Industri E-Commerce Tumbuh Pesat, Butuh Regulasi yang Adaptif dan Progresif

6 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Dalam persaingan digital yang semakin ketat, efisiensi dan inovasi bukan lagi sekadar keunggulan kompetitif, melainkan kebutuhan mutlak bagi pelaku industri e-commerce agar tetap bertahan dan berkembang.

Perubahan yang cepat, munculnya pemain baru, dan transformasi model bisnis menjadi tantangan besar bagi mereka yang tidak siap beradaptasi. Hanya yang dapat berinovasi dan beroperasi dengan efisien yang akan bertahan.

Namun, inovasi dan efisiensi saja ternyata belum cukup. Regulasi yang mendukung dan adaptif juga menjadi kunci utama bagi industri e-commerce Indonesia untuk berkembang secara berkelanjutan.

Dengan kebijakan yang tepat, industri ini tidak hanya akan menguntungkan beberapa pelaku besar, tetapi juga menciptakan ekosistem yang sehat dan inklusif bagi semua pemangku kepentingan, termasuk UMKM dan konsumen.

Hal inilah yang menjadi topik utama dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema "Menelaah Masa Depan Industri E-Commerce Indonesia" yang digelar Asosiasi E-Commerce Indonesia (IDEA) di Jakarta, pada Rabu (13/3/2025).

Diskusi ini melibatkan berbagai pelaku industri, akademisi, serta perwakilan dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk membahas isu-isu seputar daya saing, tantangan logistik, dan regulasi yang dibutuhkan untuk mendorong inovasi.

Menurut Ekonom Senior Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, e-commerce bukan hanya sebuah pasar digital, tetapi juga ekosistem yang melibatkan berbagai sektor seperti logistik, sistem pembayaran, pemasaran digital, dan pelaku usaha dalam berbagai skala.

"Kita tidak bisa berbicara tentang e-commerce tanpa membahas bagaimana sistem pembayaran dan logistik berperan di dalamnya. Ketiga aspek ini saling terhubung, dan kemajuan industri ini bergantung pada bagaimana ekosistem ini berkembang secara bersama-sama," jelas Fithra, dalam keterangannya, Minggu (16/3/2025).

Setiap bulan biasanya akan ada big sale di berbagai e-commerce untuk promo khusus tanggal kembar. Eits, tapi, walaupun banyak diskon, Sahabat Liputan 6 sebaiknya jangan sampai kalap berbelanja online. Utamakan beli produk untuk kebutuhan, bukan hanya...

Promosi 1

Kontribusi E-Commerce terhadap Ekonomi dan Tantangan yang Terus Ada

Sejak 2015, industri ini telah mengalami transformasi besar. Model bisnis yang dulunya didominasi oleh marketplace kini bergeser ke social commerce, live shopping, hingga penggunaan AI dalam personalisasi pengalaman pelanggan. Inovasi terjadi begitu cepat, dan hanya mereka yang mampu beradaptasi yang bisa bertahan.

"Industri ini adalah industri dengan pola persaingan hampir sempurna. Teknologi terus mendisrupsi model bisnis lama, dan pemain yang gagal beradaptasi akan tersingkir. Tidak ada jaminan bahwa mereka yang besar hari ini akan tetap bertahan besok. Adaptasi dalam bentuk inovasi di logistik bisa menjadi pilihan bagi pelaku e-commerce dengan menawarkan biaya logistik yang rendah. Hal ini mengingat konsumen Indonesia yang price sensitive," tambahnya.

Di tengah disrupsi yang terjadi, e-commerce juga telah menjadi tulang punggung ekonomi digital Indonesia. Rifan Ardianto, Direktur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa, Kementerian Perdagangan, mengungkapkan bahwa nilai transaksi e-commerce pada tahun 2024 mencapai Rp 512 triliun, meningkat 12,7% dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, jumlah pengguna e-commerce terus meningkat dan diperkirakan mencapai 65,65 juta orang pada tahun yang sama, naik 12% dari tahun sebelumnya.

Namun, di balik pertumbuhan ini, industri masih menghadapi berbagai tantangan besar, seperti minimnya pemahaman UMKM terhadap pemasaran digital dan akses informasi, serta belum meratanya infrastruktur logistik dan pembayaran digital, terutama di luar Pulau Jawa.

"Tantangan ini perlu diselesaikan secara kolaboratif. Industri dan regulator harus bergerak bersama untuk menciptakan ekosistem yang sehat dan berkelanjutan," kata Rifan.

Efisiensi logistik menjadi faktor kunci dalam memastikan e-commerce mampu bersaing secara harga dan layanan. Namun faktanya, bagi banyak pelaku usaha di luar Pulau Jawa, logistik masih menjadi hambatan terbesar.

Jantung E-Commerce yang Harus Terus Bertransformasi

Menurut Gunawan Hutagalung, Direktur Pos dan Penyiaran, Kementerian Komunikasi dan Digital, sinergi antara industri Courier, Express, and Parcel (CEP) dan e-commerce sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan sektor ini.

"Pangsa pasar industri CEP diproyeksikan terus tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 7,24%. Namun, kita masih tertinggal dari negara lain yang sudah mengadopsi sistem logistik 4PL dan 5PL. Indonesia harus segera berbenah agar tidak tertinggal," tegasnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa Komdigi saat ini sedang menyiapkan kebijakan tentang Layanan Pos Komersial, yang akan mengatur kolaborasi antara perusahaan logistik dan e-commerce untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi.

Regulasi yang adaptif dan progresif memainkan peran krusial dalam mendorong pertumbuhan industri e-commerce Indonesia. Menurut Devi Ariyani, Direktur Eksekutif Indonesia Services Dialogue (ISD) Council, regulasi yang terlalu ketat dan tidak fleksibel dapat menghambat fleksibilitas pelaku usaha dalam beradaptasi dengan perubahan pasar.

Alih-alih membatasi ruang gerak industri, kebijakan seharusnya dirancang untuk menciptakan level playing field - memberikan kesempatan yang setara bagi semua pelaku usaha, baik skala besar maupun kecil, tanpa menghambat inovasi dan ekspansi bisnis.

"Negara perlu memilah di mana ia benar-benar harus hadir, seperti dalam perlindungan konsumen dan pencegahan praktik bisnis yang tidak sehat. Namun, aspek lain seperti inovasi model bisnis dan efisiensi operasional sebaiknya dibiarkan berkembang secara alami melalui mekanisme pasar," ujar Devi.

Dalam ekosistem yang bergerak cepat seperti e-commerce, regulasi harus bersifat adaptif, tidak reaktif. Jika kebijakan hanya berfungsi sebagai instrumen pengawasan tanpa mempertimbangkan dinamika industri, maka Indonesia berisiko tertinggal dibandingkan negara lain dalam membangun daya saing ekonomi digitalnya.

"E-commerce berkembang lebih cepat daripada kebijakan. Jika regulasi hanya mengejar dari belakang, kita akan selalu tertinggal. Regulator harus berperan sebagai fasilitator dan enabler, bukan sekadar pengatur," tegasnya.

Menyongsong Masa Depan E-Commerce Indonesia

Ketua Umum IDEA Hilmi Adrianto menjelaskan, dalam lanskap digital yang sangat dinamis dan terus berkembang, industri E-Commerce tidak hanya menghadapi peluang besar tetapi juga tantangan yang semakin kompleks.

"Adaptasi, efisiensi, dan inovasi adalah kunci bagi industri e-commerce untuk bertahan dan meningkatkan daya saing secara berkelanjutan, serta memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional," jelas Hilmi.

Untuk memastikan industri e-commerce tetap menjadi pilar pertumbuhan ekonomi digital, regulator harus mengedepankan kebijakan yang tidak hanya memberikan kepastian hukum tetapi juga mendukung inovasi, investasi, dan efisiensi operasional.

Regulasi yang terlalu kaku dan mengatur operasi secara mikro berpotensi membatasi fleksibilitas industri dalam merespons perkembangan pasar yang dinamis. Sebaliknya, kebijakan berbasis prinsip adaptabilitas dan efisiensi akan menciptakan ekosistem bisnis yang sehat dan kompetitif, sangat diperlukan agar industri dapat terus berkembang secara berkelanjutan.

Regulator memiliki peran strategis dalam menyeimbangkan pertumbuhan industri dengan perlindungan konsumen serta persaingan usaha yang sehat.

Dengan memberikan ruang bagi industri untuk tumbuh secara organik, sambil tetap memastikan adanya transparansi dan persaingan usaha yang sehat, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pemimpin dalam ekonomi digital global.

Regulasi yang mendukung inovasi tidak hanya akan mempercepat pertumbuhan industri e-commerce, tetapi juga membuka lebih banyak peluang bagi UMKM dan pelaku usaha lokal untuk berkembang di era digital.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |