Membangun Kepercayaan Konsumen dengan Transparansi Proses Produksi

9 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Kesadaran konsumen terhadap dampak sosial dan lingkungan dari keputusan belanja mereka terus meningkat. Tren mindful consumerism kini menjadi kekuatan yang memengaruhi pola konsumsi global, termasuk di Indonesia. Konsumen tidak lagi hanya membeli produk, tetapi juga mempertimbangkan nilai, etika, dan dampak yang dihasilkan dari proses produksinya.

Menurut laporan IBM (2023), sebanyak 62% konsumen global bersedia mengubah perilaku belanja mereka demi mengurangi dampak lingkungan. Tren ini semakin relevan di Indonesia, mendorong brand lokal untuk tidak hanya merespons tuntutan konsumen, tetapi juga bertransformasi melalui praktik mindful production.

“Produksi yang sadar bukan berarti harus mahal atau sempurna. Ini tentang membuat keputusan yang mempertimbangkan manusia, lingkungan, dan masa depan,” kata Abdurrahman Robbani, Head of Emerging Brand Hypefast.

Ia menambahkan bahwa brand lokal memiliki keunggulan pada cerita dan kedekatan dengan komunitasnya, yang dapat diperkuat dengan praktik produksi yang selaras dengan nilai-nilai tersebut.

Mengelola Limbah sebagai Langkah Awal

Industri, khususnya sektor tekstil dan fashion, merupakan salah satu penyumbang limbah terbesar di Indonesia. Pewarna tekstil yang mencemari air, bahan polyester yang menjadi mikroplastik, hingga sisa produksi yang terbuang menjadi ancaman nyata bagi lingkungan.

Laporan Bappenas memproyeksikan bahwa limbah tekstil di Indonesia akan mencapai 3,9 juta ton pada 2030 jika tidak ada perubahan signifikan. Meski menghadapi tekanan memenuhi permintaan pasar, pelaku industri dapat memulai langkah reduce, reuse, dan recycle. Penggunaan bahan deadstock, daur ulang, dan sourcing lokal menjadi cara efektif untuk mengurangi dampak produksi.

“Deadstock bisa diolah kembali, dan sourcing lokal membantu mempersingkat rantai pasok sekaligus mendukung ekonomi kreatif di daerah,” tambah Rahman. Contoh suksesnya adalah Nona Rara yang mengubah limbah kain dan payet menjadi boneka dan bros, serta Luxcrime yang bermitra dengan Seven Clean Seas untuk mendaur ulang kemasan produk mereka.

Transparansi sebagai Modal Kepercayaan

Mindful production tidak hanya soal bahan, tetapi juga menyangkut keterbukaan proses produksi. Sebanyak 73% Gen Z Indonesia, menurut Katadata Insight Center (2024), lebih mempercayai brand yang secara transparan menjelaskan bagaimana produk mereka dibuat. Brand seperti SukkhaCitta memanfaatkan narasi tentang proses produksi dan profil artisan untuk membangun hubungan emosional dengan konsumennya.

Kepercayaan yang terbangun dari transparansi ini menjadi elemen penting dalam menciptakan loyalitas dan relevansi brand. “Mindful production bukan hanya untuk menjaga bumi, tetapi juga investasi jangka panjang bagi brand agar tetap kompetitif di pasar,” jelas Rahman.

Mengubah Tantangan Menjadi Peluang 

Langkah seperti yang dilakukan Nona Rara dan Luxcrime tidak hanya menunjukkan tanggung jawab sosial, tetapi juga membuka peluang pasar baru. Dengan menciptakan produk yang relevan untuk generasi mindful, mereka berhasil menarik segmen konsumen yang peduli lingkungan dan memperkuat citra brand.

Praktik mindful production juga mendukung komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi karbon dan membangun ekonomi kreatif berkelanjutan sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2020–2024 serta target Net Zero Emission pada 2060. Transformasi ini bukan hanya tentang memenuhi ekspektasi konsumen, tetapi juga membangun masa depan industri kreatif Indonesia yang lebih holistik, inovatif, dan berkelanjutan.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |