CNN Indonesia
Selasa, 11 Mar 2025 10:14 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Departemen Kehakiman (Department of Justice/DOJ) Filipina menyatakan belum menerima surat perintah dari Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) untuk menangkap mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Pernyataan tersebut disampaikan pihak DOJ menanggapi kabar bahwa pemerintah Filipina menyiapkan aparat kepolisian untuk menangkap Duterte sesuai perintah ICC.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Per hari ini, kami belum menerima pemberitahuan terkait surat perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC," demikian keterangan juru bicara DOJ Filipina, Mico Clavano.
"Untuk itu kami mengatakan (klarifikasi) bahwa pemerintah siap jika sewaktu-waktu ada perintah penangkapan dari ICC," ujarnya lagi seperti dikutip dari GMA News.
Clavano kemudian mengatakan bahwa Biro Pusat Nasional yang berwenang menindaklanjuti perintah dari Kepolisian Internasional (Interpol). Biro tersebut terdiri dari Kepolisian Nasional Filipina, Biro Investigasi Nasional, dan Biro Imigrasi.
"Kami harus menunggu semua dokumen, dokumen pendukung sudah siap dan perintah dari Interpol merupakan perintah yang valid. Semua harus sesuai persyaratan," tutur Clavano.
Sebelumnya, The Manila Times mengabarkan bahwa pemerintah mempersiapkan sekitar 7.000 personel kepolisian untuk menangkap Duterte yang saat ini masih berada di Hong Kong.
Media itu mengeklaim bahwa seorang sumber anonim mengatakan pemerintah Filipina saat ini sedang menyiapkan rencana penangkapan Duterte sebagai bentuk tindak lanjut red notice dari Interpol.
Red notice adalah permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan menangkap sementara seseorang yang akan diadili.
Permintaan tersebut merupakan tindak lanjut hasil penyelidikan ICC bahwa Duterte dan sejumlah pejabat lainnya diduga melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan saat ia masih menjabat menjadi presiden.
Sebelumnya, Duterte mengaku pasrah jika pihak berwenang Filipina menangkapnya.
Menurut data kepolisian, lebih dari 6.200 orang tewas dalam operasi antinarkoba selama Duterte menjabat selama 2016-2022. Namun, kelompok hak asasi manusia meyakini jumlah korban tewas yang sebetulnya mencapai lebih dari 20.000 jiwa.
Ribuan pengguna dan pedagang kecil disebut tewas terbunuh dalam keadaan misterius oleh penyerang tak dikenal.
Terkait hal ini, pemerintah Filipina awalnya menolak upaya ICC untuk menyelidiki dan mengadili Duterte. Namun belakangan, pemerintah melunakkan pendiriannya.
Pada 2024, pemerintah Filipina menegaskan tak akan menghalangi apabila ICC mengeluarkan surat perintah untuk menangkap Duterte.
(bac)