CNN Indonesia
Selasa, 03 Jun 2025 20:31 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menyebut penetapan 14 orang sebagai tersangka yang masih berlanjut hingga pemeriksaan terkait demo hari buruh atau May Day di depan gedung DPR/MPR sebagai bentuk kriminalisasi.
"Kita sama-sama tahu bahwa dengan dilanjutkannya kasus ini, ini adalah sebuah bentuk kriminalisasi, sebuah bentuk penyempitan terhadap ruang sipil bagi masyarakat yang melakukan aksi unjuk rasa," kata perwakilan TAUD, A Belly Stanio kepada wartawan, Selasa (3/6).
Disampaikan Belly, pihaknya pernah meminta penundaan pemeriksaan para tersangka ke Polda Metro Jaya. Bahkan, juga meminta kasus dihentikan dan diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, kata Belly, permintaan tersebut tak diindahkan. Justru, kepolisian kembali memanggil para tersangka untuk dimintai keterangan pada hari ini.
"Kami pun menyayangkan, dari tim advokasi untuk demokrasi bahwa dari Polda Metro Jaya lebih cenderung untuk meneruskan kasus ini di mana hari ini dilanjutkan dengan panggilan kedua," ucap dia.
Polda Metro Jaya menetapkan 14 tersangka demo hari buruh atau May Day di depan gedung DPR/MPR pada 1 Mei lalu. Dari 14 tersangka itu, di antaranya terdapat nama pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto dan mahasiswa UI Cho Yong Gi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi turut membenarkan dari 14 tersangka itu, empat di antaranya merupakan tim atau petugas paralegal dan medis.
"Jadi ada dua kelompok, ada dua kelompok yang diamankan 10 di antaranya itu adalah pengunjuk rasa, kemudian empat orang lainnya adalah tim paralegal dan medis ya," ucap dia.
"Tim paralegal tim ini diduga melakukan tindak pidana tidak menuruti perintah atau dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah 3 kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang seperti diatur dalam Pasal 216 dan 218 KUHP," imbuhnya.
(dis/gil)