Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi angkat suara terkait kasus korupsi pemberian fasilitas kredit dari perbankan kepada PT Sritex.
Prasetyo mengatakan kasus dugaan korupsi pemberian kredit ini menunjukkan fakta bahwa banyak oknum pejabat bank menyalahgunakan kewenangannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini menjadi alarm juga bagi kita, bahwa kita mendapatkan fakta ternyata banyak juga, dalam tanda kutip ya, oknum-oknum dari perbankan kita yang menyalahgunakan kewenangannya," ujarnya di Istana Kepresidenan, Jumat (23/5).
Di sisi lain, Prasetyo menilai kasus korupsi yang dilakukan oleh eks Direktur Utama yang kini menjadi Komisaris Utama PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto turut menjadi penyebab kegagalan operasional di perusahaan tekstil tersebut.
"Terbukti bahwa dengan penyelewengannya itu pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Akibatnya, ini merugikan juga bagi karyawan di Sritex yang jumlahnya kurang lebih hampir capai 10 ribu," ujarnya.
Prasetyo mengatakan kondisi perusahaan Sritex yang mengalami pailit akibat adanya korupsi juga berdampak pada perekonomian nasional. Menurutnya, industri tekstil Indonesia jadi dianggap bermasalah setelah Sritex dinyatakan pailit.
"Akibat ekonominya juga ini banyak, industri tekstil kita dianggap sedang bermasalah dan seterusnya. Padahal ternyata ada faktor juga dari sisi manajemen pemiliknya yang seperti ini," katanya.
Oleh karenanya, Pras meminta publik mendukung penuh upaya penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Menurutnya hal itu juga menjadi salah satu upaya pemerintah untuk membantu Sritex.
"Bagaimanapun Sritex adalah perusahaan tekstil kita yang paling sesungguhnya ya, yang paling kita anggap paling baik, skala internasional, produknya sudah diakui, dunia kan," jelasnya.
Sebelumnya Kejagung telah menetapkan total tiga orang sebagai tersangka terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari perbankan kepada PT Sritex.
Ketiga tersangka itu Eks Dirut PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto; Direktur Utama Bank DKI periode 2020, Zainuddin Mappa; dan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB periode 2020, Dicky Syahbandinata.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menyebut kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp692 miliar.
Qohar menyebut nilai kerugian itu sesuai besaran kredit dari Bank DKI dan Bank BJB yang seharusnya digunakan sebagai modal kerja. Ia menjelaskan uang kredit yang seharusnya dipakai untuk modal kerja itu justru digunakan untuk membayar utang dan membeli aset non produktif.
"Tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya, yaitu untuk modal kerja tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif," jelasnya.
(fra/tfq/fra)