Peneliti BRIN Nilai MK Keluar dari Kewenangan soal Pemisahan Pemilu

10 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Devi Darmawan menilai Mahkamah Konstitusi (MK) agak keluar dari kewenangannya soal putusan pemisahan pemilu nasional dan lokal.

Devi mengatakan dalam konteks ketatanegaraan, ada pembagian kekuasaan antar lembaga. Ada juga prinsip check and balances.

"Dalam konteks checks and balances relasi antara MK dan DPR di dalam dinamika akuntabilitas politik ini, bisa kita lihat sebenarnya kalau saya menyebut bahwa sebenarnya memang dalam keputusan ini MK agak keluar dari kewenangannya," kata Devi dalam webinar yang digelar BRIN, Rabu (9/7).

"Tapi saya tidak akan membenarkan hal itu walaupun banyak yang bilang bahwa oh memang tidak apa-apa MK begitu. Tapi saya menyatakan bahwa kita punya prinsip checks and balances, kita punya division of power gitu ya," imbuh dia.

Devi menjelaskan MK memiliki peran sebagai negative legislator yang dapat membatalkan norma hukum yang bertentangan dengan konstitusi.

Sementara DPR bersama pemerintah berperan membuat undang-undang.

Ia mengatakan peran antarlembaga itu ke depan harus diperjelas agar tidak ada lembaga yang keluar dari batasan.

"Jadi perannya MK semata-mata sebagai negative legislator ya membatalkan apa yang sudah dipositifkan oleh DPR yang dalam hal ini berilah lagi opsi tersebut kepada parlemen untuk segera menindaklanjutinya," ujarnya.

Menurut Devi, putusan yang dikeluarkan MK ini membuat kesan seolah-olah MK lebih mendominasi dalam pembuatan peraturan perundang-undangan khususnya yang terkait dengan sistem kepemiluan.

Ia berharap ke depan, semua lembaga kembali pada fungsi-fungsi dan kewenangan masing-masing.

"Hal ini perlu karena yang kita perhatikan itu tidak sekedar untuk memperbaiki sistem pemilu, tapi juga menghormati dan memperbaiki sistem ketatanegaraan kita agar betul-betul bisa sesuai dengan asas checks and balances dalam sistem pemerintahan presidensial," katanya.

MK sebelumnya memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.

Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten dan kota serta kepala dan wakil kepala daerah.

Putusan itu menuai kritik dari anggota dewan maupun fraksi-fraksi di DPR. Sejauh ini MK belum merespons kritik dari anggota dewan soal putusan tersebut.

Dalam pernyataannya, Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan baru sebatas menunggu tindak lanjut DPR terkait putusan itu.

"Putusan MK kan sudah diucapkan, kami tinggal menunggu kewenangan DPR untuk menindaklanjuti. Kami tunggu. Karena DPR juga punya kewenangan," kata Heru usai rapat anggaran di Komisi III DPR, Rabu (9/7).

(fra/yoa/fra)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |