Liputan6.com, Jakarta - Pembeli token non-fungible (NFT) bertema Nike menggugat Nike pada Jumat, 25 April 2025 dan kripto lainnya. Gugatan itu dilayangkan seiring pembeli menderita kerugian signifikan ketika Nike tiba-tiba menutup bisnis NFT.
Mengutip Channel News Asia, ditulis Senin (28/4/2025), dalam gugatan class action yang diajukan di Pengadilan Federal Brooklyn, New York, pembeli yang dipimpin oleh warga Australia Jagdeep Cheema menuturkan, penutupan mendadak unit RTFKT Nike pada Desember menyebabkan permintaan NFT menurun.
Mereka mengatakan kalau tidak akan pernah membeli NFT dengan harga yang mereka beli atau sama sekali tidak akan membeli, jika mereka tahu token tersebut adalah sekuritas yang tidak terdaftar dan Nike akan menyingkirkan mereka.
Nike yang berkantor pusat di Beaverton, Oregon tidak segera menanggapi permintaan komentar. Pengacara penggugat Philip Kim juga menolak berkomentar.
Status hukum NFT belum jelas, dan telah terjadi banyak litigasi mengenai apakah NFT merupakan sekuritas menurut hukum federal.
Gugatan Jumat itu meminta ganti rugi yang tidak ditentukan lebih dari USD 5 juta atas dugaan pelanggaran undang-undang perlindungan konsumen New York, California, Florida, dan Oregon.
Nike membeli RTFKT, yang diucapkan "artefak," pada Desember 2021, dengan mengatakan merek fesyen itu memanfaatkan "inovasi mutakhir untuk menghadirkan koleksi generasi berikutnya yang menggabungkan budaya dan permainan."
Nike mengumumkan penutupan RTFKT yang telah selesai pada 2 Desember 2024, sambil memproyeksikan inovasi yang diwakili oleh RTFKT akan terus berlanjut melalui "banyak kreator dan proyek" yang terinspirasi olehnya. Kasus ini adalah Cheema v Nike Inc, Pengadilan Distrik AS, Distrik Timur New York, No. 25-02305.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Investor NFT Terancam Penjara 6 Tahun Akibat Penggelapan Pajak
Sebelumnya, seorang investor NFT asal Pennsylvania, Amerika Serikat, Waylon Wilcox, kini menghadapi ancaman hukuman penjara hingga enam tahun setelah dinyatakan bersalah dalam kasus penggelapan pajak. Wilcox, 45 tahun, terbukti menyembunyikan pendapatan lebih dari USD 13 juta atau setara Rp218 miliar (asumsi kurs Rp 16.800 per dolar AS) dari penjualan NFT populer CryptoPunks.
Melansir Coinmarketcap, Sabtu (19/4/2025), jaksa AS menyatakan Wilcox dengan sengaja memberikan laporan pajak penghasilan palsu untuk tahun pajak 2021 dan 2022. Ia gagal melaporkan jutaan dolar dari aktivitas jual-beli NFT yang ia lakukan selama dua tahun berturut-turut.
Untung Besar dari NFT, Tapi Gagal Laporkan
Wilcox diketahui menjual total 97 NFT CryptoPunks, yang merupakan salah satu koleksi token digital paling ikonik di dunia kripto. Pada 2021, ia menjual 62 NFT senilai sekitar USD 7,4 juta, dan pada 2022, ia menjual 35 NFT lagi senilai hampir USD 4,9 juta. Meski demikian, dalam laporan pajaknya, ia menyatakan penghasilan yang jauh lebih kecil dari jumlah sebenarnya.
Dalam dakwaan yang diajukan ke pengadilan, Wilcox bahkan mengaku tidak memiliki transaksi aset digital selama tahun 2022. Ia menjawab “tidak” saat diminta mengonfirmasi apakah dirinya pernah menerima, menjual, atau menukar aset digital sepanjang tahun tersebut.
Padahal menurut aturan pajak di Amerika Serikat, setiap transaksi NFT, termasuk penjualan, harus dilaporkan sebagai penghasilan yang dikenai pajak.
Diselidiki Regulator Pajak AS
Kasus ini diselidiki langsung oleh divisi Investigasi Kriminal dari Internal Revenue Service (IRS), badan pajak Amerika. Asisten Jaksa AS David C. Williams adalah pihak yang menangani kasus ini.
Yury Kruty, Agen Khusus Penanggung Jawab IRS wilayah Philadelphia, menyatakan bahwa pihaknya sangat serius menangani upaya manipulasi finansial di dunia aset digital.
“Penyelidikan Kriminal IRS berkomitmen untuk mengungkap skema keuangan rumit yang melibatkan mata uang virtual dan NFT yang dirancang untuk menyembunyikan pendapatan kena pajak,” ujar Kruty.
CryptoPunks: NFT Ikonik dengan Nilai Jual Tinggi
CryptoPunks sendiri adalah koleksi NFT berbasis Ethereum yang dirilis sejak 2017. Terdiri dari 10.000 karakter piksel unik dengan atribut berbeda-beda seperti gaya rambut, aksesori, dan pakaian, NFT ini menjadi simbol seni digital dan eksklusivitas di dunia kripto.
Awalnya dikembangkan oleh Larva Labs, kini proyek tersebut dikelola oleh Yuga Labs, perusahaan yang juga mengelola koleksi Bored Ape Yacht Club (BAYC).
Popularitas CryptoPunks melonjak tajam di masa keemasan NFT pada 2021–2022. Tapi kasus seperti ini menunjukkan bahwa keuntungan besar di dunia kripto tetap wajib taat aturan, terutama soal pajak.