Pakar Hukum Ungkap RUU KUHAP Belum Sinkron dengan KUHP

1 day ago 8

Jakarta, CNN Indonesia --

Revisi Kitab Umum Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah berproses di Komisi III DPR RI menuai kritik dinilai belum selaras dengan Kitab Umum Hukum Pidana (KUHP) Nasional.

Pakar Hukum Peradilan Anak dari Universitas Binus Ahmad Sofian menyoroti sejumlah subtansi yang tidak selaras. Beberapa poin itu mulai dari ultimum remedium, pedoman pemidanaan, hingga ketidakterpaduan antara penyidikan dan penuntutan.

Sofian oleh karenanya menilai RKUHAP 2025 masih dianggap tidak mampu menjamin keadilan dan hak asasi manusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada kenyataannya hubungan antar institusi penegak hukum masih berjalan sendiri-sendiri. Dominasi Polri sebagai penyidik utama dinilainya menimbulkan ketimpangan dengan PPNS dan penyidik lain yang mengganggu prinsip sistem peradilan pidana terpadu," kata Sofian dalam keterangannya, Rabu (28/5).

Di sisi lain, terang Sofian, pasal-pasal yang mengatur kewenangan penyidik seperti Pasal 7 ayat (1) dan ayat (5) terlalu memberikan keleluasaan menghentikan proses penyidikan, bahkan tanpa pelibatan jaksa.

Klausul tersebut, terang dia, menunjukkan penuntutan belum dipahami sebagai lanjutan dari proses penyidikan yang terkoordinasi.

"Ini tidak mencerminkan sistem terpadu, melainkan sistem subordinatif yang membuka ruang konflik kewenangan dan pengabaian prinsip checks and balances," kata dia.

Sofian juga mengkritik definisi penyelidikan dan penyidikan dalam Pasal 1 angka 8 dan angka 5 RKUHAP. Proses penyelidikan sebagaimana dijelaskan dalam RKUHAP, kata dia, tampak tidak sederhana karena dalam praktiknya telah masuk pada wilayah penyidikan.

"Banyak tindakan dalam tahap penyelidikan yang seharusnya masuk kategori penyidikan, termasuk penerapan upaya paksa. Namun sayangnya, tidak ada mekanisme pengawasan dalam tahap ini," katanya.

Sementara, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Febby Mutiara Nelson menyoroti RKUHAP 2025 yang belum mengakomodasi penyelesaian perkara di luar pengadilan.

Febby mengatakan KUHP Nasional sudah mengakui keberadaan pelaku korporasi. Namun RKUHAP 2025 belum mengatur tata cara pemeriksaan, penuntutan, dan pelaksanaan putusan terhadap badan hukum.

Dia juga menyoroti penerapan restorative justice (RJ) dalam RKUHAP. Menurut Febby, RJ tidak bisa diterapkan untuk semua perkara, terutama perkara tanpa korban langsung, dan harus dilakukan dalam kerangka koordinasi jaksa-penyidik sejak tahap awal.

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan pihaknya telah menargetkan hasil revisi bisa berlaku pada 1 Januari 2026 mendatang. Bersamaan dengan KUHP baru yang sudah lebih dulu disahkan.

Oleh karenanya, kata dia, Komisi III DPR dalam beberapa pekan ke depan masih akan menggelar rapat bersama organisasi sipil. Bahkan, rapat rencananya juga akan digelar pada masa reses dalam waktu dekat.

"Jadi sisa masa sidang ini sekitar satu minggu ke depan, mungkin ada dua atau tiga kali lagi pertemuan seperti ini. Bahkan masa reses, di mana reses kami akan terus menggelar RDPU dengan izin dari pimpinan DPR agar UU ini semakin partisipatif," kata dia, Kamis (22/5) di kompleks parlemen.

(thr/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |