Poin-poin Penetapan CEO Navayo Jadi Tersangka Proyek Satelit Kemenhan

17 hours ago 7
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) periode 2012-2021.

Tiga tersangka itu ditetapkan dalam perkara koneksitas melalui Jampidmil Kejagung RI.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Brigjen Andi Suci mengatakan salah satu tersangka merupakan Laksda TNI Purnawirawan Leonardi (L) selaku Kepala Badan Sarana Kemenhan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

"Yang kedua, tersangka ATVDH [Anthony Thomas Van Der Hayden] selaku tenaga ahli satelit Kemhan," ujar Andi dalam konferensi pers di kompleks Kejagung, Jakarta, Rabu (7/5) malam.

"Tiga, tersangka GK (Gabor Kuti) selaku CEO Navayo Internasional AG," imbuhnya.

Atas perbuatan mereka, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.

Serta subsider Pasal 8 juncto Pasal 18 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.

Peran tersangka

Pada kesempatan itu, Andi Suci kemudian memaparkan peran masing-masing tersangka dalam kasus itu.

Berdasarkan perannya, Leonardi diduga menandatangani kontrak perjanjian penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan senilai US$34.194.300 dengan Gabor pada 1 Juli 2016. Akan tetapi nilai kontrak itu juga berubah menjadi US$29.900.000.

Selain itu, Andi mengatakan penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ke-3 dalam proyek ini diduga bermasalah lantaran dilakukan tanpa proses pengadaan barang dan jasa.

Pemilihan Navayo untuk pengerjaan proyek itu juga hanya berdasarkan rekomendasi perusahaan yang diajukan tersangka Anthony Thomas Van Der Hayden.

Dalam prosesnya, Kemenhan kemudian diduga meneken empat sertifikat kinerja atau CoP yang berisikan ketentuan bahwa Navayo telah mengirimkan barang itu ke Kemenhan.

"Di mana CoP tersebut yang telah disiapkan oleh Anthony Thomas Van Der Hayden tanpa dilakukan pengecekan terhadap barang yang dikirim terlebih dahulu," jelasnya.

Setelahnya penandatanganan CoP itu, Navayo kemudian melakukan penagihan ke Kemenhan dengan mengirimkan 4 invoice proyek. Akan tetapi, sambung Andi Suci, sampai dengan tahun 2019 anggaran untuk pengadaan satelit untuk Kemenhan tersebut ternyata tidak tersedia.

Pemeriksaan ahli satelit

Lebih lanjut,  Andi mengatakan Jampidmil juga telah meminta ahli satelit Indonesia untuk memeriksa pekerjaan Navayo itu. Hasilnya, ditemukan bukti bahwa pekerjaan yang dilakukan Navayo tidak sesuai dengan kesepakatan.

Alasannya, hasil pemeriksaan laboratorium terhadap 550 HP tidak ditemukan Secure Chip Inti dari pekerjaan User Terminal.

Kedua, hasil pekerjaan Navayo terhadap User Terminal juga tidak pernah diuji terhadap Satelit Artemis yang berada di Slot Orbit 123 BT.

Terakhir, barang yang dikirim Navayo juga tidak pernah dibuka dan diperiksa.

Kerugian negara

Atas proyek itu, Pemerintah RI atau Kemenhan kemudian diwajibkan membayar US$20.862.822 berdasarkan final award putusan Arbitrase Singapura lantaran telah meneken sertifikat kinerja Navayo.

"Sementara menurut perhitungan BPKP kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG berdasarkan Nilai Kepabeanan sebesar Rp1.922.350.493," jelasnya.

Akibat perbuatan tersebut, untuk memenuhi kewajiban pembayaran dilakukan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan RI, rumah dinas Atase Pertahanan dan apartemen Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita Paris.

(tfq/kid)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |