Menilik Korelasi Antara Pasar Saham, Inflasi, dan Harga Kripto

11 hours ago 9

Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara pasar saham, inflasi, dan harga kripto semakin erat. Bitcoin yang sebelumnya dianggap sebagai aset alternatif kini mulai bergerak sejalan dengan saham teknologi, menunjukkan investor melihatnya sebagai bagian dari aset berisiko yang dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi.

Terkait ini, Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur menuturkan, korelasi 30 hari antara Bitcoin dan Nasdaq saat ini berada di sekitar 0,7, yang berarti pergerakan harga keduanya semakin mirip. 

“Semakin tinggi korelasi ini, semakin besar kemungkinan bahwa faktor yang memengaruhi pasar saham juga berdampak pada kripto,” ungkap Fyqieh, kepada Liputan6.com, Senin (17/3/2025).

Korelasi Diperkuat Kebijakan Suku Bunga The Fed

Selain itu, kebijakan suku bunga The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) juga menjadi faktor utama yang memperkuat hubungan ini. Pada 2022, kenaikan suku bunga menyebabkan Bitcoin turun lebih dari 60% dalam setahun, mengikuti tren di pasar saham. Investor cenderung mengalihkan modal ke aset yang lebih stabil seperti obligasi dan dolar AS.

Fyqieh juga menekankan bahwa inflasi memiliki peran besar dalam menentukan arah pasar kripto. Meskipun Bitcoin sering disebut sebagai emas digital dan lindung nilai terhadap inflasi, kenyataannya lebih kompleks. 

“Dalam jangka pendek, kenaikan suku bunga akibat inflasi tinggi justru membuat Bitcoin dan aset kripto lainnya mengalami tekanan jual,” ujar dia.

Investor Cenderung Tarik Modal dari Aset Berisiko

Dalam kondisi saat ini, investor cenderung menarik modal dari aset berisiko untuk mengurangi eksposur terhadap volatilitas. Jika S&P 500 mengalami koreksi lebih dari 10%, Bitcoin juga cenderung mengalami penurunan harga secara signifikan. 

Promosi 1

Dapatkan Momentum

Namun, jika kebijakan moneter mulai longgar dan inflasi terkendali, pasar kripto bisa mendapatkan momentum pemulihan yang lebih kuat. Arus modal institusional juga memiliki pengaruh besar terhadap harga Bitcoin dan altcoin. 

Data terbaru menunjukkan bahwa dalam sebulan terakhir, outflow dari ETF Bitcoin Spot mencapai USD 4,75 miliar, sejalan dengan koreksi di pasar saham. Ini menunjukkan pelaku pasar institusional masih berhati-hati dalam meningkatkan eksposur terhadap aset digital.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Jutawan Kripto: Bitcoin Bisa Sentuh USD 100.000 pada Akhir Maret 2025

Sebelumnya, harga Bitcoin saat ini berdiri di kisaran USD 82.900. Namun, seorang jutawan kripto populer memperkirakan harga BTC akan mencapai USD 100.000 pada akhir bulan ini.

Melansir Cryptonews, Senin (17/3/2025) harga Bitcoin telah naik 10% dari level terendahnya bulan ini, sehingga kapitalisasi pasarnya mencapai USD 1,62 miliar.

Josh Mandell, seorang analis dan jutawan populer dengan lebih dari 79.000 pengikut di platform X, memperkirakan harga Bitcoin dapat mencapai USD 100.000 pada akhir bulan ini jika ditutup di atas USD 84.000.

Mandel telah berkecimpung di industri perdagangan kripto selama bertahun-tahun. Ia bekerja untuk Salomon Brothers pada tahun 90-an, dan juga pernah bekerja untuk Caxton Associates. Salomon sendiri merupakan salah satu bank investasi terbesar di AS hingga Travelers akuisisi pada 1997.

Mandell menjadi populer karena menerbitkan detail akun Fidelity miliknya, yang menunjukkan portofolionya telah tumbuh dari USD 2,1 juta menjadi lebih dari USD 23,4 juta. Ia mencapainya sebagian besar dengan memperdagangkan Bitcoin dan opsi Strategi atau MSTR.

Proyeksi lainnya menyebutkan harga Bitcoin perlu naik sekitar 18% untuk mencapai angka USD 100.000 bulan ini. Hal ini mungkin saja terjadi, tetapi akan bergantung pada dua katalis utama.

Pertama, pasar perlu menyesuaikan diri dengan tarif impor Presiden Donald Trump. Hal ini menjelaskan mengapa ekuitas AS melonjak pada Jumat, dengan indeks Dow Jones dan Nasdaq 100 masing-masing naik sebesar 674 dan 450 poin.

Secara historis, pasar saham bereaksi berlebihan saat terjadi peristiwa ekonomi dan bangkit kembali setelahnya. Salah satu contoh, adalah selama pandemi COVID-19 saat pasar saham anjlok dan bangkit kembali.

Faktor Lainnya

Kedua, the Federal Reserve perlu mengadopsi nada dovis karena kemungkinan ekonomi AS berkontraksi pada kuartal pertama telah meningkat. Pemantau FedNow Atlanta memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) AS akan berkontraksi sebesar 2,4% pada kuartal pertama.

The Fed yang dovish kemungkinan akan menyebabkan sentimen risiko dan mendorong harga Bitcoin dan altcoin lebih tinggi.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi. 

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |