Bitcoin Anjlok Tajam, Catat Kinerja Terburuk Sejak Maret

Liputan6.com, Jakarta - Bitcoin mencatat hari terburuk sejak Maret setelah harga aset kripto tersebut anjlok tajam pada perdagangan Senin. Penurunan ini terjadi seiring meluasnya aksi jual di pasar kripto yang kembali menekan sentimen investor.

Dikutip dari CNBC, Selasa (2/12/2025), harga Bitcoin diperdagangkan di kisaran USD 85.894, pada Senin sore pukul 16.19 waktu AS. Harga ini turun sekitar 6 persen.

Sementara itu, Ether melemah 8,4 persen ke level USD 2.776. Tekanan serupa juga terjadi pada Solana yang merosot lebih dari 9 persen hingga berada di bawah USD 125.

Penurunan kripto juga terasa di Asia. Peringatan Bank Rakyat China (PBOC) terkait aktivitas ilegal yang melibatkan aset digital membuat saham-saham perusahaan terkait kripto yang terdaftar di Hong Kong ikut terseret turun.

Aksi jual besar ini muncul bersamaan dengan sentimen “risk-off” yang mendominasi awal bulan, ketika investor memilih mengurangi eksposur pada aset berisiko.

Founder dan CIO Fedwatch Advisors Ben Emons, mengatakan pelaku pasar masih diliputi kecemasan setelah gelombang penurunan Bitcoin sebelumnya. Ia menyebut salah satu pemicu tekanan terbaru ini adalah likuidasi senilai USD 400 juta di sebuah bursa kripto.

Emons menilai leverage yang sangat besar di pasar kripto masih menjadi faktor risiko utama. Ia memaparkan bahwa beberapa bursa Bitcoin menawarkan leverage hingga 200 kali, membuat pergerakan harga rentan memicu likuidasi berantai.

Menurutnya, terdapat estimasi USD 787 miliar leverage di kontrak futures kripto berjangka tanpa tanggal kedaluwarsa (perpetual futures). Bandingkan dengan sekitar USD 135 miliar leverage yang ada pada ETF kripto, sehingga tekanan di pasar derivatif kripto jauh lebih besar.

“Masih ada banyak leverage di Bitcoin. Kita bisa melihat lebih banyak likuidasi jika harga tidak segera pulih dari posisi terendah,” ujarnya.

Ia juga menambahkan korelasi Bitcoin terhadap indeks saham teknologi, khususnya Nasdaq, kembali meningkat. Hal ini terlihat dari gejolak pasar pada Oktober yang menekan baik saham maupun aset digital secara bersamaan.

Selain sentimen teknikal, faktor makro juga turut membebani pasar kripto. Ketidakpastian mengenai kemungkinan penurunan suku bunga The Fed dan kekhawatiran valuasi saham-saham berbasis kecerdasan buatan (AI) yang dianggap terlalu tinggi membuat November menjadi bulan yang penuh gejolak.

Di pasar kripto, sejumlah indikator mengisyaratkan pelemahan lanjutan dalam jangka pendek. Head of Research Grayscale Zach Pandl, menyebut open interest di kontrak perpetual futures mulai menurun, menandakan berkurangnya spekulasi dan leverage.

Volume perdagangan di bursa kripto terpusat maupun terdesentralisasi juga cenderung lemah. Kondisi ini menunjukkan minat dan selera risiko investor masih rendah setelah serangkaian kejadian volatilitas belakangan ini.

Dengan berbagai tekanan tersebut, pasar berharap stabilisasi Bitcoin dapat terjadi seiring meredanya likuidasi besar dan menguatnya kembali sentimen global.