Kritik Keras Koalisi Sipil: RKUHAP Perkuat Represi Negara

5 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Koalisi masyarakat sipil mengecam keras proses legislasi terkait perubahan atau revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang masih dinilai bermasalah, baik dari sisi substansi maupun proses penyusunannya.

Koalisi juga melakukan aksi di depan gedung parlemen, Jakarta, menuntut Komisi III DPR berdebat atau beraudiensi dengan mereka di sana, Senin (14/7).

Dari proses legislasi yang tengah berlangsung saat ini mereka menilai materi RKUHAP justru mengancam hak asasi warga, memperkuat represi negara, dan menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah terhadap prinsip demokrasi dan negara hukum.

Wakil Ketua YLBHI Arif Maulana menyebutkan buruknya sistem penyidikan di Indonesia tergambar dari KUHAP yang ada saat ini, dan dikhawatirkan akan semakin parah jika RKUHAP disahkan.

"Rule of Law Index 2024 mengatakan bahwa sistem penyidikan di Indonesia itu salah satu sistem yang buruk dan tergambar dari KUHAP kita. Dalam praktik, kita lihat kasus salah tangkap, penyiksaan, kriminalisasi, yang terjadi dan memakan korban. YLBHI sendiri mencatat dari 2019-2025 ada 154 kasus kriminalisasi yang menjerat korban dari berbagai latar belakang. Korbannya mencapai 1.097 orang," ujar Arif dalam diskusi di platform X, Minggu (13/7).

Pihaknya juga mengkritisi proses penyusunan RKUHAP yang minim partisipasi publik dan tidak transparan. Ia menyebut naskah akademik dan draf RKUHAP muncul secara tiba-tiba pada Maret 2025 tanpa proses dialog yang memadai dengan masyarakat sipil.

"Partisipasi bermakna diabaikan. Partisipasi bermakna tidak boleh hanya dimaknai diundang, didengar, sudah. Tapi masukannya tidak dipertimbangkan, dan diberikan penjelasan bagaimana mereka mempertimbangkan masukan itu," tegas Arif.

Dalam diskusi yang sama, perwakilan dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai pembahasan RKUHAP terlalu cepat dan tidak menjamin perlindungan hak-hak warga negara.

Hal serupa juga disampaikan perwakilan Indonesia Judicial Research Society (IJRS). Mereka mempertanyakan logika pembahasan 330 pasal dalam waktu hanya dua hari. Padahal di negara seperti Belanda, KUHAP yang terdiri dari 600 pasal direvisi lebih dari 400 kali dalam 100 tahun.

Mereka juga menyoroti berbagai pasal yang dianggap membingungkan dan berpotensi disalahgunakan seperti Pasal 93 ayat 5 yang menyebut tersangka bisa ditahan jika tidak mau bekerja sama dengan penegak hukum.

"Enggak jelas maksud 'bekerja sama' ini apa. Bukankah tersangka atau terdakwa memiliki hak ingkar? Tapi ketika mereka tidak mau bekerja sama dengan penegak hukum ini yang dijadikan basis untuk menahan. Ini enggak masuk akal," lanjut IJRS.

Kritik juga datang dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) yang menyoroti tak ada aturan mengenai mekanisme penguburan perkara di RKUHAP, padahal hal ini sudah dikenal dalam hukum lingkungan dan penting untuk melindungi pejuang lingkungan dan masyarakat adat.

Koalisi masyarakat sipil mendesak DPR dan pemerintah untuk membuka ruang partisipasi publik yang bermakna dalam pembahasan RUU, terutama RKUHAP ini.

Mereka menekankan bahwa KUHAP adalah fondasi penegakan hukum pidana di Indonesia, sehingga revisinya tidak boleh dilakukan secara terburu-buru dan tanpa transparansi.

Jika disahkan dalam kondisi seperti ini, masyarakat publik khawatir KUHAP justru akan memperkuat praktik sewenang-wenang, merugikan korban, dan memperlemah akuntabilitas aparat penegak hukum.

Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja (Panja) RKUHAP sekaligus Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman menyentil balik pihak yang melontarkan kritik terhadap proses pembahasan RUU tersebut.

Habib mempersilakan masyarakat menilai langsung proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP. Dia menyebut sejak awal pembahasan RKUHAP telah banyak melibatkan partisipasi publik.

"Jadi ini silakan masyarakat yang menilai, kita yang omong kosong atau mereka yang omong kosong," kata Habib dalam jumpa pers usai pembahasan daftar inventarisir masalah (DIM) RKUHAP di Komisi III DPR, Kamis (10/7).

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu mengaku pihaknya bahkan telah mengundang pihak yang melayangkan kritik terhadap pembahasan RKUHAP sejak proses rapat dengar pendapat umum (RDPU). Dia pun menyebut sejumlah pasal dalam revisi merupakan usulan masyarakat.

(kay/kid)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |