Momen Aksi Gelembung Publik Peduli Udara Sehat saat CFD di Bundaran HI

1 day ago 6

Jakarta, CNN Indonesia --

Sebuah gelembung (bubble) raksasa menjadi sorot perhatian dalam kegiatan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (Car Free Day/CFD) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/6) pagi.

Gelembung itu merupakan bagian dari aksi sejumlah organisasi dan aktivis, termasuk Koalisi Pejalan Kaki (Kopeka) untuk menuntut udara bersih di Jakarta.

'Kok gelap? Itu mendung atau karna asap,' demikian salah satu poster yang dibawa aktivis bermasker hitam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Polusi udara turunkan kemampuan belajar siswa,' tulisan poster lain yang dipakai aktivis dengan masker yang serupa.

Mereka terlihat mengelilingi gelembung transparan yang dipasang di kawasan CFD tersebut. Di dalam gelembung itu ada seorang perempuan berbusana formal. Berbeda dengan aktivis yang di luar, perempuan di dalam gelembung tak mengenakan masker.

Irfan Toni, perwakilan 350.org, dalam aksi itu mengatakan polusi udara yang memburuk di Jakarta dan juga kota-kota lain harus menjadi perhatian utama pemerintah.

Menurutnya salah satu untuk mewujudkan pengendalian udara itu adalah dengan menggalakkan penggunaan energi terbarukan yang bersih.

"Namun, sepertinya pemangku kepentingan masih menolak solusi-solusi itu seperti hidup di dalam gelembung sendiri," ujar Irfan.

"Dengan aksi simbolis ini, kami berharap bisa mengirim pesan bahwa udara bersih adalah hak semua rakyat Indonesia," imbuhnya.

Saat aksi para aktivis tersebut berlangsung, sekitar pukul 09.00 WIB, berdasarkan situs pemantauan kualitas udara IQAir per pukul 09.56 WIB, kualitas udara tercatat berada dalam kategori sedang dengan indeks kualitas udara (Air Quality Index/AQI) 84.

Kemudian saat artikel ini ditulis, pada pukul 14.50, kualitas udara yang dipantau dari laman tersebut di Jakarta sudah dalam kondisi tidak sehat bagi kelompok sensitif yakni AQI 102.

Para aktivis yang bermasker itu bersama-sama berkeliling kawasan Bundaran HI saat CFD pada Minggu pagi tadi. Lalu mereka berkumpul di titik yang sama yakni di lokasi bubble raksasa.

Aksi ini melibatkan Koalisi Pejalan Kaki, Clean Mobility Collective Southeast Asia (CMCSEA), 350 Pilipinas, Yayasan Udara Anak Bangsa (Bicara Udara), Forum Diskusi Transportasi Jakarta, Komite Penghapusan Bensin Bertimbel dan Car Free Day Indonesia.

Dalam siaran pers, mereka menyatakan aksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya udara bersih dan mendorong pemerintah agar mengambil tindakan nyata dalam menangani polusi udara di perkotaan, khususnya Jakarta.

"Kegiatan ini juga menjadi bagian dari gerakan regional yang mendesak mobilitas yang lebih bersih dan berkelanjutan," kata mereka.

Mereka menyatakan kondisi kualitas udara Jakarta memang sempat menunjukkan perbaikan pada April 2025. Namun, itu bukan karena langkah pengendalian udara dari pemerintah, melainkan dipengaruhi salah satunya peningkatan curah hujan akibat fenomena La Nina. Walaupun begitu,  angka tersebut masih jauh di atas ambang batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Para aktivis itu menyatakan hal tersebut bisa berdampak pada gangguan pernapasan, terutama pada anak-anak dan remaja. Fakta ini menunjukkan betapa pentingnya tindakan preventif dan edukasi sejak usia dini mengenai dampak polusi udara terhadap kesehatan.

Sementara itu, dua bulan lalu, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyatakan akan meniru kota-kota besar dunia seperti Paris dan Bangkok dalam menangani polusi udara. Salah satunya dengan meningkatkan jumlah sensor pemantauan kualitas udara, keterbukaan data berbasis sains, dan kerja sama dengan daerah penyangga.

Hal itu mengemuka dalam diskusi yang digelar Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengundang BMKG, BRIN, akademisi, serta organisasi masyarakat sipil (Civil Society Organization) pada 19 Maret lalu.

Mengutip dari laman humas Pemprov Jakarta, beritajakarta, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta kala itu Asep Kuswanto mengatakan belajar dari kota lain, Bangkok memiliki 1.000 stasiun pemantauan kualitas udara (SPKU), Paris memiliki 400 SPKU.

"Jakarta saat ini sudah memiliki 111 SPKU dari sebelumnya hanya lima unit. Ke depan kita akan menambah jumlah sensor agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat," ujarnya.

Selain itu, dia mengatakan keterbukaan data menjadi langkah penting dalam memperbaiki kualitas udara secara sistematis. Selanjutnya butuh langkah-langkah berkelanjutan dan luar biasa dalam menangani pencemaran udara, bukan hanya intervensi sesaat.

Dalam kegiatan yang sama, Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Puji Lestari mengatakan  polusi udara di Jakarta sebagian besar berasal dari aktivitas industri yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Ia menjelaskan, sektor industri, termasuk pembangkit listrik dan emisi karbon monoksida (CO), masih menjadi kontributor utama pencemaran udara, diikuti oleh emisi dari kendaraan penumpang.

Puji menambahkan, interaksi antara berbagai sumber pencemaran ini menyebabkan tingkat polusi di Jakarta semakin kompleks.

(adi/kid)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |