Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI menerima audiensi tiga kelompok masyarakat dari Riau yang mengeluhkan potensi pengosongan lahan yang telah mereka tempati dan kelola selama puluhan tahun.
Lahan tersebut kini berada dalam rencana kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) berdasarkan penunjukan pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua BAM DPR RI Ahmad Heryawan menyebut masyarakat telah menggarap lahan tersebut secara legal sejak 1998 dan memiliki 1.762 sertifikat hak milik (SHM).
Selain permukiman warga, kawasan itu juga disebut telah dilengkapi fasilitas umum seperti sekolah dan infrastruktur jalan.
"Mereka sudah mengelola itu sejak lama ya, sejak tahun 1998, mereka sudah punya SHM. Jadi di awal reformasi nampaknya mereka sudah punya SHM, dan di kawasan tersebut ada koperasi, ada rumah warga tentu, ada fasilitas-fasilitas negara juga, ada jalan, ada sekolah bahkan, sekolah-sekolah negeri," ujar Aher, sapaan akrabnya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (2/7).
Kelompok masyarakat yang hadir dalam pertemuan itu yakni Koperasi Mekar Sakti Jaya, Forum Masyarakat Korban Tata Kelola Hutan dan Pertanahan Riau, serta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Cerdas Bangsa.
Permasalahan lahan muncul usai terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 255 Tahun 2004 yang menunjuk wilayah tersebut sebagai calon kawasan konservasi. Namun, menurut Aher, SK tersebut belum melalui proses validasi batas wilayah dan belum memiliki kekuatan hukum final.
"Ya tentu kita sangat menghormati niat baik pemerintah untuk membentuk Taman Nasional, tapi di saat yang sama ternyata di kawasan yang dengan SK tersebut baru ada penunjukan, di situ ternyata sudah ada hunian," kata dia.
Politikus PKS itu menambahkan, sebagian masyarakat yang menempati kawasan tersebut merupakan peserta program transmigrasi era Orde Baru. Sehingga, keberadaan mereka tidak bisa dikategorikan sebagai okupasi liar.
BAM DPR akan menindaklanjuti pengaduan tersebut dengan melakukan kunjungan kerja ke lokasi pada 10 Juli 2025. Setelah itu, BAM akan menggelar forum diskusi terbatas (FGD) bersama kementerian dan lembaga terkait.
"BAM tidak punya kewenangan tindak lanjut, tapi insya Allah hasil kerja BAM, menghimpun informasi, menelaah informasi termasuk juha kunjungan lapangan," imbuh Heryawan.
Sementara itu, Wakil Ketua BAM DPR RI Adian Napitupulu menyoroti ketimpangan pengelolaan hutan di kawasan Tesso Nilo. Menurut dia, sekitar 512 ribu hektare kawasan hutan di Riau dikuasai pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI), yang menurutnya turut bertanggung jawab terhadap kerusakan hutan di wilayah tersebut.
"Jadi kalau kemudian di kawasan Tesso Nilo itu ada 156 ribu hektare, dikali 100 batang pohon, itu berarti perusahaan pemegang HTI, HPH sebelumnya itu sudah menebang 15 juta pohon," kata Adian.
Ia mengungkapkan, keberadaan masyarakat di kawasan tersebut juga didukung oleh surat resmi Bupati Indragiri Hulu pada 1998-1999 yang mendorong pembentukan koperasi dan pembagian lahan dua hektare per keluarga.
Adian menekankan pentingnya penyelesaian sengketa lahan berdasarkan hukum. Ia menolak tindakan relokasi yang dilakukan tanpa dasar hukum, dan mengingatkan bahwa Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tidak menyebut relokasi sebagai solusi konflik agraria.
"Indonesia negara hukum, bukan negara kekuasaan. Semuanya harus berlandaskan hukum. Dan itu yang kita baca sama-sama tadi, amanat yang tertuang dalam perpres nomor 5 tahun 2025, melewati pidana, perdata atau administratif. Relokasi tidak disebutkan dalam Perpres tersebut," kata Adian.
(thr/kid)