Sidang Walhi Gugat UU Ciptaker, Persoalkan Pengawasan Lingkungan

6 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan uji materi UU Cipta Kerja (Ciptaker) sektor lingkungan hidup yang dilayangkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Selasa (24/6).

Dalam permohonannya, Walhi mengajukan uji materi atas sejumlah pasal UU Ciptaker. Mereka mempertanyakan peran negara dalam pengawasan dan pengelolaan kelestarian lingkungan hidup lewat pasal-pasal yang digugat.

Aturan yang dilayangkan uji materi itu adalah Pasal 13 Huruf B, Pasal 22 Angka 1, Pasal 22 Angka 3, Pasal 22 Angka 5, Pasal 22 Angka 8, Pasal 22 Angka 9, Pasal 22 Angka 10, Pasal 22 Angka 14, Pasal 22 Angka 15, Pasal 22 Angka 16, Pasal 22 Angka 17, Pasal 22 Angka 18, dan Pasal 22 Angka 28.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip dari laman MK, di dalam sidang, kuasa hukum pemohon, M Fadhil Alfathan mengatakan UU Ciptaker telah mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan baru dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Melonggarkan persyaratan lingkungan hidup bagi pelaku usaha dalam UU Cipta Kerja tersebut, kata dia, berpotensi menimbulkan eksternalitas negatif yang mengancam keadilan bagi generasi mendatang. Terutama, sambung Fadhil, terkait pencemaran kerusakan lingkungan hidup yang terus terjadi dalam berbagai proyek pembangunan industri dan infrastruktur.

"UU Cipta Kerja tersebut justru mendegradasi izin lingkungan menjadi Persetujuan Lingkungan sebagai syarat perizinan berusaha, dan tidak mewajibkan semua kegiatan berusaha mendapatkan 'izin', tergantung pada risiko yang prasyaratnya tidak memiliki penjelasan untuk menjawab persoalan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup," kata dia seperti dikutip dari situs MK.

Oleh karena itu, sambungnya, pemohon yakni Walhi memasukkan uji materi tersebut Dia mengatakan pemohon tidak mendapatkan jaminan kepastian hukum, partisipasi publik, informasi publik, lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam konteks lingkungan hidup.

Dalam sidang perkara Nomor 100/PUU-XXIII/2025 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo itu, Fadhil mengatakan pemohon berpandangan salah satu peran negara adalah  memberikan kewenangan pengelolaan sumber daya alam melalui instrumen perizinan untuk memberikan kepastian hukum kepada setiap warga negaranya. Namun, sambungnya, dengan catatan hal tersebut dilandaskan pada ketentuan perundang-undangan dengan memperhatikan aspek-aspek perlindungan dalam kerangka pengelolaan dan pemanfaatan berkelanjutan yang adil bagi antargenerasi.

Oleh karena itu di dalam petitumnya, pemohon menuntut pasal terkait di UU Ciptaker yang telah menghapus Pasal 38 UU 32/2009 dinyatakan inkonstitusional dan tak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Menanggapi permohonan itu, Salah satu hakim konstitusi anggota panel, Daniel YP Foekh meminta agar pemohon mempelajari norma yang pernah dicabut kemudian diminta untuk diberlakukan kembali.

Selain itu, dia menyarankan agar pemohon menambahkan putusan di negara-negara lain yang pernah melakukan sebagaimana dimintakan pada perkara ini.

"Bagaimana meyakinkan majelis bahwa norma ini kembali dihidupkan, apa dampaknya dalam hal perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ini diperkuat pada bagian positanya," kata Daniel.

Sementara itu, anggota panel hakim konstitusi yang lain, M Guntur Hamzah meminta pemohon membangun argumentasi hukum terkait norma yang ingin dihidupkan kembali.

"Sampaikan ke Mahkamah kenapa norma ini dulunya dihapus, maka ungkapkan ke Mahkamah pertimbangannya, misalnya ada risalah pembahasan sehingga hakim dapat melihatnya. Barulah kemudian Pemohon menjelaskan penghapusan itu tidak tepat karena masih relevan, supaya kita dibawa memahami lebih cepat dari yang dimau dari permohonan ini," saran Guntur.

(kid/gil)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |