Liputan6.com, Jakarta Pemerintahan Trump tengah mengeksplorasi berbagai cara untuk memperkuat cadangan Bitcoin negara, termasuk opsi menggunakan pendapatan dari tarif impor dan potensi keuntungan dari cadangan emas yang dinilai ulang.
Pernyataan ini disampaikan oleh Bo Hines, Direktur Eksekutif Dewan Penasihat Presiden untuk Aset Digital di Gedung Putih, dalam sebuah wawancara baru-baru ini.
Dalam perbincangan dengan investor kripto ternama, Anthony Pompliano, Hines mengatakan bahwa tidak ada opsi yang tertutup dalam upaya pemerintah memperbesar kepemilikan Bitcoin.
"Semuanya ada di atas meja," ujar Hines, dikutip dari Yahoo Finance, Rabu (16/4/2025).
Ia menekankan pemerintahan Trump terbuka terhadap ide-ide kreatif dan inovatif, termasuk memanfaatkan pendapatan dari tarif perdagangan serta cadangan emas nasional.
Salah satu proposal yang tengah ramai dibicarakan adalah Rancangan Undang-Undang Cadangan Bitcoin yang diajukan oleh Senator Cynthia Lummis pada tahun 2025. RUU ini mengusulkan agar sertifikat emas milik Departemen Keuangan Amerika Serikat yang selama ini dihargai hanya sekitar USD 43 per ons dinilai ulang ke harga pasar saat ini, yakni sekitar USD 3.223,61 per ons.
Emas Lama, Peluang Baru
Jika penilaian kembali ini disetujui, pemerintah dapat memperoleh dana dalam jumlah besar tanpa harus mencetak uang baru atau menambah utang nasional. Dana tersebut nantinya bisa digunakan untuk membeli Bitcoin sebagai bagian dari cadangan negara.
"Yang bisa Anda lakukan di sini adalah menilai ulang sertifikat emas yang saat ini kami miliki sebagian besar nilainya masih sekitar USD 43 per ons. Padahal harga pasar sekarang mencapai lebih dari USD 3.100 per ons. Kalau kita ambil selisih nilainya, itu bisa digunakan untuk membeli Bitcoin sebagai cadangan," jelas Hines.
Cadangan Bitcoin Strategis Jadi Fokus
Langkah ini disebut sebagai bagian dari rencana besar untuk membentuk Cadangan Bitcoin Strategis, sejenis ‘tabungan negara’ dalam bentuk mata uang kripto.
Hines juga menambahkan bahwa pemerintah sedang menyusun berbagai strategi kreatif agar pembelian Bitcoin bisa dilakukan tanpa membebani anggaran negara.
"Kami sedang mencari banyak cara kreatif baik dari tarif, cadangan emas, atau sumber lain. Maksud saya, ada banyak cara untuk melakukan ini," ujar Hines menutup wawancaranya yang berlangsung langsung di Gedung Putih.
Ketidakpastian Harga Bitcoin di Tengah Perang Dagang
Sebelumnya, harga Bitcoin (BTC) kembali menguat ke kisaran USD 85.000 pada awal pekan ini di tengah tarik ulur keputusan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Pemerintahan Trump pada Jumat, 12 April 2025 mengumumkan barang elektronik seperti smartphone dan laptop sementara tidak dikenakan tarif impor 145% untuk produk asal China.
Ini memberi angin segar bagi perusahaan teknologi AS seperti Apple, yang sebagian besar produksinya berbasis di China, termasuk juga mendorong pergerakan aset kripto.
Namun, keesokan harinya Trump menyatakan tarif tetap akan diberlakukan, meskipun kemungkinan lebih rendah dan bersifat “spesial.” Pengecualian ini bersifat sementara, karena pemerintah tengah menyiapkan kebijakan tarif baru yang lebih spesifik, terutama untuk industri semikonduktor.
Financial Expert Ajaib, Panji Yudha menuturkan, pemulihan ini bukan hanya respons terhadap kebijakan tarif, tapi juga cermin dari daya tahan pasar kripto yang mulai terbentuk di tengah ketidakpastian global.
Dari sisi makroekonomi, data inflasi AS terbaru menunjukkan kejutan positif. Indeks Harga Konsumen (IHK) hanya naik 2,4% YoY pada Maret, jauh di bawah ekspektasi 2,8% dan menjadi laju terendah sejak September lalu. Tak hanya itu, Indeks Harga Produsen (PPI) juga turun 0,4%, penurunan bulanan terbesar sejak Oktober 2023, mencerminkan tekanan harga dari sisi hulu mulai mereda.
“Hasil data Inflasi (CPI & PPI) juga berperan terhadap pemulihan harga BTC dalam beberapa hari terakhir. Namun, penurunan inflasi ini bisa saja hanya jeda sementara. Risiko dari efek lanjutan tarif dan sikap The Fed yang masih hawkish tetap menjadi sumber tekanan,” ujar Panji Yudha seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa (15/4/2025).
Risalah pertemuan The Fed pada Maret juga mencerminkan kekhawatiran terhadap inflasi yang bisa kembali meningkat, terutama jika tarif Trump mendorong naiknya biaya impor.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.