Liputan6.com, Jakarta - Pasti Anda tidak bisa membayangkan jika dalam sebuah hubungan asmara ada salah satu pasangan yang bersikap dominan.
Di mana dia selalu bersikeras untuk mengambil keputusan akhir, tidak pernah mengakui kesalahannya, dan selalu ingin menjadi pusat perhatian. Apakah Anda pernah mengalami hal tersebut?
Skenario ini menggambarkan bagaimana ego yang tinggi dalam hubungan dapat menciptakan dinamika yang menantang. Bahkan, bisa saja menimbulkan toxic relationship yang dapat mengganggu kesehatan mental Anda.
Sayangnya, ketika ego dan kesombongan mengalahkan cinta dan rasa saling menghormati, hal itu dapat menyebabkan ketidakseimbangan kekuatan yang mengganggu komunikasi dan hubungan emosional. Oleh karenanya, Anda perlu mengetahui tanda-tanda ego tinggi pada pasanganmu.
Dengan demikian, diharapkan dapat memahami bagaimana hal itu memengaruhi hubungan dan mencegah toxic relationship yang bisa menyebabkan berakhirnya hubungan tersebut.
Ini bukan hanya tentang kebutuhan nyata untuk dikagumi atau dikendalikan, tetapi juga tentang tanda-tanda halus seperti ketidakmampuan untuk berempati atau mengakui keberhasilan orang lain.
Dilansir dari Marriage, Senin (26/5/2025), ada beberapa karakteristik seseorang yang memiliki ego tinggi dalam hubungan. Ketika salah satu pasangan memiliki ego yang sangat besar, hal itu dapat menciptakan dinamika yang memengaruhi komunikasi, kepercayaan dan keharmonisan secara keseluruhan.
Oleh karenanya, memahami dinamika ini penting untuk menjaga dinamika hubungan yang sehat di mana kedua pasangan merasa dihormati dan dihargai. Di bawah ini, tanda-tanda seseorang memiliki ego tinggi.
Dalam hubungan berpasangan, ada saja persoalan yang bisa menjadi sebuah penyebab pertengkaran. Namun, tidak semua pertengkaran bisa dikategorikan sebagai hubungan toxic.
1. Selalu ingin merasa benar
Orang dengan ego besar sering merasa harus memenangkan setiap argumen, terlepas dari apakah mereka benar atau tidak.
Kebutuhan untuk selalu benar ini dapat menyebabkan konflik yang sering terjadi, karena orang tersebut mungkin menolak untuk mengakui sudut pandang alternatif atau mengakui kesalahannya.
Sikap keras kepala ini dapat menghambat dialog yang tulus dan menyebabkan kebencian dalam suatu hubungan, karena salah satu pasangan merasa pendapatnya diremehkan atau diabaikan.
2. Mendominasi percakapan
Pasangan dengan ego besar mungkin sering memonopoli diskusi, sehingga sulit bagi orang lain untuk menyela pembicaraan. Dominasi dalam percakapan ini bukan hanya tentang banyak bicara; tetapi tentang menegaskan kendali dan mengurangi peran orang lain dalam dialog.
Perilaku seperti itu dapat membuat pasangannya merasa tidak didengarkan dan tidak penting, yang dapat mengikis fondasi emosional hubungan dari waktu ke waktu.
3. Berusaha memegang kendali
Kendali merupakan tema umum bagi mereka yang memiliki ego besar. Mereka mungkin bersikeras membuat keputusan besar dalam hubungan—mulai dari memilih rencana akhir pekan hingga membuat keputusan finansial—tanpa masukan substansial dari pasangannya.
Kebutuhan akan kendali ini dapat terwujud dalam berbagai aspek hubungan, yang mengarah pada ketidakseimbangan yang mungkin membuat salah satu pasangan merasa lebih seperti penonton daripada peserta yang setara.
4. Sering mengkritik orang lain
Individu dengan ego besar sering menggunakan kritik untuk meningkatkan harga diri mereka sendiri dengan merendahkan orang lain.
Hal ini dapat sangat merusak dalam suatu hubungan, karena kritik terus-menerus dapat menyebabkan salah satu pasangan merasa tidak dihargai dan tidak mampu.
Pasangan yang kritis mungkin bahkan tidak menyadari dampak dari kata-kata mereka, berpikir bahwa mereka hanya menawarkan "bantuan" atau "nasihat," tetapi motif yang mendasarinya sering kali adalah untuk mempertahankan posisi superior.
Perilaku ini dapat menonjolkan rasa tidak aman pada pasangan, karena mereka menggunakan kritik sebagai perisai terhadap kekurangan yang mereka rasakan sendiri.
5. Merasa begitu cemburu
Kecemburuan dalam konteks ego yang besar sering kali melampaui batas-batas hubungan yang umum. Kecemburuan dapat muncul tidak hanya dari interaksi dengan orang luar tetapi juga dalam hubungan itu sendiri, didorong oleh kebutuhan untuk selalu menjadi figur terbaik atau terpenting dalam kehidupan pasangannya.
Kecemburuan dapat terwujud dalam bentuk persaingan atau kebencian ketika pasangan mencapai kesuksesan atau mendapat perhatian, karena hal itu mengancam rasa superioritas mereka.
6. Sikap defensif
Sikap defensif adalah respons umum bagi mereka yang enggan menghadapi kritik atau tantangan terhadap perspektif mereka.
Seseorang dengan ego yang besar mungkin bereaksi secara defensif bahkan terhadap umpan balik yang membangun, menganggapnya sebagai serangan daripada peluang untuk tumbuh atau berkembang.
Perisai defensif dapat bertindak sebagai penghalang bagi dialog yang jujur dan pemecahan masalah dalam hubungan.
7. Keengganan untuk berkompromi
Bagi seseorang dengan ego yang besar, berkompromi dapat tampak seperti mengakui kekalahan. Mereka sering kali memiliki keinginan kuat untuk mempertahankan kendali atau menjadi "pemenang" dalam situasi apa pun, yang dapat membuat mereka keras kepala dan tidak mau menemui pasangannya di tengah jalan.
Sikap ini dapat sangat merusak dalam suatu hubungan, di mana kompromi sering kali menjadi kunci untuk menyelesaikan konflik dan mempertahankan keharmonisan.