun 2027.

Namun, Bernstein memperingatkan model Strategi tidak dapat direplikasi secara universal.

Keberhasilannya terkait erat dengan kinerja harga Bitcoin, dan tidak semua perusahaan memiliki selera risiko atau akses modal untuk terlibat dalam skala yang sama.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |