Liputan6.com, Jakarta - Bitcoin diperdagangkan pada harga hampir USD 104 ribu, melonjak 65 persen dari tahun lalu. Para pendukung kripto menyebut 2025 sebagai tahun untuk aset digital.
Capaian tersebut lantas membuat para pecinta kripto memberikan banyak pujian atas dukungan terbuka dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Suka atau tidak, kripto telah mencapai arus utama keuangan. Dengan total kapitalisasi pasar mencapai USD 3 triliun, seperti dilaporkan Fortune.
Lantas, apa artinya ini bagi para investor?
Mengutip laman Yahoo Finance, berikut hal-hal yang perlu dipertimbangkan saat Wall Street bersiap menghadapi potensi ledakan kripto.
Riset, Riset, Riset
Meskipun kripto merupakan pasar baru dibandingkan dengan platform investasi lain, strategi bisnisnya terus berkembang.
Langkah pertama bagi para investor, dengan melakukan riset mendalam. Terlebih lagi saat mempertimbangkan investasi dalam aset digital.
Oleh karenanya, jangan lupa untuk terus memantau wallet, koin dan bursa. Jangan coba bergantung pada media sosial, dan bicaralah dengan penasihat keuangan untuk memisahkan fakta dari fiksi.
Fokus pada Likuiditas
Likuiditas berarti seberapa cepat dan mudah Anda dapat mengubah investasi menjadi uang tunai. Di dunia kripto, semakin terkenal suatu koin, semakin mudah untuk dibeli atau dijual.
Pemain utama seperti bitcoin dan ethereum cenderung lebih likuid daripada altcoin yang lebih kecil, demikian menurut U.S. News. Namun, karena pasar kripto sangat fluktuatif, likuiditasnya kurang dibandingkan investasi tradisional.
Namun, CEO deVere Group Nigel Green menikai, ETF bitcoin dapat meningkatkan aksesibilitas dan likuiditas, seraya menstabilkan harga dan pasar.
Harapkan Perubahan Harga yang Besar
Semua pasar berfluktuasi, tetapi kripto lebih fluktuatif daripada pasar seperti S&P 500, yang berarti risikonya lebih tinggi. Meskipun mungkin tergoda untuk fokus pada pertumbuhan bitcoin yang meningkat lima kali lipat selama 2 tahun terakhir, ketahui juga risikonya.
Pengembalian jangka pendek kripto dapat menyerupai naik turunnya roller coaster, penuh dengan kenaikan cepat dan penurunan tiba-tiba.
Misalnya, harga bitcoin anjlok 22 persen hanya dalam tujuh hari antara akhir Juli dan awal Agustus 2024. Hal ini tidak berarti Anda tidak boleh berinvestasi, hanya saja jangan panik menjual saat harganya turun.
Strategy Kembali Borong Bitcoin, Kepemilikannya Kini Sentuh Rp 974,7 Triliun
Sebelumnya, Strategy, perusahaan yang sebelumnya dikenal sebagai MicroStrategy, telah membeli tambahan 13.390 Bitcoin (BTC) seharga USD 1,34 miliar atau Rp22,1 triliun.
Melansir Cryptonews, Selasa (13/5/2025) pembelian tersebut menaikkan total kepemilikan BTC Strategy menjadi 568.840 Bitcoin, atau senilai lebih dari USD 59 miliar atau Rp974,7 triliun pada harga saat ini.
Dalam postingan di platform media sosial X, Ketua Eksekutif Strategy, Michael Saylor mengatakan pembelian Bitcoin kali ini dilakukan dengan harga rata-rata USD 99.856 per BTC.
Strategy sekarang memegang Bitcoin-nya pada basis biaya rata-rata USD 69.287, dengan hasil tahun berjalan sebesar 15,5% pada 2025.
Pembelian tersebut dibiayai melalui penjualan 3,22 juta lembar saham biasa dan 273.987 lembar saham preferen Seri STRK, yang menghasilkan USD 1,34 miliar atau Rp22,1 triliun antara 5 Mei dan 11 Mei 2025.
Saat ini, Strategy masih memiliki lebih dari USD 40 miliar saham yang diotorisasi untuk penerbitan di masa mendatang di kedua kelas tersebut, menurut pengajuan di SEC AS.
StrategY telah mengakuisisi Bitcoin secara agresif sejak 2020 dan tetap menjadi pemegang aset publik terbesar.
Dengan Bitcoin yang saat ini diperdagangkan mendekati USD 104.000, kas Bitcoin Strategy merupakan taruhan besar pada nilai jangka panjang mata uang kripto tersebut.
Perusahaan tersebut terus membiayai pembelian melalui penawaran saham, yang menandakan bahwa mereka melihat Bitcoin sebagai penyimpan nilai yang lebih baik daripada uang tunai atau cadangan perusahaan lainnya.