Viral Warung Bakso Babi di Bantul DIY Berlogo Dewan Masjid dan MUI

4 hours ago 2

Yogyakarta, CNN Indonesia --

Sebuah warung bakso babi di wilayah Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta viral karena menampilkan logo Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada spanduk dagangannya.

Sekjen DMI Ngestiharjo, Ahmad Bukhori menjelaskan duduk perkaranya. Dia membenarkan DMI yang memasang spanduk bakso babi pada warung usaha tersebut.

Dia menceritakan penjual bakso tersebut mulai menyewa kios atau menetap di lokasi tersebut sejak 2006 silam setelah selama beberapa tahun sebelumnya berjualan keliling.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada Januari 2025, DMI Ngestiharjo menerima laporan dari takmir salah satu masjid di wilayahnya mengenai keberadaan usaha warung bakso tersebut. Persoalannya, tidak ada spanduk pemberitahuan yang jelas bahwa bahan utama makanan adalah daging babi.

"Menyampaikan ada keresahan masyarakat ternyata banyak orang-orang yang lewat berjilbab kok beli bakso di situ. Padahal itu baksonya bakso babi dan itu terkonfirmasi, ditanyakan ke penjualnya, bakso babi," kata Bukhori, Selasa (28/10).

DMI Ngestiharjo lantas mengkomunikasikan persoalan ini dengan perangkat desa setempat. Sang pedagang bakso pun sepakat memasang label informasi atau menyampaikan langsung kepada pembeli soal daging babi ini.

Hanya saja, DMI melihat label informasi bertuliskan 'B2' menggunakan kertas HVS terlalu kecil, membuat masih banyak orang yang terkecoh. Selain itu pula kadang tidak dipasang.

"Akhirnya daripada berlarut larut kita diskusikan di pertemuan berikutnya. Kita langsung eksekusi buatkan spanduknya yang gede, yang jelas dan terbaca dan ada tulisannya sekaligus logo DMI Ngestiharjo," terang Bukhori yang menyebut pemasangan spanduk dilakukan pada Februari 2025.

Selang beberapa bulan, video warung bakso itu viral. Beberapa warganet menyadari adanya spanduk berlogo DMI. Bukhori mencermati ada dua reaksi yang ditunjukkan para netizen.

Reaksi pertama, menilai langkah DMI tepat karena memberikan informasi kepada masyarakat. Reaksi kedua, beberapa warganet menganggap DMI mendukung penjualan daging babi, sementara banyak produk makanan halal lain yang masih butuh dukungan dalam bentuk promosi.

Viralnya video dan dinamika di media sosial sempat jadi atensi Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Setelah diskusi dan penyampaian duduk perkara, termasuk kepada perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), akhirnya dibuatkanlah spanduk anyar.

Spanduk baru menambahkan informasi 'Tidak Halal' serta keterangan 'Informasi ini Disampaikan oleh MUI Kapanewon Kasihan - DMI Ngestiharjo'. Tujuannya, demi meminimalisir kesalahpahaman dan penjual bakso diklaim kooperatif serta sepakat dengan keputusan ini.

Bukhori menekankan, langkah-langkah yang telah diambil DMI merupakan bentuk kepedulian agar masyarakat tak terkecoh, dengan tanpa mematikan usaha orang. Ia juga menggarisbawahi bila produk pangan non halal memang harus disertai keterangan lengkap sesuai peraturan daerah (perda).

"Jangan sampai spanduknya disalahartikan, karena tulisan bakso babi non halal itu dari sisi kami lebih ke humanis untuk mengedukasi dan penjualnya waktu pemasangan juga hadir juga kooperatif jadi tidak ada masalah. Jangan sampai kita mematikan usahanya beliau, yang penting penjualan jujur tidak ada yang tertipu (terkecoh)," pungkasnya.

Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY, Yuna Pancawati menuturkan, beberapa Perda mengatur tentang pangan halal.

Paling relevan dengan kasus ini Perda DIY Nomor 5 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 27 Tahun 2018 tentang Pengawasan dan Sertifikasi Produk Halal. Keduanya berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha memastikan produk yang mereka memenuhi standar halal.

Jelas Yuna, Perda Nomor 5 Tahun 2014 mengatur tentang jaminan produk halal di DIY. Aturan ini mencakup kewajiban bagi pelaku usaha untuk menjamin bahwa produk yang diproduksi atau diperdagangkan memenuhi standar halal.

"Ini juga mencakup kewajiban untuk mencantumkan label halal pada produk makanan dan minuman yang beredar di pasar," kata Yuna dalam keterangannya belum lama ini.

Yuna menjelaskan jika Perda ini juga mengatur tentang pendaftaran produk halal untuk mendapatkan sertifikat halal dari lembaga yang diakui. Kewenangan Pemda DIY sebagai pemerintah daerah juga termuat dalam aturan ini, yakni mengawasi produk halal dengan berkoordinasi dengan lembaga terkait.

Sedangkan Pergub Nomor 27 Tahun 2018 memberikan penjabaran lebih lanjut terkait pelaksanaan Perda Nomor 5 Tahun 2014. Pergub mengatur beberapa hal teknis seperti prosedur untuk mengajukan sertifikasi halal di DIY, serta mekanisme monitoring terhadap produk-produk yang sudah terdaftar dan beredar di pasaran.

"Pemda DIY melalui dinas terkait juga melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat dan pelaku usaha mengenai pentingnya produk halal. Hal ini termasuk bagaimana cara memperoleh sertifikat halal, serta aturan dan regulasi yang mengatur penggunaan logo halal pada produk makanan," paparnya.

(kum/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |