Apakah Tepat Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer?

5 hours ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Rencana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengirim para pelajar 'nakal' dan bermasalah ke barak militer menuai kritik dan ditentang sejumlah pihak.

Rencana mengirim para pelajar 'nakal' tersebut diklaim Dedi sebagai cara untuk menggembleng para siswa yang terlibat pergaulan bebas dan kriminal di beberapa wilayah yang dianggap rawan.

Pelajar itu, kata dia, akan mengikuti program khusus di sekitar 30 hingga 40 barak yang telah disiapkan oleh TNI. Peserta program, dipilih berdasarkan kesepakatan antara sekolah dan orang tua.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selama enam bulan siswa akan dibina di barak dan tidak mengikuti sekolah formal. TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya," ujarnya, Minggu (27/4).

Direktur Pusat Kajian Kurikulum Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang (UNS) Edi Subkhan menentang keras rencana pengiriman pelajar ke barak militer ala Dedi Mulyadi tersebut.

Menurutnya kebijakan itu sangatlah mengkhawatirkan dan justru berpotensi menimbulkan segregasi dalam dunia pendidikan dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah.

"Segregasi dalam hal ini artinya menyalurkan anak-anak ke jenis layanan pendidikan tertentu secara diskriminatif, bahwa anak-anak nakal tak berhak mengenyam pendidikan persekolahan pada umumnya," ujar Edi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (29/4).

Langkah itu, kata Edi, juga bisa menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa sekolah ataupun tenaga pendidik saat ini tidak lagi mempunyai cara dan kemampuan untuk mendidik anak-anak nakal.

Padahal, dalam ilmu pendidikan ada banyak cara untuk dapat mencegah dan mendidik anak-anak nakal yang sejatinya lebih membutuhkan perhatian khusus dan ekstra dari pendidik.

"Tidak semua masalah solusinya adalah pendisiplinan ala militer. Kenakalan siswa perlu dilihat satu per satu dari kacamata sosiologis, psikologis, hingga budaya," kata Direktur UNS Edi Subkhan.

Menurutnya, bisa jadi kenakalan yang ada terjadi karena lingkungan sosial atau keluarganya yang keras hingga adanya warisan budaya kekerasan.

Oleh karenanya, Edi menilai setiap anak-anak 'nakal' memiliki kateristiknya tersendiri dan memerlukan penanganan yang berbeda. Menurutnya belum tentu metode pendisiplinan ala militer yang dipilih dapat menjadi solusi bagi anak-anak tersebut.

"Pernyataan Dedi Mulyadi menunjukkan bahwa pimpinan atau kepala daerah perlu menjadikan insan pendidikan, para cendekiawan di kampus, sebagai mitra untuk berdiskusi soal pendidikan," katanya.

"Sebagai pemangku kepentingan, mestinya Dedi Mulyadi dapat lebih bijak dengan mengundang berbagai mitra, termasuk pakar pendidikan, para praktisi pendidikan, untuk mendiskusikan persoalan pendidikan di daerahnya," ujar Edi menambahkan.

Perlindungan tenaga pendidik

Senada, mantan Rektor sekaligus Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta Suyanto menolak kebijakan mengirim pelajar nakal ke barak militer.

Alasannya, ia mengatakan tugas pokok dan fungsi tentara adalah untuk menjaga pertahanan dan keamanan negara. Karenanya, ia khawatir mereka-mereka yang dikirim ke barak justru tidak akan mendapatkan pembelajaran yang sesuai.

Kedua, Suyanto menjelaskan sejatinya guru atau tenaga pendidik juga telah memiliki mekanisme dan kemampuan untuk menangani pelajar 'nakal'. Misalnya melalui mekanisme Bimbingan Konseling (BK) ataupun sistem reward and punishment.

Persoalannya, Suyanto mengatakan saat ini ada banyak guru dan tenaga pendidik yang tidak lagi memiliki otonomi untuk 'mendidik' karena perlindungan hukum dan profesi yang kurang.

"Guru misalkan mengoreksi sikap pelajar dengan mencubit, itu saja dilaporkan dan dituntut secara pidana, ada banyak sekali kasusnya," tuturnya.

Suyanto menjelaskan sedianya Mahkamah Agung (MA) sudah menerbitkan fatwa yang mengatur bahwa guru tidak boleh dipidana karena memberikan hukuman kepada murid dalam konteks pembelajaran.

Hanya saja, ia menyebut karena minimnya perlindungan hukum dan profesi justru membuat banyak guru menjadi korban. Akibatnya muncul kekhawatiran dari guru atau tenaga pendidik untuk mengoreksi para pelajar nakal hingga berujung pada pembiaran terhadap siswa itu.

"Akhirnya guru itu lama-lama melakukan pembiaran terhadap hal-hal yang bisa membuat dirinya beresiko berhadapan dengan hukum," tuturnya.

"Padahal ada juga guru yang disakiti oleh muridnya. Tapi ketika menghukum sedikit saja, orang tuanya melapor dan menuntut dan dijadikan kriminalisasi," imbuhnya.

Oleh sebab itu, ia mendorong agar pemerintah khususnya Pemprov Jawa Barat untuk dapat lebih dahulu memberikan jaminan profesi dan perlindungan hukum bagi para guru.

Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu meyakini apabila hal itu dapat dipenuhi maka bukan tidak mungkin para pelajar yang dinilai nakal akan mampu dididik oleh guru disekolah tanpa harus dikirim ke barak militer dahulu.

"Harusnya bisa dan mampu. Kalau guru itu diperdayakan diberi perlindungan hukum InsyaAllah bisa ditegakkan," pungkasnya.

Sasar geng motor

Dedi telah mengonfirmasi bahwa pelaksanaan wajib militer bagi pelajar nakal ini akan dilaksanakan pada Mei 2025. Nantinya, setiap siswa akan menjalani pendidikan selama enam bulan.

Dedi mengatakan, beberapa pemerintah Kabupaten dan Kota di Jabar sudah siap untuk program pembinaan tersebut.

"Nanti dari kabupaten/kota sudah ada beberapa yang siap. Nanti ada anak yang tawuran di jalan. Kita akan bawa Nanti saya panggil orang tuanya mau gimana, sanggup masih mendidik atau kita sekolahkan di sekolah militer," ungkap Dedi, di Bandung, Senin (28/4).

"Nanti di komplek tentara atau di komplek polisi kita sekolahkan di situ selama satu tahun, minimalnya enam bulan. Sampai dia berubah," sambungnya.

Dedi mengatakan, salah satu alasan program ini dijalankan, yakni karena keberadaan geng motor yang kian meresahkan. Adapun mereka yang tergabung di geng motor, diantaranya para pelajar.

Untuk mendukung kegiatan program ini, kata Dedi, pihak TNI dalam hal ini Kodam III Siliwangi menyatakan sudah menyiapkan sarana prasarana untuk program tersebut.

Dedi mengklaim, TNI telah menyiapkan sekitar 30 hingga 40 barak khusus untuk pelaksanaan program ini. Mereka yang diikutkan dalam program ini, berdasarkan kesepakatan antara sekolah dan orang tua.

Adapun prioritas pada program ini, yakni siswa yang sulit dibina atau terindikasi terlibat dalam pergaulan bebas maupun tindakan kriminal.

Soal masalah biaya, Dedi mengatakan program ini akan berkolaborasi dari Pemprov Jabar dan pemerintah kabupaten/kota yang terlibat. 

(fra/tfq/fra)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |