Liputan6.com, Jakarta Kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terus mengalami peningkatan di Indonesia. Komnas Perempuan mencatat bahwa sepanjang tahun 2024, tercatat 330.097 kasus, naik 14,17% dibandingkan tahun 2023. Kekerasan seksual, psikis, fisik, dan ekonomi menjadi bentuk pelaporan terbanyak, masing-masing dengan persentase yang hampir merata.
Kekerasan ini tidak hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga trauma psikologis yang mendalam. Psikolog Klinis Maria M. T. Fernandez, M.Psi., menjelaskan bahwa dampak psikologis pada penyintas sering kali berupa emosi negatif, kesulitan fokus, dan kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial.
“Dampak psikologis teman-teman penyintas ini juga bisa kita lihat dari segi relasi. Mereka sering kali terganggu oleh perasaan dan pikiran negatif, sehingga fokus dalam menyelesaikan masalah di sekolah, rumah tangga, atau kehidupan sehari-hari menjadi terhambat,” ujar Maria.
Forum Edukatif dan Ruang Aman bagi Penyintas
Merespons peningkatan kasus kekerasan ini, Komunitas Broken but Unbroken menggelar Jakarta Anti-Violence Forum 2025, yang berlangsung di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Forum ini membuka ruang dialog untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, dan strategi penanganan kekerasan.
Kartika Soeminar, pendiri komunitas yang juga aktif mengedukasi masyarakat melalui media sosial, menjelaskan bahwa forum ini dirancang sebagai ruang aman bagi penyintas untuk berbicara tanpa rasa takut.
“Forum ini lebih sebagai media untuk bisa bertukar cerita secara aman dan intimate. Kami ingin membangun ruang aman, sehingga siapa pun bisa saling bercerita tanpa ada ketakutan,” tutur Kartika.
Melalui Ruang Aman Bercerita, komunitas ini menyediakan platform virtual untuk penyintas berbagi cerita setiap hari pukul 19.00-21.00 WIB. Tanpa pengambilan data pribadi, forum ini memastikan anonimitas bagi setiap anggota.
Upaya Pemulihan Trauma
Maria M. T. Fernandez juga menekankan pentingnya upaya pemulihan trauma, seperti melalui Dialectical Behavioral Therapy (DBT), metode terapi yang membantu penyintas meregulasi emosi dan memahami perasaan mereka.
“Penting bagi penyintas untuk mengenali perasaan tidak nyaman dan mulai memprosesnya agar dapat bangkit dari trauma,” tambah Maria.
Staf Pelayanan Hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Jakarta, Said Niam, S.H. mengimbau para korban untuk berani melapor ke aparat penegak hukum (APH). Adapun langkah awal pelaporan yang perlu dipersiapkan adalah pengumpulan bukti-bukti seperti hasil rekam forensik dari rumah sakit jika terdapat kekerasan fisik.
“Apabila mengalami kekerasan psikologis, korban dapat meminta rekam medis psikis yang dikeluarkan oleh lembaga psikologi. Korban dapat pula bercerita dan konsultasi dengan ahli yang punya perspektif terhadap korban,” ujar Said.
Adapun LBH APIK Jakarta saat ini menerima pengaduan via offline dan online untuk kasus kekerasan berbasis gender dan seksual (KBGS) bagi perempuan korban. Hubungi hotline: 0813888226699 (WA) dan/atau email pengaduan [email protected] dengan menyertakan identitas Anda.