Update Kematian Prada Lucky: Perwira Tersangka, Keroyok Pakai Tangan

6 hours ago 2
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan anggota Batalyon Teritorial Pembangunan 834 Waka Nga Mere (Yon TP 834/WM) Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Prada Lucky Chepril Saputran Namo masih terus bergulir.

Sejumlah pihak pun meminta agar kasus ini diusut secara tuntas. Termasuk, mendorong pemberian sanksi atau hukuman yang setimpal terhadap para pelaku.

CNNIndonesia.com telah merangkum sejumlah fakta terbaru terkait kasus kematian Lucky, sebagai berikut

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

20 tersangka, ada Perwira

Panglima Kodam IX Udayana, Mayjen Piek Budyakto menyebut sudah 20 orang prajurit TNI yang menjadi tersangka dalam kasus ini.

"Seluruhnya 20 tersangka yang sudah ditahan dan kemudian akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan selanjutnya," kata Piek di rumah mendiang Lucky, Senin (11/8).

Kata dia, dari 20 prajurit TNI yang telah ditetapkan sebagai tersangka salah satunya adalah seorang perwira. Namun, ia belum membeberkan identitas para tersangka.

"Salah satunya adalah seorang perwira yang diduga terlibat penganiayaan, sehingga Prada Lucky meninggal dunia," tambahnya.

Keroyok pakai tangan

Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengklaim para pelaku mengeroyok Prada Lucky tanpa menggunakan alat.

"Tidak ada alat ya, lebih kepada menggunakan anggota badan tangan ya," ujarnya mengutip Antara.

"(Barang bukti) Tidak ada. Artinya, tidak ada penggunaan alat tertentu itu tidak ada," tegasnya.

Tak ada CCTV

Saat ditanya apakah kejadian itu terekam CCTV atau tidak, Wahyu menyebutkan cuma ada sejumlah saksi. Saksi tersebut, katanya, membantu pengungkapan kasus ini.

"Ada saksi. Kan sudah saya bilang tadi, ada juga beberapa personel yang survive. Itu CCTV yang paling mahal," pungkasnya.

Motif penganiayaan

Wahyu Yudhayana mengatakan motif penganiayaan Prada Lucky terjadi saat masa pembinaan prajurit.

"Saya menyampaikan bahwa kegiatan ini terjadi semuanya pada dasarnya pelaksanaan pembinaan kepada prajurit," kata Wahyu.

Walau demikian, Wahyu belum bisa menjelaskan secara rinci terkait kronologi kekerasan yang dialami Lucky selama masa pembinaan.

Ginjal dan Paru-paru diduga Bocor

Keluarga mengungkap ginjal Lucky bocor akibat diduga disiksa senior-senior di tempatnya berdinas. Hal itu diketahui ketika dokter di RSUD Aeramo melakukan pemeriksaan medis.

"Ginjalnya bocor dan paru-parunya bilang ada cairan yang harus mendapat penanganan medis secara intensif," kata kakak perempuan Lucky, Lusi Namo.

Lusy menerangkan saat itu Lucky harus segera dirujuk ke Maumere karena kondisinya semakin parah. Namun, alat medis di rumah sakit itu tidak memadai sehingga direncanakan dirujuk ke Kupang, tetapi niat itu urung terlaksana karena adiknya meninggal.

"Jadi kami bingung kok selama ini dia tidak pernah mengeluh penyakit apa-apa, tapi tiba-tiba dirujuk karena ginjal bocor, ternyata dia disiksa berhari-hari," ujarnya.

Lusy turut menduga adiknya itu disiksa dan dianiaya berulang kali oleh seniornya ketika ada pergantian piket. Namun, ia belum mengetahui alasan adiknya diduga disiksa oleh para senior.

"Alasan dia disiksa itu kami belum tahu, tetapi dia bukan bunuh orang. Orang yang pembunuh saja dibawa ke pihak berwajib bukan menghakimi dia sampai mati," ucap Lusy.

DPR Desak hukuman berat dan pemecatan

Komisi I DPR mendesak agar pelaku di balik tewasnya Lucky dihukum berat, termasuk pemecatan sebagai prajurit TNI.

Anggota Komisi I Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menyebut kasus kematian Lucky bukan sekadar insiden, namun mengindikasikan unsur pengeroyokan karena melibatkan lebih dari satu orang pelaku.

"Pengadilan militer harus memproses kasus ini dengan serius, transparan, dan menjatuhkan hukuman yang setimpal," kata dia melalui keterangan tertulis, Minggu (8/8).

Koalisi desak peradilan sipil

Di sisi lain, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan Lucky diadili di peradilan sipil.

"Mengadili kasus Prada Lucky di peradilan sipil sebagaimana amanat TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 dan UU TNI," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangannya, Senin.

Usman menyebut kasus Lucky ini bukan kali pertama terjadi. Setidaknya dalam kurun waktu empat tahun, tercatat ada dua kasus pembunuhan oleh sesama anggota TNI yang mencuat ke publik.

Kata dia, terdapat pola yang sama dalam dua kasus tersebut, yaitu ketertutupan penegakan hukum. Apalagi, dengan kondisi peradilan militer yang belum direformasi, di mana hakim, jaksa dan terdakwanya merupakan anggota TNI, maka patut disangsikan proses hukum akan berjalan baik dan memberikan keadilan bagi korban.

Menurut Usman, proses peradilan militer malah membuka peluang impunitas bagi pelaku. Sebab, impunitas tak bisa dilepaskan dari kegagalan reformasi peradilan militer saat ini.

Ia pun menyoroti TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 Pasal 3 Ayat (4) huruf a dan Pasal 65 Ayat (2) UU TNI. Dua produk hukum itu mengatur bahwa prajurit yang melakukan tindak pidana umum harus diadili di peradilan umum. Kenyataannya, hal tersebut sulit diterapkan.

"Praktiknya kasus-kasus seperti ini tetap ditangani di peradilan militer. Hal ini mengingkari prinsip equality before the law dan menebalkan persepsi bahwa anggota militer kebal hukum," ujarnya.

(dis/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |