Yogyakarta, CNN Indonesia --
Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan mosi tidak percaya kepada Ova Emilia selaku rektor kampus negeri tersebut.
Dalam surat resmi mereka, BEM KM UGM menyatakan titik awal Mosi Tidak Percaya itu dilayangkan atas sejumlah hal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa di antaranya seperti terpilihnya presiden-wakil presiden RI Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang tak lepas dari banyak hal kontroversial.
Kemudian, kebijakan pemerintahan Prabowo yang disebut tanpa konsiderasi lebih jauh macam Makan Bergizi Gratis (MBG), Inpres mengenai Efisiensi Anggaran, dan Danantara. Lalu, revisi UU TNI yang disebut-sebut sebagai langkah permulaan mengembalikan dwi fungsi militer.
"Militerisme merangsek ke beberapa lingkungan kampus dengan dalih penguatan nasionalisme. Lebih jauh, mahasiswa yang menyampaikan ekspresi kritiknya mendapatkan represi dan bahkan ditetapkan sebagai tersangka. Demokrasi dalam bahaya!" demikian tulis surat Mosi Tidak Percaya yang diteken Ketua BEM KM UGM, Tiyo Ardianto.
Berangkat dari berbagai masalah itu, lanjutnya, Mahasiswa UGM kemudian melakukan aksi kemah di Balairung alias Gedung Rektorat UGM.
Massa mahasiswa itu menuntut Mosi Tidak Percaya terhadap lembaga pemerintah selaku penggagas berbagai kebijakan yang dianggap amburadul sebagai sikap keberpihakan pada Rakyat.
Lalu, pada Rabu, 21 Mei 2025 kemarin setelah satu pekan okupasi, Ova Emilia selaku Rektor UGM menemui massa aksi dan berdialog dengan para mahasiswa.
"Hasilnya? Omon-omon! Atas kekecewaan terhadap respon yang diberikan oleh Rektor, BEM KM UGM menyatakan MOSI TIDAK PERCAYA kepada Ova Emilia selaku Rektor UGM," tulis keterangan mahasiswa itu.
"Betapa malu kami sebagai mahasiswa Kampus Kerakyatan menyaksikan rektor lembek pada berbagai ketidakadilan dan penindasan yang terang benderang. Kami tidak akan mencabut mosi ini sampai Rektor menyatakan Mosi Tidak Percaya sebagai bukti keberpihakannya kepada Rakyat atau sesuatu yang setara dengannya," tutup mereka dalam surat tersebut.
Sementara Tiyo dalam unggahannya di akun media sosial Facebook (FB) miliknya menjelaskan, BEM KM melalui mosi tidak percaya ini hanya ingin mengembalikan muruah UGM sebagai Kampus Kerakyatan. Kampus yang berpihak semata-mata demi kepentingan rakyat, bukan kepentingan penguasa.
"UGM telah terlibat membesarkan kekuasaan pembunuh demokrasi bernama Jokowi (Presiden ke-7 RI, Joko Widodo) yang menjadi bagian dari sebab berbagai masalah hari ini, betapapun rezimnya telah berganti, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, tapi bukankah rezim hari ini pun merupakan kehendak Jokowi. Tidak sulit memahami betapa UGM mestinya turut bertanggung jawab dengan menegaskan keberpihakannya," tulis Tiyo di akun FB-nya tersebut.
Tiyo telah memberikan izin kepada awak media untuk mengutip unggahannya tersebut.
Lanjut unggahan itu, ketika BEM KM UGM menuntut supaya rektor melayangkan Mosi Tidak Percaya kepada lembaga negara, jawab rektor justru menyebut kampus telah menyelenggarakan kegiatan diskusi yang mengkritik realitas politik hari ini.
Tapi, Tiyo menilai pernyataan itu tidak lebih dari sebuah akrobat dalam panggung media, sementara ketidakadilan dan penindasan terus tetap serta senantiasa terjadi di mana-mana.
CNNIndonesia.com sudah mencoba menghubungi Ova Emilia untuk merespons pernyataan dan mosi tidak percaya dari para mahasiswa itu. Namun, hingga berita ini ditulis belum ada respons dari yang bersangkutan. Demikian pula Sekretaris Universitas UGM, Andi Sandi Antonius.
(kum/kid)