Koalisi Sipil Desak Status Bencana Nasional Imbas Banjir Besar Sumatra

18 hours ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Hingga akhir pekan lalu, pemerintah pusat belum menetapkan kejadian banjir dan longsor yang terjadi di tiga wilayah provinsi di pulau Sumatra--Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar)--dengan status darurat bencana nasional.

Oleh karena itu, Koalisi masyarakat sipil Aceh meminta Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status darurat bencana nasional terhadap musibah banjir besar yang terjadi di tiga provinsi Sumatra tersebut.

"Kami mendesak Presiden RI untuk segera menetapkan status darurat bencana nasional atas bencana banjir besar yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat," kata Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian di Banda Aceh, Minggu (30/11) seperti dikutip dari Antara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koalisi masyarakat sipil peduli bencana ini terdiri dari LBH Banda Aceh, MaTA, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia (YKPI), dan International Conference on Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS).

Alfian mengatakan banjir besar dan longsor yang terjadi tiga provinsi tersebut telah menimbulkan dampak luar biasa, korban jiwa, kerusakan infrastruktur, kerugian harta benda, hingga lumpuhnya ekonomi dan sosial masyarakat.

Hingga saat ini, lanjutnya, ribuan warga masih terisolasi, puluhan ribu rumah terendam, dan berbagai fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, jembatan, serta jalan nasional, baik yang menghubungkan antar-provinsi maupun antar-kabupaten/kota mengalami kerusakan berat.

"Di sejumlah wilayah, akses transportasi terputus total sehingga bantuan logistik tidak dapat disalurkan," ujarnya.

Situasi ini, lanjut dia, semakin diperburuk oleh kelangkaan bahan kebutuhan pokok yang menyebabkan masyarakat berada dalam kondisi kelaparan, serta padamnya pasokan listrik dan lumpuhnya jaringan komunikasi, sehingga membuat penanganan darurat semakin terhambat.

Situasi tersebut menunjukkan bahwa kapasitas pemerintah daerah, kata dia, tidak lagi memadai untuk menangani bencana yang sudah meluas, dengan kondisi fiskal yang sangat rendah termasuk kondisi keuangan di pemerintah provinsi, khususnya Aceh, yang tidak mungkin menangani berkelanjutan terhadap daerah bencana besar.

Landasan hukum sudah kuat

Sementara itu Advokat LBH Banda Aceh Rahmad Maulidin menjelaskan penetapan status darurat bencana nasional ini memiliki landasan hukum yang kuat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Kemudian PP Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu, dan pedoman-pedoman lain terkait penetapan status keadaan darurat bencana.

Dari aturan tersebut, kata dia, terdapat beberapa indikator penetapan darurat bencana nasional, yaitu jumlah korban jiwa atau pengungsi dalam skala besar, kerugian material yang signifikan, cakupan wilayah terdampak meluas, serta terganggunya fungsi pelayanan publik dan pemerintahan.

Selain indikator tersebut penetapan status darurat bencana nasional ditetapkan setelah provinsi terdampak tidak mampu lagi untuk memobilisasi sumber daya manusia dan logistik penanganan bencana, termasuk evakuasi, penyelamatan, dan pemenuhan kebutuhan dasar.

Khusus untuk Aceh misalnya, kata dia, beberapa kabupaten/kota telah menyatakan secara resmi tidak sanggup dalam menangani bencana ini. Di samping itu fakta di lapangan menunjukkan kondisi evakuasi dan pemenuhan logistik belum maksimal karena kendala akses transportasi dan telekomunikasi.

Atas dasar itu koalisi masyarakat sipil Aceh mendesak Presiden Prabowo segera menetapkan bencana banjir besar di tiga provinsi tersebut dengan status darurat bencana nasional sebagai bentuk kehadiran negara dalam pemenuhan hak-hak dasar masyarakat korban dan masyarakat terdampak.

"Selain itu, kami juga mendorong agar Gubernur Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat untuk bersama-sama meminta Presiden Prabowo Subianto menetapkan status darurat bencana nasional," kata Rahmad Maulidi.

Sebelumnya, Anggota DPR yang berasal dari daerah pemilihan Aceh, Nasir Djamil mendesak pemerintah pusat menetapkan banjir dan longsor di Sumatra ditetapkan sebagai darurat bencana nasional.

Menurutnya kondisi warga di wilayahnya kini kian memprihatinkan. Menurut dia, banjir telah menyebabkan banyak keluarga terjebak, akses darat terputus, dan distribusi bantuan belum mampu menjangkau seluruh titik terdampak.

"Jika tidak segera ditetapkan sebagai bencana nasional, saya khawatir jumlah korban akan terus bertambah. Dengan kerendahan hati, saya meminta dan mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk menetapkan status tersebut," ujar Nasir dalam keterangannya, Jumat (28/11).

Perkembangan data BNPB

Peristiwa banjir dan longsor terjadi di sejumlah daerah di tiga provinsi wilayah Sumatra pekan lalu. Berdasarkan pendataan sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diterima CNNIndonesia.com, per Minggu lalu total korban meninggal dunia mencapai 442 jiwa, dan 402 jiwa masih dinyatakan hilang.

Mengutip dari siaran pers, Kepala BNPB Letjen TNI Dr. Suharyanto mengatakan pihaknya bekerja sama dengan TNI/Polri, Basarnas, kementerian/lembaga serta pemerintah daerah terus bekerja mempercepat operasi pencarian, pertolongan, logistik, dan pembukaan akses wilayah terdampak.

"BNPB bersama TNI/Polri, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, relawan, dan mitra internasional terus bekerja maksimal untuk mempercepat pencarian korban, pembukaan akses, pemulihan layanan vital, serta pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat," demikian disampaikan dalam konferensi pers di Pos Pendukung Nasional, Bandara Silangit, Tapanuli Utara, 30 November 2025.

Adapun rincian perkembangan jumlah korban dan pengungsi yang terdata BNPB hingga akhir pekan lalu, di Sumut saat ini total meninggal dunia mencapai 217 jiwa dan 209 orang dinyatakan masih hilang. Korban meninggal dunia ini tersebar di Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Kota Sibolga, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Kota Padang Sidempuan, Deli Serdang, dan Nias.

"Korban jiwa untuk Sumatra Utara 217 yang meninggal dunia kemudian 209 yang masih hilang," ungkap Suharyanto.

Sementara itu, pengungsi tersebar di beberapa titik, antara lain 3.600 jiwa di Tapanuli Utara, 1.659 jiwa di Tapanuli Tengah, 4.661 jiwa di Tapanuli Selatan, 4.456 jiwa di Kota Sibolga, 2.200 jiwa di Humbang Hasundutan, dan 1.378 jiwa di Mandailing Natal.

Kemudian di Aceh, tercatat 96 jiwa meninggal dunia dan 75 jiwa hilang. Korban tersebar di Bener Meriah, Aceh Tengah, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Tenggara, Aceh Utara, Aceh Timur, Lhokseumawe, Gayo Lues, Subulussalam, dan Nagan Raya.

Jumlah pengungsi mencapai 62.000 KK di berbagai kabupaten/kota.

"Aceh korban jiwa meninggal dunia menjadi 96, hilang 75 jiwa. Ini ada di 11 kabupaten/kota," kata  Suharyanto.

Lalu di Sumbar tercatat 129 jiwa meninggal dunia, 118 hilang, dan 16 luka-luka.

Korban tersebar di Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang, Kota Padang, Padang Pariaman, Tanah Datar, Pasaman Barat, Pasaman, Solok, Kota Solok, dan Pesisir Selatan. Total pengungsi mencapai 11.820 KK atau 77.918 jiwa, dengan konsentrasi terbesar di Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan.

Sebelumnya, pada Jumat (28/11) lalu, Suharyanto mengatakan alasan bencana banjir hingga longsor yang terjadi di sejumlah daerah di Sumatra pada pekan lalu belum ditetapkan sebagai bencana nasional, karena membandingkan skala bencana nasional yang pernah terjadi sebelumnya.

Dia mengklaim mencekam memang terlihat di media sosial, tapi tidak demikian dengan kondisi terkini di lapangan.

Ia menjelaskan sejauh ini bencana di Indonesia yang pernah ditetapkan sebagai bencana nasional adalah pandemi Covid-19 dan Tsunami Aceh 2004.

"Kita tidak perlu diskusi panjang lebar ya, yang dimaksud dengan status bencana nasional yang pernah ditetapkan oleh Indonesia itu kan Covid-19 dan Tsunami 2004. Cuma dua itu yang bencana nasional. Sementara setelah itu banyak terjadi bencana gempa Palu, gempa NTB kemudian gempa Cianjur (bukan bencana nasional)," ujar Suharyanto dalam konferensi pers, Jumat (28/11), dikutip dari detikSumut.

Kemudian, dia mengatakan belum ditetapkannya status bencana nasional juga berdasarkan pertimbangan dari skala korban dan akses menuju lokasi bencana.

Pada Jumat lalu, Presiden Prabowo Subianto mengaku terus memantau kondisi bencana alam yang menimpa sejumlah daerah di Aceh, Sumbar, dan Sumut. Hal itu disampaikannya merespons pertanyaan apakah akan menerapkan status darurat bencana nasional, ia mengatakan terus memantau kondisi di lapangan seraya terus mengirimkan bantuan ke daerah-daerah terdampak.

"Ya kita terus monitor, kita kirim bantuan terus. Nanti kita menilai kondisinya," kata Prabowo, Jumat pekan lalu.

Prabowo menyebut sejauh ini pemerintah telah mengirimkan bantuan melalui tiga pesawat Hercules C-130 dan satu pesawat A-400. Ia memastikan pengiriman bantuan akan dilakukan secara terus menerus dengan menyesuaikan kebutuhan di lapangan.

(antara/kid)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |